MENJADI ORANG YANG TAHU KALAU DIRINYA TAHU

Assalamualaikum wrwb.
       AlhamduliLlah wa sy-syukru liLlah, mari kita ungkapan puji dan syukur kita ke hadirat Allah. Hanya karena anugrah dan karnia-Nya, hari ini kita sehat afiat dan dapat melaksanakan aktifitas kita. Tentu kita tidak lupa meniatkannya ibadah kepada-Nya, agar kita mendapatkan pahala dunia dan akhirat. Shalawat dan salam mari kita wiridkan sebagai ungkapan cinta kita kepada Baginda Rasulullah saw, keluarga, dan sahabat beliau. Semoga kebaikan akan meluber pada kita semua, dan kelak di akhirat kita mendapat syafaat beliau.
      Saudaraku, sebagai hamba Allah, kita dikarunia akal dan hati. Dengan akal kita dapat menerima dan memahami ilmu yang Allah berikan kepada kita untuk menerangi jalan hidup kita. Kata bijak para Ulama menjelaskan “العلم نور” artinya “pengetahuan itu cahaya”. Rasulullah saw. bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِاْلعِلْمِ وَ مَنْ أَرَادَ ْالآخِرَةِ فَعَلَيْهِ بِاْلعِلْمِ وَ مَنْ أَرَادَ هُمَا فَعَلَيْهِ بِاْلعِلْمِ (رواه الطبراني).
“Barangsiapa menghendaki (kehidupan) dunia (mudah dan baik), maka baginya wajib berilmu, dna barangsiapa menghendaki (kehidupan) akhirat (baik) maka baginya wajib berilmu, dan barangsiapa menghendaki keduanya (kehiduoan dunia akhirat) maka wajib baginya berilmu”. (Riwayat ath-Thabrany).
       Saudaraku, besok pagi Pascasarjana UIN Walisongo menyelenggarakan Orientasi Mahasiswa Baru tahun akademik 2017-2018. Seluruh mahasiswa baru baik S2 dan S3 baik yang hasil seleksi program 5.000 doktor, yang non-beasiswa, wajib mengikuti acara ini. Tujuan orientasi ini, adalah memberikan bekal, agar setelah lulus S1 dan memasuki jenjang Strata 2 dan apalagi Strata 3, mereka memiliki pemahaman, sensitifitas, dan kesadaran intelektual, hati, dan emosi, bahwa mereka sedang dalam proses transformasi memasuki jenjang pascasarjana (post-graduate), yang tentu berbeda dengan sebelumnya.
       Bertambahnya jenjang keilmuan, tentu akan mendatangkan amanat baru, baik keilmuan, tanggungjawab akademik, dan tanggungjawab sosial yang harus diemban dan dipikul serta dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan tentu kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
       Pada ghalibnya, seseorang bertambah ilmu ia akan bertambah dekat dengan Allah, bertambah rendah hati (tawadlu’), dan merasa semakin sedikit ilmu yang ia dapatkan dari Allah Tuhan Yang Maha Besar. Apalagi bagi insan akademik UIN Walisongo dan mungkin perguruan tinggi keagamaan Islam yang lain. Orang yang alim atau berilmu, idealnya ia adalah orang yang ‘abid (penghamba yang baik, yang jungkung (Jawa) ibadahnya, selalu andap asor, dhepe-dhepe (تضرع) kepada Allah, dan selalu menghormati dan memanusiakan orang lain. Karena orang lain ini, difahami dan diposisikan sebagai hamba dan ciptaan Allah yang memang harus dimuliakan. Maka pantang bagi orang yang berilmu secara benar, untuk dihinggapi “penyakit” sombong, tinggi hati, dan angkuh. Ia belajar dengan ilmu padi, yang kian berisi, kian merunduk.
       Orang yang ‘alim, setelah menjadi ‘abid, ia berusaha menjadi orang yang ‘arif. Artinya ia mengenali siapa sesungguhnya dirinya, dari mana asal, untuk apa ia diciptakan dan dihidupkan di dunia ini, dan ke mana tujuan hidupnya akan ditempuh? Dari sinilah, orang-orang yang berilmu — dan sampai pada tingkatan ma’rifat — maka ia menyadari dengan sepenuh hati, perasaan, dan fikiran, bahwa dirinya hanyalah debu atau saripati tanah, hidup dan menempuh perjalanan hidupnya dari tanah, dan pada saatnya akan dikembalikan ke tanah lagi (QS. Thaha: 55).
       Menurut Imam Al-Ghazali, ada empat katagori seseorang :
قال الخليل بن أحمد : الرجال أربعة، رجل يدري ويدري أنه يدري فذلك عالم فاتبعوه، ورجل يدري ولا يدري أنه يدري فذلك نائم فأيقظوه، ورجل لا يدري ويدري انه لا يدري فذلك مسترشد فأرشدوه، ورجل لا يدري أنه لا يدري فذلك جاهل فارفضوه.”  ―( أبو حامد الغزالي, إحياء علوم الدين)
Al-Khalil bin Ahmad, mengutip dari Abu Hamid al-Ghazali mengatakan: “Orang-orang itu ada empat, seseorang yang mengetahui, dan mengetahui bahwa dirinya mengetahui, maka itulah orang yang berilmu (alim), maka ikutilah; seseorang yang mengetahui, dan tidak mengetahui, bahwa dirnya mengetahui, maka itulah orang yang tidur, maka bangunkanlah; seseorang yang tidak mengetahui, dan mengetahui, bahwa dirinya tidak mengetahui, maka demikianlah orang yang mencari atau memohon petunjuk, maka bimbinglah atau tunjukkanlah; dan seseorang yang tidak mengetahui, dan tidak mengetahui bahwa dirinya tidak mengetahui, maka demikian itulah orang yang bodoh, maka hentikanlah (tolaklah)” (Abu Hamid, Ihya’ Ulumiddin).
       Dalam instrumen sebenarnya sudah ada materi Test Potensi Akademik (TPA) yang tujuannya untuk mengukur kemampuan, kecepatan, dan juga keterampilan akademik calon mahasiswa. Ini apabila mereka lolos, diharapkan mereka tidak hanya cerdas secara akademik (intelektual) akan tetapi juga diharapkan mereka juga cerdas secara spiritual dan emosional. Apa yang diklasifikasikan oleh Al-Ghazali di atas, tampaknya disimpulkan setelah beliau melakukan telaah empirik pada murid-murid beliau. Kapasitas dan kedalaman ilmu Al-Ghazali dengan pengalaman praktik sufistiknya, menjadikan paradigma, pendekatan, dan taste keilmuannya tampak sekali sangat berbeda antara guru dan murid.
      Ketika suatu saat Al-Ghazali bertanya tentang “apa yang paling berat di dunia ini, dan muridnya menjawab baja, ternyata beliau membenarkan dengan memberikan koreksi, bahwa yang paling berat adalah mengerjakan shalat”. Kala Al-Ghazali bertanya tentang “apa yang paling tajam di dunia ini, dan muridnya menjawab pedang, beliau membenarkan dengan koreksi, bahwa yang paling tajam di dunia ini adalah lisan”. Saat Al-Ghazali bertanya kepada muridnya, “apa yang paling dekat di dunia ini, muridnya menjawab orang tua, guru, kawan, dan sahabat. Beliau membenarkan dengan koreksi, bahwa yang paling dekat di dunia ini adalah kematian”. Ketika Al-Ghazali bertanya kepada muridnya tentang “apa yang paling besar di dunia ini, oleh muridnya dijawab, gajah, maka beliau membenarkan dengan koreksi bahwa yang paling besar di dunia ini adalah nafsu”.
       Saudaraku, Allah ‘Azza wa Jalla menjanjikan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dan menuntut ilmu derajat yang tinggi.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انشُزُوا فَانشُزُوا يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ.
“Hai orang-orang yang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapangkah dalam majelis”, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan : “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan menjnggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Mujadilah:11).
       Kita berharap, diri kita makin cinta ilmu, karena Rasulullah saw memerintahkan menuntut ilmu dari buaian hingga kita di liang lahat. Bahkan sejak kita di dalam kandungan sudah diajari oleh orang-orang tua kita, dengan pendidikan Al-Qur’an dan kasih sayang yang luar biasa. Semoga Allah memberikan ilmu-Nya pada kita, dan kita semakin berilmu semakin rendah hati, santun, jauh dari kesombongan dan keangkuhan, dan yang terpenting kita mengetahui, dan mengetahui bahwa kita adalah orang yang mengetahui. Atau setidaknya kita adalah orang yang tidak mengetahui, tetapi mengetahui bahwa kita tidak mengetahui. Karena itu kita akan terus belajar.
       Pada para mahasiswa baru Pascasarjana UIN Walisongo selamat begabung menjadi keluarga besar Pascasarjana uin Walisongo, belajarlah karena Allah, insyaa Allah, Allah akan memberkahi Anda semua, menjadi hamba Allah yang berilmu, menjadi ‘abid, dan ‘arif atau setidaknya menjadi hamba Allah yang pandai bersyukur dan memberikan manfaat bagi orang lain.
       Allah a’lam bi sh-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.
Ngaliyan Semarang, 27/8/2017.

SYAWAL: JAGA KETAQWAAN DAN SEMBUHKAN PENYAKIT HATI (166)

Oleh Ahmad Rofiq
Assalamualaikum wrwb.
       Saudaraku, mari kita syukuri anugrah dan nikmat Allah yang sungguh tidak mampu kita menghitungnya (QS. Ibrahim:34 dan an-Nahl: 18).
وَآتَاكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ الْإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ.
“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah tidaklah dapat kamu menghnggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat dhalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)” (QS. Ibrahim: 34).
وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ اللهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ.
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. An-Nahl: 18).
     Semoga dengan kita mensyukuri nikmat dan karunia Allah,  Allah akan menambah-nambah kenikmatan-Nya pada kita, dan kita dapat digolongkan dalam bagian sedikit hamba Allah yang senantiasa mensyukuri kasih sayang-Nya (QS. Saba: 13).
       Shalawat dan salam mari terus kita senandungkan, mengiringi Allah dan para Malaikat yang senantiasa bershalawat pada junjungan kita Nabi Muhammad, Rasulullah saw. (QS. Al-Ahzab:56). Semoga kasih sayang Allah, meluber pada keluarga beliau, para sahabat, dan para pengikut, dan kelak di akhirat kita diijinkan mendapatkan syafaat beliau.
       Saudaraku, kita sudah menapaki di bulan Syawal hari ke-5.  Ada yang memahami kata syawal berarti peningkatan. Kata syawal dari kata syalat an-naqah bi dzanabiha [Arab: شالت الناقةُ بذنَبِها], artinya onta betina menaikkan ekornya. (Lisan Al-Arab, 11/374). Bulan syawal adalah masa di mana onta betina tidak mau dikawini para pejantan. Ketika didekati pejantan, onta betina mengangkat ekornya. Keadaan ini memunculkan keyakinan masyarakat jahiliyah terhadap bulan syawal, dianggap bulan sial. Implikasinya, mereka menjadikan bulan syawal sebagai bulan pantangan untuk menikah. Islam datang untuk meluruskan keyakinan yang tidak tepat tersebut. Rasulullah saw.  justru menikahi istri beliau di bulan syawal. Karena itu, bulan Syawal justru dijadikan momentum banyak saudara kita yang menjadikan sebagai momentum menikah bagi pasangan yang sudah merencanakannya. Semoga saja ini karena mereka meniru Rasulullah saw.
       Saudaraku, setelah kita berpuasa satu bulan di bukan Ramadlan, idealnya, grafik keumanan dan ketaqwaan kita sedang berada di deretan yang tinggi, karena itu tidak terlalu salah jika dimaknai sebagai bulan peningkatan atau membangun prestasi amal kita, baik amal ibadah mahdlah berupa ibadah vertikal, maupun ibadah sosial horizontal sebagai manifestasi keimanan kita. Ini dimaksudkan agar kota mampu menjaga, merawat, menyirami agar peningkatan ketaqwaan kita makin subur, berbunga, dan berbuah pada makin bertambah kesalehan individu dan kesalehan sosial kita. Namun demikian, sebagai manusia biasa, lumprah, yang belum mampu menjaga hati kota dengan istiqamah, kota jadi sering lupa.
       Beljm benap satu minggu, kita ditinggal bulan suci Ramadlan, hati kita sudah dihinggapi berbagai penyakit. Sifat-sifat kekanak-kanakan kita sudah “kambuh” lagi, mulai dari iri, hasud, buruk sangka atau suudhan kepada orang lain. Yang berharta sedikit lebjh dari saudaranya, menampakkan diri sebagai orang jumawa, merasa hebat, dan penampilan pun dengan wajah yang adigung. Yang merasa mendapat ilmu sedikit lebih, juga merasa seakan di dunia ini, hanya dirinya yang hebat. Yang sedang menyandang deretan jabatan, juga boleh jadi tidak menyadari, dalam ungkapan tulisan, status, dan pernyataannya, nampak kurang bersahabat, tidak friedly, dan terasa angkuh jika dibaca secara cermat oleh orang lain.
       Saudaraku yang dimuliakan Allah, hati dan fikiran yang sehat adalah hati yang senantiasa disinari oleh pelita dan cahaya iman dan ketaqwaan kepada Allah, sedangkan hati yang sakit adalah hati yang dihinggapi oleh sifat kemunafikan dalam hati. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَقُولُ آمَنَّا بِاللهِ وَبِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَا هُم بِمُؤْمِنِينَ.   يُخَادِعُونَ اللهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلَّا أَنفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ.   فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ فَزَادَهُمُ اللهُ مَرَضًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ.
“Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian”, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, pada hal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. (QS Al-Baqarah :8-10).
       Ada kegelisahan masif di kala Ramadlan, banyak saudara kita, apakah itu para artis, yang selama Ramadlan ordernya super sibuk, bahkan di hampir semua lini bisnis yang memerlukan tampilan untuk “menyejukkan dan memantik emosi positif” customer, maka dilakukan. Dan memang dalam perspektif marketing bisnis itu harus dilakukan. Lalau apa dan mana yang salah? Demikian juga banyak saudara kita yang boleh jadi “saking semangatnya berpuasa”, minta kepada para pedagang makanan tutup di siang hari bulan Ramadlan, karena merasa mendapat “privelege” sebagai “kandidat” muttaqin, lalu menggunakannya untuk melakukan “sweeping” atas warung-warung makan yang buka siang hari dengan terang-terangan.
       Saudaraku, tulisan ini boleh jadi juga akan difahami sebagai ungkapan “keangkuhan”. Insyaa Allah, ini hanyalah ungkapan “kegalauan” yang semoga melahirkan resonansi positif, bagi diri sendiri (yang semestinya cukup direnungi sendiri) akan tetapi dengan “memberanikan” menulis di media ini, setidaknya akan memantulkan sikap komitmen, dan semoga juga memancarkan manfaat bagi saudara-saudaraku yang berkenan membaca, menghayati, dan meresapinya dengan hati dan fikiran yang jernih. Kita sering tidak mampu “memerangi” diri sendiri, dan akan lebih efektif, jika “diperangi” melalui “nasehat bijak” orang lain. Agar tidak salah dan tidak terperangkap pada sifat dan sikap ananiyah atau egoisme diri sendiri, maka mari kita berasma-sama melakukan muhasabah atau introspeksi diri, untuk merawat, menjaga, dan menyirami ketaqwaan kita kepada Allah Jalla wa ‘Ala, dengan memperbanyak amal sosial pada sesama. Kita buang jauh -jauh keangkuhan hati dan fikiran kita, karena memang pada hakikatnya, diri kita ini tidak ada apa-apanya.
       Kita tampak jadi “orang shaleh” karena aib kita ditutupi oleh Allah. Kita seolah tampak seperti orang pandai, karena “kebodohan kita” sedang diberi penutup oleh Allah. Kita tampak sebagai seorang dermawan, padahal sebenarnya banyak sifat kebakhilan dna kekikiran, disertai ketamakan, yang masih bertengger kokoh di fikiran kita.
      Semoga di bulan Syawal ini, kita dapat menjadi hamba Allah yang istiqamah untuk meningkatkan tabungan dan investasi akhirat kita, menjadi hamba Allah yang ingin terus bertaqwa kepada-Nya, demi menambah bekal hidup di kehidupan panjang di akhirat nanti. Semoga Allah menolong dan memberkahi kita semua. Amin.
       Allah a’lam bi sh-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.
Kudus-Jepara, 29/6/2017.

KITA BERSIHKAN DOSA DAN CUCI AIB (156)

Oleh Ahmad Rofiq
Assalamualaikum wrwb.
      Saudaraku, mari kita syukuri anugrah dan karunia Allah, agar kita termasuk hamba-hamba-Nya yang pandai bersyukur. Kalau kita bersyukur kepada Allah, hati kita akan merasa bahagia, karena kebahagiaan tidak berbanding lurus dengan materi. Bahagia itu datang karena kita mampu merasakan jaminan dan ketercukupan dari Allah. Shalawat dan salam mari kita wiridkan untuk mengiringi shalawat Allah dan Malaikat pada baginda Rasulullah saw, keluarga, san para sahabat.
      Puasa terasa sudah akan meninggalkan kita. Hati dan fikiran kita sudah merasa menyesali diri, karena belum mampu melaksanakan pesan Rasulullah saw, untuk menghidupkan makam-malam Ramadlan dengan maksimal. Semoga di sisa-sisa hari di bulan Ramadlan ini, kita sapat memperbanyak amalan dan dzikir kita kepada Allah Rabbil ‘Izzah.
     Saudaraku, di hari ke-23, kita dianjurkan untuk berdoa dan mohon kepada Allah :
اللهم صل على سيدنا محمد وعلى ال سيدنا محمد
اَللَّهُمَّ اغْسِلْنِيْ فِيْهِ مِنَ الذُّنُوْبِ وَ طَهِّرْنِيْ فِيْهِ مِنَ الْعُيُوْبِ وَ امْتَحِنْ قَلْبِيْ فِيْهِ بِتَقْوَى الْقُلُوْبِ يَا مُقِيْلَ عَثَرَاتِ الْمُذْنِبِيْنَ
”Ya Allah, limpahkanlah kasih sayang-Mu pada junjungan kami, Nabi Muhammad, dan juga pada keluarga junjungan kami Nabi Muhammad, Ya Allah sucikanlah kami dari dosa-dosa dan bersihkanlah diri kami dari segala aib (keburukan). Uji hati kami dengan ketakwaan hati kami wahai Penghapus kesalahan orang-orang yang berdosa”.
     Saudaraku, manusia biasa tampaknya dirancang banyak kelemahan dan kekurangan. Nyaris dia tidak bisa menghindari kekeliruan dan kesalahan. Merencanakan hasir salam suatu kegiatan, tiba-tiba berhalangan. Berjanji hadir tepat waktu, tiba-tiba pelaksanaan acara di suatu tempat yang sudah dirancang tepat waktu, ternyata mundur. Akibatnya, acara lain yang sudah dijanjikan mundur juga. Demikian juga kematian, ketika datang tidak bisa ditunda. Seperti anak-anak muda yang baru-baru ini meninggal dunia mendadak, karena terseret oleh kereta api, padahal sudah di palang pintu, tetapi mereka nekad menyerobot dengan mengangkat palang pintu. Orang lain yang sudah mengingatkan pun tidak dihiraukan. Itu lah manusia. “Malang tak dapat dihindari, Untung tidak bisa diraih”. Seharusnya, “Untung harus diraih, diperjuangkan, dan direbut. Dan malang harus dihindari dan dibuang”.
       Saudaraku, mengapa kita harus berdoa? Bukankah Allah sudah melimpahkan akal dan kemampuan pada kita. Sebenarnya apabila kita renungkan bersama, acheter viagra Allah sudah memberikan anugrah dan pertolongan-Nya pada kita hal-hal yang mungkin kita tidak minta. Tetapi Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan kita untuk berdoa dan memohon kepada-Nya. Firman Allah berikut ini:
ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ. الاعراف ٥٥
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah hati dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas” (QS. Al-A’raf:55).
        Demikian juga pada ayat berikutnya, berdoa dengan khauf dan raja’ atau rasa takut tidak diterima dna berharap akan dikabulkan.
وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا إِنَّ رَحْمَتَ اللهِ قَرِيبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِينَ.  الاعراف ٥٦.
“Dan janganlah kamu membuat keruaakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan hatapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik” (QS. Al-A’raf:56).
       Dalam fenomena maraknya sekularisme, banyak orang merasa sudah bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, tanpa bantuan dan pertolongan dari Allah. Seperti Nietzsche mengatakan “tuhan telah mati, kita telah membunuhnya”. Demikian juga Josepht Stalin. Semua urusan diselesaikan sendiri. Sudah sepatutnya ini menjadi bahan renungan buat kita yang sadar akan segala keterbatasan manusia dan kita membutuhkan pertolongan Allah Swt. Dalam QS. Al-Baqarah 186 Allah menjelaskan:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ. البقرة ١٨٦.
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku (Allah), maka (jawablah) bahwasanya Aku asalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berasa dalam kebenaran” (QS. Al-Baqarah: 186).
       Saudaraku, kita harus jalankan semua perintah Allah dan jauhi semua larangan-Nya,  karena dengan ketaatan kita, Allah akna mengabulkan doa dan permohonan kita. Karena doa yang menjadi saripati ibadah kita itu, akan dapat dirasakan manakala didahului ketaatan yang maksimal.
Semoga hidup kita dibersihkan oleh Allah dari segala macam aib dan dosa. Segala macam aib dan kekurangan kita, biarlah ditutupi oleh Allah. Kita juga musti berusaha menutupi sekiranya kita mengetahui kesalahan atau aib orang lain. Karena barang siapa menutup aib orang lain di dunia, maka Allah akan menutup aibnya di akhirat nanti.
Allah a’lam bi sh-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.
Ngaliyan Semarang, 18/6/2017.

MENANTI ANUGRAH, KEBERKAHAN, DAN RIDLA ALLAH

Assalamualaikum wrwb.
      Segala puji hanya milik Allah. Atas anugrah dan karunia-Nya, kita sehat afiat dan dapat menjalani ibadah puasa dengan senang hati. Semoga keikhlasan kita makin hari makin bertambah. Shalawat dan salam mari kita senandungkan untuk Kanjeng Nabi Muhammad Rasulullah saw, keluarga, para sahabat, san para pengikutnya. Semoga kelak di akhirat kita akan mendapat syafaat beliau, dan perjalanan kita mempertanggungjawabkan amal kita di dunia, berjalan dengan lancar.
       Saudaraku, tak ada yang terpikir dan terbayangkan oleh kita, yang sedang dalam semangat bertaqarrub, menghidupkan amalan guna menyempurnakan ibadah puasa kita, kecuali menanti anugrah, keberkahan, dan ridla dari Allah ‘Azza wa Jalla. Puasa di hari ke-22 adalah kenikmatan tersendiri, tentu bagi mereka yang puasanya berhasil meningkatkan grafik kualitas iman dan puasanya. Bagi mereka yang imannya lemah, apalagi sudah “terbiasa” tidak berpuasa, maka tentu agak susah untuk bisa merasakan indahnya berpuasa dan kenikmatan keutamaan puasa. Karena kelezatan iman dan puasa, sudah pasti hanya bisa dirasakan oleh orang yang berimannya dan berpuasanya benar.
       Karena itu pula, Ulama menganjurkan kita, dalam bahasa saya, masih ada kesempatan untuk memperbaiki niat, hati, dan pikiran kita, untuk berdoa dan memohon kepada Allah Swt, agar kita diberi kemampuan untuk mensyukuri dan mendapatkan anugrah, keberkahan, dan ridla-Nya.
بسم الله الرحمن الرحيم اللهم صل على سيدنا  محمد و على آل سيدنا محمد
اَللَّهُمَّ افْتَحْ لِى فِيْهِ اَبْوَابَ فَضْلِكَ، وَاَنْزِلْ عَلَيَّ فِيْهِ بَرَكَاتِكَ، وَوَفِّقْنِي فِيْهِ لِمُوجِبَاتِ مَرْضَاتِكَ، وَاَسْكِنِّي فِيْهِ بُحْبُوحَاتِ جَنَّاتِكَ، يَا مُجِيْبَ دَعْوَةِ الْمُضْطَرِّيْنَ
“Dengan Asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Ya Allah, limpahkan kasih sayang-Mu kepada junjungan kami Nabi Muhammad, dan keluarga junjungan kami Nabi Muhammad. Ya Allah, bukakan kepada kami di bulan yang mulia ini pintu-pintu karunia-Mu, turunkan kepada kami di dalamnya keberkahan-Mu, tolonglah  kami di dalamnya untuk memperoleh sesuatu guna mendapatkan keridhaan-Mu, anugrahkan pada kam di dalamnya kedamaian surga-Mu, wahai Yang Memperkenankan doa orang-orang yang sedang dalam kemadlaratan (Mafâtihul Jinân).
       Saudaraku, doa tersebut mengingatkan kita pada sosok seorang Nabi yang Raja sekaligus, yakni Nabi Sulaiman as. Nabi Sulaiman ini dikenal kemewahan kerajaannya, yang penuh dengan berbagai ierhiasan interiornya yang mengagumkan. Bahkan cerita Ratu Bilqis yang dengan refleksnya “menyincing” atau menarik ke atas gaun yang dikenakannya, saat melewati lantai yang seakan kolam yang airnya sangat jernih. Nabi Sulaiman juga dikarunia kemampuan untuk berkomunikasi dengan binatang, termasuk semut. Ketua rombongan semut menghalau anak buahnya, sebagaimana dikisahkan dalam QS. An-Naml : 18-19,
حَتَّىٰ إِذَا أَتَوْا عَلَىٰ وَادِ النَّمْلِ قَالَتْ نَمْلَةٌ يَا أَيُّهَا النَّمْلُ ادْخُلُوا مَسَاكِنَكُمْ لَا يَحْطِمَنَّكُمْ سُلَيْمَانُ وَجُنُودُهُ وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ.  فَتَبَسَّمَ ضَاحِكًا مِّن قَوْلِهَا وَقَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ.
“Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut, “Hai semut-semut, masjklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari. Maka dia (Sulaiman) tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu, dan dia berdoa: “Ya Tuhan kami, berilah aku ilham (pemahaman dan kemampuan) untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepada kami, dan kepada kedua orang ibu bapak kami, dan untuk mengerjakan amal salih yang Engkau ridlai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang salih” (QS. An-Naml: 18-19).
      Bagaimana tanda-tanda orang yang diberkahi oleh Allah, mari kita simak penjelasan Allah tentang Nabi Isa as:
قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا.   وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنتُ وَأَوْصَانِي بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا.  وَبَرًّا بِوَالِدَتِي وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا.  وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدتُّ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا.
“Berkata Isa: “Sesungguhnya aku ini hamba Allah. Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia (Allah) menjadikan aku seorang nabi; dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di manapun aku berada, dan Dia memerintahkan kepada aku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka; dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal, dan pada hari aku dibangkitkan hisup kembali” (QS. Maryam: 31).
       Uraian di atas dengan jelas menunjukkan sosok yang diberkahi oleh Allah adalah: 1). Senantiasa menegakkan shalat; 2). Menunaikan atau membayar zakat; 3). Berbakti kepada orang tua, terutama ibu; 4). Tidak sombong dan tidak celaka. Seorang hamba yang diberkahi, juga dikarunia keselamatan oleh Allah dari lahir, meninggal, dan saat dibangkitkan di hari kiamat nanti. Apabila kita hayati bersama, sebenarnya tidak berat untuk dilaksanakan. Yang jelas menggambarkan adanya perpaduan antara hablun minaLlah dan hablun minan nas, keseimbangan hubungan vertikal manusia dengan Sang Khaliq, dan manusia dengan sesama manusia dan lingkungannya.
     Dalam versi Ibnu l-Qayyim Al-Jauziyyah, orang yang diberkahi Allah Ta’ala ialah siapa saja yg memiliki sifat dan kriteria berikut ini : 1). Mengajarkan kebaikan. 2). Menyeru kepada Allah swt. 3). Mengingatkan tentang Allah swt, dan 4). Memotivasi agar senantiasa berbuat ketaatan kepada Allah swt. Dengan kata lain, barangsiapa yang pada dirinya tidak ada empat sifat tersebut, berarti ia belum termasuk orang yang diberkahi.
       Rasulullah saw menjelaskan: “Sesungguhnya ada di antara hamba Allah (manusia), mereka itu bukan para Nabi dan bukan pula para Syuhada’. Mereka dirindukan oleh para Nabi dan Syuhada’ pada hari kiamat karena kedudukan (pangkat) mereka di sisi Allah Swt.“ Seorang sahabat bertanya, “siapa  mereka itu wahai Rasulullah? Semoga kita dapat mencintai mereka“. Nabi saw menjawab: “Mereka adalah suatu kaum yang saling berkasih sayang dengan anugerah Allah bukan karena ada hubungan kekeluargaan dan bukan karena harta benda, wajah-wajah mereka memancarkan cahaya dan mereka berdiri di atas mimbar-mimbar dari cahaya. Mereka tidak merasa takut seperti manusia merasakannya dan mereka tidak berduka cita apabila para manusia berduka cita” (HR. An-Nasai dan Ibnu Hibban).
       Saudaraku, kiranya ilustrasi di atas, dapat menjadi bahan renhngan kita bersama, terutama di sisa puasa bulan Ramadlan ini. Kita semua sangat merindukan anugrah, keberkahan, dan ridla Allah Swt. Tentu tidak hadir tiba-tiba, tetapi kita sebagai hamba haruslah berikhtiar, berusaha keras, karena Allah telah menganugrahi kita dengan karunia iman, islam, ihsan, kemampuan akal, hati dan fikiran. Itu yang harus kita terus gerakkan agar terasah dan peka menerima siraman anugrah, keberkahan, dan ridla Allah Jalla wa ‘Ala. Apabila hidup kita senantiasa diberkahi dan diridlai Allah, ketenangan, kebahagiaan, dan semangat hidup bertambah kuat untuk terus berbuat yang terbaik dan bermanfaat bagi orang lain dan dijanjikan pahala dari Allah Swt.
       Allah a’lam bi sh-shawab, baraka Allah li wa lakum wa li sairi l-mu’minin wa l-mu’minat wa l-muslimin wa l-muslimat wa istaghfiruhu inna Allah huwa al-Ghafur ar-Rahim.
Wassalamualaikum wrwb.
Ngaliyan, Semarang, 17/6/2017.

IKHTIAR MERAIH LAILATUL QADAR YANG BERLIMPAH BERKAH

Assalamualaikum wrwb.
       Saudaraku, mari kita syukuri anugrah Allah dengan penuh kekhusyuan dan ketawadluan, dengan meningkatkan iman dan taqwa, semoga bisa menjadi bekal kita mengarungi perjalanan panjang yang penuh keindahan dan keberkahan. Shalawat dan salam kita wiridkan untuk Baginda Rasulullah Muhammad saw, keluarga, para sahabat, dan pengikut beliau. Semoga syafaat beliau kelak di akhirat melindungi kita.
      Hanya karena pertolongan Allah, kita diijinkan oleh Allah untuk menjalankan ibadah puasa hingga hari yang ke-21 yang bertepatan hari Jumat. Semoga saja seperti kata para Ulama, apabila hari ganjil bertepatan malam Jumat, Allah menjadikannya malam Lailatul Qadar. Karena itu, mari kita hidup-hidupkan aktifitas dzikir dan ibadah dengan semaksimal yang bisa kita lakukan. Jika benar, maka ibadah hang kita laksanakan, insyaa Allah akan dilipatgandakan pahala kita setara dengan ibadah lebjh dari 1000 bulan atau setara 83,3 tahun. SubhanaLlah.
      Kita semua berkeinginan mendapat keberkahan dan kemuliaan malam Lailatul Qadar, yang didambakan oleh setiap orang yang beriman. Pada malam Lailatul Qadar, Allah menurunkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang bersungguh-sungguh mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah. Amal-amal ibadah yang dikerjakan di dalamnya, nilainya lebih baik daripada ibadah yang dikerjakan selama seribu bulan yang tidak ada malam Lailatul Qadar di dalamnya.
       Pada malam Lailatul Qadar juga, Allah ‘Jalla wa ‘Ala menurunkan para malaikat turun ke bumi dengan membawa rahmat, keberkahan dan ketentraman. Semua urusan akan diberi ketentuan yang ditetapkan dan ditakdirkan oleh Allah Swt  untuk masa satu tahun. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah :
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ أَمْرًا مِنْ عِنْدِنَا إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ
“Sesungguhnya Kami (Allah) menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami.  Sesungguhnya Kami adalah Yang mengutus Rasul-rasul.” (QS. Al-Dukhan: 3-5)
       Kita dianjurkan berdoa pada puasa hri ke-21 Ramadlan sebagai berikut:
اللهم صل على سيدنا محمد وعلى ال سيدنا محمد
اَللَّهُمَّ اجْعَلْ لِيْ فِيْهِ إِلَى مَرْضَاتِكَ دَلِيْلاً وَ لاَ تَجْعَلْ لِلشَّيْطَانِ فِيْهِ عَلَيَّ سَبِيْلاً وَ اجْعَلِ الْجَنَّةَ لِيْ مَنْزِلاً وَ مَقِيْلاً يَا قَاضِيَ حَوَائِجِ الطَّالِبِيْنَ
“Ya Allah, limpahkan rahmat-Mu kepada junjungan kami Muhammad saw, Ya Allah tuntunlah kami di bulan yang mulia ini untuk mendapat keridhaan-Mu, dan janganlah adakan celah bagi syetan untuk menggodaku. Jadikan surga sebagai tempat tinggal dan bernaungku. Wahai yang memenuhi hajat orang-orang yang meminta”. Amin.
       Saudaraku, kapan sesungguhnya Lailatul Qadar itu? Beberapa riwayat berikut menuntun kita sebagai berikut. Al-Hafidh Ibnu Hajar mengatakan, “Para ulama berbeda pendapat tentang kapan malam Lailatul Qadar dalam banyak pendapat, mencapai lebih dari empat puluh pendapat” (Lihat Fathul Bari: IV/309). Sebagian besar (mayoritas) ulama berpendapat, Lailatul Qadar terdapat pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan, berdasarkan hadits ‘Aisyah ra. Rasulullah saw  bersabda:
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah Lailatul Qadar pada sepuluh hari terakhir dari Ramadhan” (Muttafaq ‘alaih).
       Riwayat berikut menynjukkan bahwa malam Lailatul Qadar terjadi pada malam-malam ganjilnya. Dasarnya sabda Nabi saw:
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah Lailatul Qadar pada malam ganjil di sepuluh hari terakhir dari Ramadhan.” (HR. Al-Bukhari)
       Ada yang memfokuskan bahwa malam Lailatul Qadar itu  adalah pada malam ke 27 Ramadhan. Seperti pendapat Ubay bin Ka’ab yang berani memastikan dan bersumpah bahwa Lailatul Qadar ada pada malam ke 27, ia berkata:
وَاللَّهِ إِنِّي لَأَعْلَمُهَا وَأَكْثَرُ عِلْمِي هِيَ اللَّيْلَةُ الَّتِي أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقِيَامِهَا هِيَ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ
“Demi Allah, sunguh aku mengetahuinya dan kebanyakan pengetahuanku bahwa ia adalah malam yang Rasulullah saw perintahkan kami untuk bangun (shalat) padanya, yaitu malam ke 27” (HR. Muslim, no. 762).
       Saudaraku, tidak ada yang tahu persis kapan malam Lailatul  Qadar itu akan menyapa kita atau kita yang menjemputnya. Atau memang sengaja dirahasiakan oleh Allah, agar supaya kita dapat maksimal dalam ikhtiar menjemput limpahan kasih sayang dan keberkahan dari Allah di sepuluh hari terakhir. Yang jelas, kita sudah di hari ke-21, mari kita manfaatkan hari-hari yang menjadi momentum kitab membebaskan dari api neraka, kita mendapatkan pancaran sinar dan kasih sayang Allah, baik yang langsung atau melalui para Malaikat, yang akan merubah nasib hidup kita menjadi lebih baik, dari yang kemarin, dan kita termasuk yang beruntung.
       Semoga hati, fikiran, dan perasaan kita memiliki kepekaan dan ketajaman rasa untuk menerima dan merasakan berkah malam Lailatul Qadar yang diidamkan semua orang yang ingin mendapatkan kebaikan. Semoga Allah memberi kita umur panjang sehat afiat, dan dapat menambah ketaatan dan kedekatan kita kepada Allah, sehingga hidup kita senantiasa dalam cahaya dan perlindungan-Nya karena Allah telah meridlai hidup kita, sehingga kita merasakan hidup kita ini penuh ketenangan dan kenikmatan, karena itu kita harus terus menerus mensyukurinya.
       Allah a’lam bi sh-shawab.
Wassalamualaikum wrwb

KITA BUKA PINTU SURGA, KITA GEMBOK PINTU NERAKA

Assalamualaikum wrwb.
       Saudaraku, mari kita syukuri anugrah dan kenikmatan yang Allah limpahkan pada kita. Dengan kita mensyukuri, Allah akan menambah kenikmatan-Nya kepada kita. Dan kita akan merasa bahagia manakala hati, perasaan, dan pikiran kita juga bisa merasakannya. Shalawat dan salam mari kita senandungkan pada Rasulullah saw, keuarga, dan para sahabat. Semoga syafaat beliau akan melindungi kita di akhirat kelak.
       Atas karunia Allah juga kita sudah bisa menjalani puasa di hari ke-20, mulai periode sepuluh hari terakhir, yang oleh Rasulullah saw, disebut itqun min an-nar (pembebasan dari api neraka). Dalam bahasa sederhana, adalah periode kita buka pintu surga dan gembok pintu neraka. Karena itu kita dianjurkan berdoa memohon kepada Allah sebagai berikut:
بسم الله الرحمن الرحيم اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أل سيدنا محمد
اَللَّهُمَّ افْتَحْ لِيْ فِيْهِ أَبْوَابَ الْجِنَانِ وَ أَغْلِقْ عَنِّيْ فِيْهِ أَبْوَابَ النِّيْرَانِ وَ وَفِّقْنِيْ فِيْهِ لِتِلاَوَةِ الْقُرْآنِ يَا مُنْزِلَ السَّكِيْنَةِ فِيْ قُلُوْبِ الْمُؤْمِنِيْنَ
“Dengan Asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maya Penyayang, Ya Allah limpahkan kasih sayang-Mu pada junjunhan kami Nabi Muhammad, dan keluarga junjungan kami Nabi. Muhammad, Ya Allah, bukakanlah bagi kami di bulan ini pintu-pintu surga dan tutupkan atau kuncika bagi kami pintu-pintu neraka. Berikanlah kemampuan pada kami untuk menelaah Al qur’an di bulan ini. Wahai Dzat Yang menurunkan ketenangan  hati-hati orang-orang mukmin”. Amin.
       Saudaraku, kita sudah melewati etape pertama, etape dilimpahkannya kasih sayang Allah, etape kedua, adalah pengamlunan Allah dilimpahkan kepada kita hamba-hamba-Nya yang dengan khusyu’ dan tawadlu’ atau rendah hati memohon ampunan-Nya, maka kita memulai etape kita idealnya menikmati kebahagiaan hembusan atau irisan surga yang berkimpah kenikmatan itu, untuk kita rasakan di dalam kehidupan kita di dunia. Bisikan dan hasitan syaithan dan iblis, telah kita buang dan singkirkan jauh-jauh, biar mereka sang penggoda itu di salam neraka yang kita gembok bersama-sama, dan saatnya kita menikmati kenikmatan surgawi di dunia ini. Kita singkirkan rasa iri, dengki, hasud, dendam, fitnah, ghibah, tajassus, memanggil orang kain dengan panggilan tidak baik, suudhan, dan lain sebagainya, agar hidup kita terasa tenteram dan nyaman.
       Kita buang sikap hidup materialis, hedonis, bakhil, kikir, dan diperbudak oleh harta, karena kita salah memposisikan kedudukan harta menjadi tujuan. Mari kita gantikan dengan sikap zuhud, ridla, qanaah, dermawan, dan kota manfaatkan materi sebagai alat atau instrumen untuk bekal ibadah kita, agar dapat membahagiakan diri kita, keluarga, guna mendapatkan kenyamanan, ketenteraman, dan membangun kasih sayang, bersama dengan pancaran dan anugrah kebahagiaan dari Allah ‘Azza wa Jalla.
هُوَ الَّذِي أَنزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَّعَ إِيمَانِهِمْ وَلِلَّهِ جُنُودُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَكَانَ اللهُ عَلِيمًا حَكِيمًا.
“Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah, di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kelunyaan Allah lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS. Al-Fath:4).
       Kita semua merindukan dan memohon kepada Allah agar hidup kita diridlai Allah dan diijinkan untuk menjadi penghuni surga-Nya. Kita memang belum bisa seperti Al-Ghazaly atau Rabiah al-Adawiyah, yang ruang hati dan fikirannya sudah dipenuhi dengan mahabbah atau cinta kepada Allah, sehingga tidak tersisa sedikitpun untuk mencintai yang lain-Nya. Akan tetapi karena kita sebagai hamba Allah, dianjurkan oleh Allah untuk bergegas untuk mendapatkan maghfirah atau ampunan dan surga-Nya, kiranya tidak salah kalau kita berdoa juga memohon diijinkan menjadi penghuni surga-Nya.
 وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa” (QS. Ali Imran:133).
       Allah menggambarkan menjadi ahli surga adalah kenikmatan yang tak bisa diungkapkan dengan bahasa. Kita akan disambut dengan sambutan yang penuh kebahagiaan.
وَسِيقَ الَّذِينَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ إِلَى الْجَنَّةِ زُمَرًا حَتَّىٰ إِذَا جَاءُوهَا وَفُتِحَتْ أَبْوَابُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا سَلَامٌ عَلَيْكُمْ طِبْتُمْ فَادْخُلُوهَا خَالِدِينَ.  وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي صَدَقَنَا وَعْدَهُ وَأَوْرَثَنَا الْأَرْضَ نَتَبَوَّأُ مِنَ الْجَنَّةِ حَيْثُ نَشَاءُ فَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ.
“Dan orang-orang yang bertaqwa kepada atuhan dibawa ke dalam surga berombong-rombongan (pula), sehingga apabila mereka sampai ke surga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: “Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu. Berbahagialah kamu. Maka masjkilah surga ini, sedang kamu kekal di dalamnya. Dan mereka mengucapkan: “Segala puji bagi Allah yangbtelah memenuhi janji-Nya, kepada kami dan telah (memberi) kepada kami tempat ini sedang kami (diperkenankan) menempati tempat dalam surga di mana saja yang kami kehendaki; maka surga itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal” (QS. Az-Zumar:74-75).
       Saudaraku yang dirahmati Allah, nanti malam kita mengawali malam ganjil hingga sembilan hari terakhir. Semoga Allah menempatkan malam lailatul qadar di hari-hari ganjil sebagaimana banyak riwayat. Malam lailatul qadar asalah malam yang lebih baik dari seribu bulan, atau setara dengan 83,3 tahun, di mana usia kita belum tentu mencapainya. Malaikat pembawa rahmat diutus oleh Allah turun ke dunia, untuk menyapa dan mengirim berbagai kenikmatan, anugrah, dan kasih sayang kebahagiaan dari Allah, pada hamba-hamba-Nya yang rajin, tekun, beribadah, beriktikaf, dan taqarrub mendekatkan diri kepada Allah.
       Semoga Allah melimpahkan kesehatan dan kekuatan pada kita untuk ikut menjemput kenikmatan pada malam lailatul qadar, untuk merubah nasib dan kehidupan kita. Semoga kita juga diberi keikhlasan dan ketawadluan untuk meraihnya, dan hidup kita di dunia ini makin subur untuk menyemai benih kebahagiaan akhirat yang akan kita panen buahnya kelak di akhirat. Amin.
ان اريد الا الاصلاح ما استطعت وما توفيقي الا بالله حسبنا الله ونعم الوكيل نعم المولى ونعم النصير
Allah a’lam bi sh-shawab.
Wasaalamualaikum wrwb.
Ngaliyan, Semarang, 15/6/2017

AL-QUR’AN, PUASA, DAN ISTIQAMAH

Assalamualaikum wrwb.
       Saudaraku yang dirahmati Allah, mari kita syukuri anugrah Allah, karena pertolongan dan kasih sayang-Nya kita sehat afiat dan dapat menjalani puasa hingga hari ke enambelas. Semoga puasa kita diterima oleh Allah. Shalawat dan salam mari kita wiridkan pada Baginda Rasulullah Muhammad saw, keluarga dan para sahabat. Semoga syafaat beliau kelak memayungi kita di akhirat ketika tidak ada lagi manfaatnya harta dan anak-anak kita, kecuali kita yang datang sowan menghadap Allah dengan hati yang suci (QS. Al-Syu’ara:89).
       Saudaraku, di bulan suci Ramadlan, Allah mengawali penurunan Al-Qur’an, yang ditujukan untuk memberi petunjuk pada manusia agar mampu membedakan antara yangbhaq dan yang batil, yang makruf dan yang munkar (QS. Al-Baqarah: 185). Al-Qur’an juga dimaksudkan untuk menjadi obat untuk menyembuhkan berbagai penyakit yang mendera manusia agar mampu menangkap kasih sayang (rahmat) dari Allah Rabbul ‘Izzah (QS. Al-Isra’:82).
       Al-Qur’an juga dimaksudkan untuk mempersatukan perbedaan di antara kaum muslim yang berbeda pandangan.
كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ وَأَنزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ وَمَا اخْتَلَفَ فِيهِ إِلَّا الَّذِينَ أُوتُوهُ مِن بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ فَهَدَى اللهُ الَّذِينَ آمَنُوا لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَاللهُ يَهْدِي مَن يَشَاءُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
“Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan) maka Allah mengutus para Nabi sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputuaan di angara manusia tengang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tengang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus” (QS. Al-Baqarah:213).
       Pendek kata, Al-Qur’an adalah panduan hidup agar perjalanan hidup manusia bisa mengikuti jalan yang lurus (الصراط المستقيم). Al-Qur’an juga disebut sebagai panduan akhlaq manusia, agar menjadi hamba Allah yang baik, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah saw. Ketika sahabat bertany kepada ‘Aisyah ra, tengang bagaimana akhlaq Rasulullah saw, Aisyah menjawab:
 أن السيدة عائشة رضى اللّه عنها سئلت عن أخلاق النبى صلى الله عليه وسلم فقالت : كان خلقه القرآن رواه مسلم وغيره.
Sesungguhnya tuan putri ‘Aisyah ra ketika ditanya tentang akhlaq Nabi saw, ‘Aisyah berkata: “Akhlaq beliau (Rasulullah saw) adalah Al-Qur’an” (Riwayat Muslim).
       Saudaraku, Al-Quran awalnya diturunkan pada bulan Ramadlan, dan sempurna diturunkan membutuhkan waktu 22 tahun, 2 bulan, dan 22 hari. Karena itu tanggal 17 Ramadlan diperingati sebagai hari turun ya Al-Qur’an (nuzul al-Qur’an). Agar supaya kita bisa hidup istiqamah dalam jalur kebaikan, kita dianjurkan berdoa memohon kepada Allah ‘Azza wa Jalla:
اللهم صل على سيدنا محمد وعلى ال سيدنا محمد
َاللَّهُمَّ وَفِّقْنِيْ فِيْهِ لِمُوَافَقَةِ الْأَبْرَارِ وَ جَنِّبْنِيْ فِيْهِ مُرَافَقَةَ الْأَشْرَارِ وَ آوِنِيْ فِيْهِ بِرَحْمَتِكَ إِلَى (فِيْ ) دَارِ الْقَرَارِ بِإِلَهِيَّتِكَ يَا إِلَهَ الْعَالَمِيْنَ
 “Ya Allah limpahkanlah kasih sayang-Mu pada junjungan kami Muhammad, dan keluarga junjungan kami Nabi Muhammad. Ya Allah, anugrahilah kepada kami di bulan ini agar supaya bisa bergaul dengan orang-orang yang baik, dan jauhkanlah aku di dalamnya dari bergaul dengan orang-orang jahat. Berilah aku perlindungan di bulan ini dengan rahmat-Mu sampai ke alam Akhirat. Demi keesaan-Mu wahai Tuhan semesta Alam”.
       Saudaraku, mari kita bersama-sama saling mengingatkan supaya ibadah puasa kita sempurna, kita berikhtiar agar hidup kita berkah, iman viagra pas cher kita bertambah dan hidup istiqamah, termasuk dalam melanggengkan dzikir kita dan membaca, memahami, menghayati makna dan pesan Al-Qur’an, agar hidup kita selalu dalam panduan dan perunjuk Al-Qur’an.
 Insya Allah hidup kita akan berlimpah keberuntungan dan keberkahan. Allah ‘Azza wa Jalla mengingatkan dalam QS. Fuşşilat:30,
ان الذين قالوا ربنا الله ثم استقاموا تتنزل عليهم الملاءكة ألا تخافوا ولا تحزنوا وأبشروا بالجنة التي كنتم توعدون
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. (QS. Fushshilat:30).
       Saudaraku, semoga Allah senantiasa menolong kita, menjaga kita dalam keadaan sehat afiat, panjang umur, dan dapat menyempurnakan ibadah puasa kita, istiqamah untuk melanggengkan dzikir kepada-Nya, sehingga kita mampu merasakan lezat dan ketenteraman hati kita, sehingga dapat mencicipi kebahagiaan yang sejati. Surga memang kelak di akhirat, namun ketika kita mampu menangkap dan merasakan irisan surga dari Allah dalam hidup kita, kita akan hidup bahagia, nyaman, dan tenteram. Selamat memperingati hari Nuzul al-Qur’an, semoga kita senantiasa dirahmati Allah dengan Al-Qur’an.
Allah a’lam bi al-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.
Ngaliyan Semarang, 11/6/2017.

PUASA, PENUTUP AIB, DAN SIKAP QANAAH

Assalamualaikum wrwb.
       Saudaraku, mari kita syukuri anugrah dan karunia Allah, yang telah dilimpahkan pada kita semua. Hanya karena anugrah-Nya, kita sehat afiat hingga puasa di hari ke-12 ini. Semoga kita makin bersih atau kalaupun belum bersih, Allah menutup aib dan kekurangan kita, dan kita makin qana’ah (menerima pemberian Allah) dengan ikhlas dan ridha.
       Shalawat dan salam mari kita wiridkan untuk Baginda Rasulullah saw, keluarga, dan para sahabat. Semoga kasih sayang dan syafaat Rasulullah saw itu meluber pada kita, juga nanti di akhirat.
       Saudaraku, di puasa hari ke-12 kita dianjurkan untuk berdoa memohon kepada Allah, agar kita menjadi hamba yang bersih dari dosa, atau setidaknya mohon ditutupi segala macam aib kita, yang sering berpura-pura baik, atau bersandiwara dan tampil baik padahal sesungguhnya banyak sekali kesalahan dan aib kita. Sekiranya Allah tidak menutupi aib kita, susah membayangkannya, karena yang tampak adalah aib dan keburukan kita.
بسم الله الرحمن الرحيم اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أل سيدنا محمد اَللَّهُمَّ زَيِّنِّيْ فِيْهِ بِالسِّتْرِ وَ الْعَفَافِ وَ اسْتُرْنِيْ فِيْهِ بِلِبَاسِ الْقُنُوْعِ وَ الْكَفَافِ وَ احْمِلْنِيْ فِيْهِ عَلَى الْعَدْلِ وَالإِنْصَافِ وَ آمِنِّيْ فِيْهِ مِنْ كُلِّ مَا أَخَافُ بِعِصْمَتِكَ يَا عِصْمَةَ الْخَائِفِيْنَ
“Dengan Asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ya Allah limpahkan kasih sayang pada junjungan kami Nabi Muhammad,  dan keluarga  junjungan kami Nabi Muhammad, Ya Allah, mohon hiasilah aku di dalam (bulan Ramadlan) ini dengan penutup aib dan kesucian. Tutupilah diriku di dalamnya dengan pakaian kecukupan dan kerelaan diri. Tuntunlah aku untuk senantiasa bersikap adil dan insaf (sadar). Selamatkanlah aku dari segala sesuatu yang aku takuti dengan Perlindungan-Mu, wahai tempat bernaung bagi mereka yang ketakutan”.
       Saudaraku, manusia adalah tempatnya khilaf dan lupa. Dalam ungkapan bahasa Arab, سمي الانسان لكثرة نسيانه  artinya “disebut manusia karena banyak lupanya”. Bahkan Rasulullah saw menegaskan كل بني أدم خطاءون وخير الخطاءين التوابون  artinya “setiap anak cucu Nabi Adam adalah orang-orang yang sering berbuat kekeliruan, dan sebaik-baik orang-orang yang berbuat kekeliruan adalah orang yang bertaubat”.
      Seandainya aib kita dibuka oleh Allah ‘Azza wa Jalla, betapa diri kita terlalu banyak, bahkan mungkin tinggi menjulang menutupi keberadaan diri kita. Nyaris tanpa terlewatkan, dari waktu ke waktu kita selalu berbuat kesalahan. Karena pada hakikatnya, ketika kita berbuat kesalahan atau aniaya kepada orang lain, adalah medhalimi diri kita sendiri. Dalam urusan materi, kita ini apabila dalam kekurangan selalu mengeluh, dan ketika menerima keuntungan atau rizqi, sering lupa kepada Allah Dzat Yang Maha Memberi rizqi, bahkan terima kasih pun lupa.
       Saudaraku, selain kita disarankan untuk menjadi hamba yang shalih, qana’ah, kita juga sebaiknya bisa berbuat adil dan sadar. Karena titipan lebih dari Allah pada kita, apakah itu ilmu, jabatan, atau harta, apabila kita tidak memiliki prinsip, niat, usaha dan komitmen yang kuat untuk bisa adil dan insaf, maka dengan mudah terjebak ke dalam prilaku yang dhalim dan tidak adil. Kalau sudah ditimpa kedhaliman, maka kegelapan mata hati akan mendominasi fikiran dan prilaku kita.
     Semoga ibadah puasa kita hingga hari ke-12 ini, mampu menjadikan diri kita terbarukan dalam pola fikir dan pola sikap kita, sehingga  dengan demikian kita bisa menirukan dan mewujudkan kasih sayang Allah dengan cara menyayangi dan menyantuni hamba-hamba Allah yang sangat membutuhkannya.
      Allah a’lam bi sh-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.
Semarang, 7/6/2017.

MERAWAT SIKAP TAWAKKAL DAN RENDAH HATI

Assalamualaikum wrwb.
     Saudaraku, mari kita syukuri anugrah Allah, hari ini kita sudah berada di hari ke sepuluh bulan penuh berkah, semoga sepertiga awal Ramadlan makin meningkat rasa kasih sayang kita siapa saja yang ada di bumi ini. Rasulullah saw memerintahkan: ارحموا من في الارض يرحمكم من في السماء  artinya “sayangilah orang-orang yang ada di bumi ini, maka Yang di langit akan menyayangi kamu”. (Riwayat al-Bukhari).
Shalawat dan salam mengiringi shalawat Allah dan para Malaikat. Mari terus kita senandungkan pada Baginda Rasulullah saw, keluarga, sahabat, dan pengikut setia beliau.
Semoga syafaat beliau akan memayungi kita di akhirat nanti.
       Kita perlu menyadari bahwa ibadah yang kita laksanakan setiap hari, tidak bisa menjadi jaminan kita masuk surga. Meskipun kita diciptakan di dunia ini, tujuannya hanya satu, yaitu beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Sementara Allah memerintah pada kita untuk bergegas untuk mendapatkan maghfirah (ampunan) dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa (QS. Ali ‘Imran: 133). Namun dalam riwayat Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda: “Tidak ada amal saleh seorang dari kalian yang bisa menyebabkan masuk surga”. Para sahabat bertanya: “Dan engkau juga tidak bisa, Ya Rasulullah?”. Beliau menjawab: “Aku juga tidak bisa, kecuali bila Allah melimpahkan anugrah dan rahmat-Nya”.
       Dalam riwayat yang lain, Jabir berkata, aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Amal shaleh seseorang dari kalian tidak bisa menyebabkan masuk surga, dan tidak bisa menyebabkan terlempar ke neraka. Aku juga tidak bisa, kecuali dengan rahmat dari Allah”.
       Riwayat Abdurrahman bin ‘Auf mendapati hadist dari Aisyah r.a. istri Nabi saw berkata, Rasulullah saw. bersabda:
“Istiqamahlah kamu, bertaqarrublah kamu dan bergembiralah kamu, sesungguhnya tidak ada amal seorang pun yang bisa menyebabkan masuk surga”. Para sahabat bertanya: “Termasuk engkau juga tidak bisa Ya Rasulullah?”. Beliau menjawab: “Aku pun tidak bisa, kecuali bila Allah melimpahkan rahmat-Nya. Karena itu beramallah kalian, sesungguhnya amal yang paling disukai Allah adalah yang langgeng meskipun sedikit”. (Riwayat al-Bukhari).
       Ilustrasi dan kutipan di atas menunjukkan agar kita dalam beribadah dapat menjalankannya dengan khusyu’ dan penuh tawakkal, tidak hanya sekedar berorientasi mendapatkan surga Allah. Rasulullah saw sudah menunjukkan dengan tegas, agar kita hanya menginginkan rahmat dan kasih sayang Allah. Di hari ke sepuluh di bulan Ramadlan ini, kita dianjurkan untuk berdoa memohon kepada Allah sebagai berikut:
بسم الله الرحمن الرحيم اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آل  سيدنا محمد
اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِي فِيْهِ مِنَ الْمُتَوَكِّلِيْنَ عَلَيْكَ، وَاجْعَلْنِي فِيْهِ مِنَ الْفَائِزِيْنَ لَدَيْكَ، وَاجْعَلْنِي فِيْهِ مِنَ الْمُقَرَّبِيْنَ اِلَيْكَ، بِاِحْسَانِكَ يَا غَايَةَ الطَّالِبِيْنَ .
“Dengan Asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Ya Allah limpahkan kasih sayang-(Mu) pada junjungan kami Muhammad, dan keluarga junjungan kami Muhammad, Ya Allah, jadikan kami di dalam (bulan Ramadlan) ini golongan orang yang bertawakkal kepada-Mu, jadikan kami orang-orang yang beruntung di keharibaan-Mu, jadikan kami di dalamnya orang-orang yang dekat kepada-Mu dengan kebaikan-Mu, Wahai Tujuan orang-orang yang mencari (Keridlaan-Mu)”.
       Saudaraku, bertawakkal atau berpasrah diri, memang sederhana dan mudah diomongkan. Akan tetapi tidak mudah dijalankan, apalagi ditanamkan dalam sikap keseharian. Sikap tawakkal secara psikologis mempunyai makna dan fungsi yang sangat penting, yakni sebagai pengendali jiwa kita supaya tidak mengalami stress dan frustasi. Lebih dari itu, tawakkal juga menjadi sistem pengendali diri kita, jangan sampai tertanam sebijih dzarrahpun sifat dan sikap ujub (mengagumi diri sendiri) dan sum’ah (agar didengar dan diketahui orang lain). Karena sifat tersebut akan melahirkan sikap sombong, takabbur, dan angkuh yang menjadi bibit atau benih kesyirikan kepada Allah. Allah menggambarkan sifat Rasulullah saw :
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ.
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya” (QS. Ali ‘Imran :159).
        Karena itu, orang yang beriman secara benar kepada Allah indikasinya adalah makin bertambah sikap tawakkalnya kepada Allah. Sikap tawakkal adalah kepasrahan total yang berarti menunjukkan sikap kerendah-hatian seorang hamba. Sebagai hamba keberadaannya sangat kecil dan sangat membutuhkan kasih sayang dan anugrah Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ. الانفال ٢
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal” (QS. Al-Anfal:2).
      Syeikh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandary mengingatkan dengan bahasa yang sangat halus: “Siapa yang merasa dirinya tawadlu’, berarti ia adalah orang yang takabbur. Sebab adanya anggapan diri tawadlu’ tidak akan muncul kecuali dari sikap tinggi hati. Maka, saat Anda menyandang keagungan (tinggi hati) itu pada diri, berarti Anda benar-benar orang yang sombong.”
        Karena itu, bergantunglah hanya kepada Allah semata. Amalan kita sunggguh sangat tidak ada artinya apa-apa. Mengapa, “Salah satu tanda bergantungnya seseorang pada amalnya adalah kurangnya raja’ (harapan pada rahmat Allah) tatkala ia mengalami kegagalan (dosa).” Demikianlah nasihat Ulama sufi kenamaan as-Sakandari.
 Setiap waktu kita dianjurkan untuk memohon agar semua kebutuhan hidup kita dicukupi oleh Allah, dengan senandung dzikir: حسبنا الله ونعم الوكيل نعم المولى ونعم النصير  artinya “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung. Allah sebaik-baik pelindung, dan Allah sebaik-baik Penolong”.
       Saudaraku, semoga kita dengan telah menjalani piasa Ramadlan sepuluh hari pertama, hati dan fikiran kita makin istiqamah dan makin bersikap tawakkal, dan terjauhkan dari sifat-sifat sombong, takabbur, dan congkak, tetapi makin tawadlu’ dan rendah hati, sebagai hamba Allah. Dengan demikian kita makin dapat menyayangi sesama dan makhluk Allah yang lainnya. Dan Yang di langit akan menyayangi kita.
      Allah a’lam bi sh-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.

PUASA DAN “MEMANUSIAKAN” ANAK YATIM DAN ORANG MISKIN

Assalamualaikum wrwb.
       Alhamdulillah wa sy-syukru LiLlah, segala puji hanya milik Allah, mari kita syukuri karunia dan nikmat yang telah dilimpahkan pada kita, keluarga, anak-anak dan saudara kita. Semoga kenikmatan itu bertambah keberkahan hidup kita di bulan suci Ramadlan, kita bisa menyempurnakan ibadah kita, baik ibadah murni (mahdlah) maupun ibadah sosial terutama kebendaan (maliyah ijtima’iyah).
       Shalawat dan salam mari kita senandungkan pada Baginda Rasulullah Muhammad saw, keluarga, dan para sahabat yang adil. Semoga syafaat beliau kelak akan membantu meringankan beban kita di akhirat.
       Saudaraku, seandainya boleh dan bisa memilih, kita tentu  ingin lahir dari keluarga kaya, berkecukupan, berlimpah rizqi, dan berumur panjang. Sayangnya, Allah menentukan jatah nasib, orang tua, umur, dan rizqi, kita tidak ada yang tahu. Ada banyak rahasia, hikmah, wisdom, yang Allah berikan kepada kita, yang kita akan tahu ketika mengalami proses panjang, dan akhirnya Allah hang menunjukkan jati diri kita itu seperti apa, bagaimana perjalanan hidup kita, dan akan menuju kemana.
       Ibadah puasa merupakan saat melakukan perenungan, tadabur, menanyakan kepada Allah. Karena itu, puasa memang ibadah yang sangat individual, dalam arti hanya dirinya yang tahu dan tentu saja Allah yang Maha Mengetahui baik yang ghaib maupun yang tampak, agar kita “mampu” setidaknya melakukan kontemplasi untuk mendapatkan makna hidup dan makna puasa tersebut, apakah ada kaitannya dengan ibadah sosial kita.
       Saudaraku, puasa kita di bukan Ramadlan, pahalanya tidak akan sampai, ibarat gaji tidak bisa “dicairkan” sebelum orang yang berpuasa membayar zakat fitrah tepat pada waktunya. Rasulullah saw mengingatkan:
 عن جرير بن عبد الله رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ( شهر رمضان معلق بين السماء والأرض ولا يرفع إلى الله إلا بزكاة الفطر) .
Riwayat dari Jarir bin Abdillah ra, sesungguhnya Nabi saw bersabda: “(Pahala puasa) bukan Ramadlan digantung antara langit san bumi dan tidak akan dinaikkan kepada Allah kecuali dengan (membayar) zakat fitrah”.
       Karena itu, orang yang puasa wajib membayar zakat fitrah, dan tentu saja zakat mal bagi yang sudah memiliki lebih dari bagas minimal kepemilikan (nishab) dan rentang waktu kecukupan dalam setahun (haul). Itu pun waktunya dibatasi sebelum shalat Idul Fitri.
       Saudaraku, di hari ke-8 kita puasa Ramadhan 1438 hijriah ini, kita dianjurkan berdoa memohon kepada Allah sebagai berikut:
بسم الله الرحمن الرحيم اللهم صل على سيدنا محمد و على آل سيدنا محمد
اَللَّهُمَّ ارْزُقْنِي فِيْهِ رَحْمَةَ اْلاَيْتَامِ، وَاِطْعَامَ الطَّعَامِ، وَاِفْشَاءَ السَّلاَمِ، وَصُحْبَةَ الْكِرَامِ، بِطَوْلِكَ يَا مَلْجَاَ اْلاَمِلِيْنَ .
“Dengan Asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ya Allah limpahkan kasih sayang-Mu untuk junjungan kami Nabi Muhammad saw, dan juga atas keluarga junjungan kami Muhammad, Ya Allah, anugerahkan kepada kami di dalam (bulan suci Ramadhan)-nya, untuk mengasihi anak-anak yatim, memberi (mereka) makan, menebarkan salam dan bersahabat dengan orang-orang yang mulia dengan keutamaan-Mu, wahai Tempat Bernaung orang-orang yang berharap”.
       Terhadap anak-anak yatim Rasulullah saw mengingatkan kita sebagai berikut. Dari Sahl bin Sa’ad ra.  dia berkata: Rasulullah saw. bersabda:
 أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِى الْجَنَّةِ هكَذَا  وأشار بالسبابة والوسطى وفرج بينهما شيئاً
“Aku dan orang yang menanggung anak-anak yatim (balasannya) di surga seperti ini”, kemudian beliau saw mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau saw, serta agak merenggangkan keduanya. (Riwayat Al-Bukhari).
       Dalam QS. Al-Ma’un ayat 1-2 Allah mengingatkan kepada kita:
 أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ.  فَذَٰلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ.
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin” (QS. Al-Ma’un:1-3).
       Ada yang memahami dengan puasa, kita akan merasakan lapar. Meskipun tentu beda lapar orang yang sengaja dengan niat berpuasa, dengan orang yang lapar karena tidak memiliki persediaan yang akan dimakan. Kebutuhan dasar manusia, yang namanya makan dan minum, tidak bisa ditunda. Bahkan seandainya, ditunda maka yang terjadi adalah kematian, maka apapun yang ada, meskipun itu bangkai umpamanya atau yang dalam situasi normal diharamkan, maka dalam situasi darurat boleh dimakan. Sejalan dengan kaidah:
الضرورات تبيح المحظورات
“Keadaan darurat itu membolehkan sesuatu yang semula dilarang”.
       Mengapa acuh tak acuh dan tidak peduli terhadap anak yatim dan orang-orang miskin ini diposisikan sebagai sifat dan sikap mendustakan agama? Ini menunjukkan bahwa kesempurnaan keberagamaan kita itu, tidak cukup hanya dengan ibadah mahdlah yang bersifat vertikal saja, akan tetapi justru harus dibuktikan dengan amaliah sosial-kebendaan (مالية اجتماعية ) demi kemanusiaan. Mengapa? Karena mereka adalah hamba dan ciptaan Allah yang hatus dihormati dan diperhatikan, agar keberlangsungan hidup dan tumbuh dengan senang bisa terwujud.
      Saudaraku, mumpung di bulan Ramadlan, yang penuh keberkahan, maka kita sisihkan sebagian rizqi kita untuk menyelamatkan mereka, sekaligus memanusiakan mereka dan juga diri kita sendiri. Kita sendiri, jika tidak mempedulikan
saudara-saudara kita yang yatim dan fakir miskin, berarti kita tidak memanusiakan diri kita sendiri. Apakah kita akan berbangga-bangga dengan harta kita, sementara hati, penglihatan, dan pendengaran kita telah kehilangan “kepekaaan” atas nasib san keadaan saudara kita. Mari kita renungkan Firman Allah:
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ. الاعراف ١٧٩
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka memounyai hati, tetapi tisak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai. Ata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah). Dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai” (QS. Al-A’raf:179).
       Semoga hati kita makin peka dan sensitif dan tergerak untuk menyelamatkan anak-anak yatim dan para fakir miskin, kita bisa dengan ikhlas ulurkan tangan memenuhi kebutuhan mereka, agar mereka dapat menjalani hidup dengan keimanan dan ketaqwaan. Karena mereka adalah saudara kita yang membutuhkan uluran kita, dan sekaligus melalui mereka juga Allah hendak “menguji” kita apakah masih pantas dan layak disebut sebagai manusia, atau sudah merndahkan diri kita lebih rendah dari pada binatang ternak? Semoga kita tidak dimasukkan Allah ke dalam golongan para pendusta agama.
       Allah a’lam bi sh-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.