PUASA DAN ISTIQAMAH DAWAM ADZ-DZIKR

http://menwithoutwork.com/

Assalamualaikum wrwb.
       Saudaraku yang disayangi Allah, mari kita syukuri anugrah Allah, karena sayang-Nya kita sehat afiat. Kita doakan saudara kita yang sedang sakit baik yang sedang dirawat di rmah sakit maupun yang di rumah rawat jalan, segera disembuhkan oleh Allah. Sakit memang bisa mengena siapa saja, karena sakit adalah bagian dari “ganjaran” Allah kepada manusia, karena itu adalah bagian dari kaaih sayang-Nya juga. Shalawat dan salam mari kita senandungkan pada Rasulullah saw, keluarga dan sahabat beliau. Semoga syafaat beliau kelak memayungi kita di akhirat.
       Di hari yang ke tujuh ini, bagi orang yang beriman rasanya fisik kita sudah terlatih, karena itu kita diingatkan agar terus melanggengkan dzikir dan amalan-amalan yang bisa menyempurnakan ibadah puasa kita, seperti tadarus Al-Qur’an dan menghidupkan malam puasanya dengan shalat tarawih, qiyamullail, dan bertadabbur atas kebesaran Allah. Kita diingatkan dan dianjurkan untuk berdoa sebagai berikut:
اَللَّهُمَّ أَعِنِّيْ فِيْهِ عَلَى صِيَامِهِ وَ قِيَامِهِ وَ جَنِّبْنِيْ فِيْهِ مِنْ هَفَوَاتِهِ وَ آثَامِهِ وَ ارْزُقْنِيْ فِيْهِ ذِكْرَكَ بِدَوَامِهِ بِتَوْفِيْقِكَ يَا هَادِيَ الْمُضِلِّيْنَ
“Ya Allah, tolonglah aku untuk berpuasa dan qiyamullailnya (shalat malam) serta jauhkan aku dari (perbuatan) kesia-siaan dan perbuatan dosa. Anugrahi (berilah rizqi) aku di dalamnya dengan dawam (langgeng)-nya ingat (berdzikir) pada-Mu dengan taufiq-Mu wahai Dzat yang memberikan petunjuk pada orang-orang yang tersesat”.
      Saudaraku, hari ke tujuh adalah bagian dari sepuluh hari pertama, yang merupakan bagian kasih sayang Allah. Akan tetapi karena kesibukan kita yang boleh jadi meningkat, bisa berdampak semangat untuk meningkatkan kualitas puasa kita dan amalan untuk menyempurnakan puasa, cenderung mengalami penurunan.
       Iman sebagaimana kata Abu al-Hasan al-Asy’ary, imamnya penganut faham Ahlus Sunnah wal Jama’ah, bisa bertambah dan bisa menurun sejalan dengan frekuensi dan volume amal sosial kita yang baik atau yang shaleh. Karena musti kita sadari, amal sosial adalah bagian ibadah yang tidak kalah penting dari nilai ibadah ritual (mahdlah) kita kepada Allah. Karena amal sosial seperti menyediakan takjil pada orang yang puasa, memberikan zakat, infaq, dan sadaqah kepada saudara kita yang berkekurangan, adalah sama halnya menyayangi hamba dan ciptaan-Nya.
Rasulullah saw pun selalu mengingatkan, meskipun Anda mampunya memberikan hanya sebiji kurma, seteguk susu, atau bahkan air putih, itu akan menyempurnakan ibadah puasa kita. Kalau Allah menjanjikan kelipatan pahala hingga 70 kali lipat, itu artinya makin banyak kita menebar atau menyemai kebaikan, maka jaminannya adalah hidup kita makin bermakna, makkn bermanfaat, dan makin berkah. Dan itu artinya investasi kita menjadi manusia yang baik (خير الناس انفعهم للناس) semakin bertambah, karena hidup kita bermanfaat bagi orang lain.
       Mari kita hiasi kualitas keberagamaan kita dengan menjaga lisan kita – yang meskipun secara fisik bau tidak enak, karena tidak.makan dan minum dari fajar –  agar tetap wangi dan harum laksana wangi dan harumnya minyak misik (kasturi). Demikian juga kita jaga tangan “kekuasaan” kita dari tindakan atau perlakuan kita agar tidak menimbulkan sakit hati atau menyakitkan perasaan orang-orang yang menjadi tanggung jawab kekuasaan kita.
       Di tengah kegalauan kita sebagai bagian dari Bangsa besar Indonesia yang kita cintai, rasanya kita perlu memiliki komitmen untuk melaksanakan perintah Allah, agar saling mengingatkan dalam menjalankan kebenqran dan kesabaran (QS. Al-‘Ashr:3). Juga termasuk kepada para pemimpin yang sudah sama-sama kita amanati, untuk menegakkan hukum secara adil. Janganlah sampai mereka yang benar justru dikuyo-kuyo bahkan dengan mencari-cari dalih dengan berbagai alibi, sementara yang bersalah cenderung dibela-bela dan dilindungi.
      Berlaku adil memang mudah diomongkan tetapi tidak mudah dilaksanakan. Kita semua mustinya sadar bahwa berlaku adil adalah pesan inti kemanusiaan yang lintas agama, lintas budaya, dan lintas etnis. Adil diposisikan sebagai instrumen untuk memuliakan sesama manusia, sesama ciptaan Allah Yang Membeei hidup dan kehidupan kita. Setiap perlakuan dhalim yang kita lalukan, pasti Allah akan membalasnya entah kapan itu akan terjadi. Berbuat adil itu lebih dekat kepada taqwa (QS. Al-Maidah:8). Karena itu kalau misalnya Anda menyimpan kebencian kepada seseorang atau suatu kaum, janganlah korbankan dan pertaruhkan amanat jabatan Anda untuk berbuat kedhaliman sekecil apapun. Karena “Tuhan tidak tidur” atau “Gusti Allah ora sare”. Semua prilaku kita, lebih pasti akan terekam dengan baik. Apalagi doanya orang yang teraniaya pasti dikabulkan oleh Allah (دعاء المظلوم مستجابة).
       Saudaraku, mari kita bersama-sama saling mengingatkan supaya ibadah puasa kita sempurna, kita berikhtiar agar hidup kita berkah, iman kita bertambah dan hidup istiqamah, termasuk dalam melanggengkan dzikir kita. Insya Allah hidup kita akan berlimpah keberuntunhan dan keberkahan. Allah ‘Azza wa Jalla mengingatkan dalam QS. Fuşşilat:30,
ان الذين قالوا ربنا الله ثم استقاموا تتنزل عليهم الملاءكة ألا تخافوا ولا تحزنوا وأبشروا بالجنة التي كنتم توعدون
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. (QS. Fushshilat:30).
       Saudaraku, semoga Allah senantiasa menolong kita, menjaga kita dalam keadaan sehat afiat, panjang umur, dan dapat menyempurnakan ibadah puasa kita, istiqamah untuk melanggengkan dzikir kepada-Nya, sehingga kita mampu merasakan lezat dan ketenteraman hati kita, sehingga dapat mencicipi kebahagiaan yang sejati. Surga memang kelak di akhirat, namun ketika kita mampu menangkap dan merasakan irisan surga dari Allah dalam hidup kita, kita akan hidup nyaman insyaa Allah.
Allah a’lam bi al-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.

PUASA DAN LEZATNYA BERDZIKIR

Assalamualaikum wrwb.
       Saudaraku, segala puji hanya milik Allah. Mari kita syukuri anugrah dan kasih sayang Allah, karena hari ini kita sudah puasa di hari keempat. Semoga kita nanou terus menerus menyinambungkan dzikir kita kepada Allah. Shalawat dan salam mari kita wiridkan untuk Rasulullah Muhammad saw, keluarga, dan para sahabat beliau. Semoga Allah ‘Azza wa Jalla melimpahkan kasih sayang pada kita khususnya nanti di hari akhirat melalui syafaat beliau.
       Rasulullah saw menjelaskan bahwa aroma mulut orang yang berpuasa, lebih wangi dari aroma wangi minyak kasturi (misik). Ini karena semestinya, lisan orang yang berpuasa, adalah lisan yang selalu berdzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Setiap saat kita dianjurkan untuk senantiasa melanggengkan dzikir kita kepada Allah. Perintah shalat saja tujuannya asalah agar selalu ingat kepada Allah (QS. Thaha:14).
Bahkan kita berdoa memohon kepada Allah, agar ditolong untuk mau dan mampu berdzikir kepada Allah.
اللهم اعنا على ذكرك وشكرك وحسن عبادتك
“Ya Allah, tolonglah kami agar kami selalu berdzikir kepada-Mu, mensyukuri (nikmat)-Mu, dan beribadah dengan sebaik-baiknya kepada-Mu”.
Kita diperintah oleh Allah untuk senantiasa berdzikir dan me-Mahasucikan Allah, agar hidup kita tenang dan lapang.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللهَ ذِكْرًا كَثِيرًا.  وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا. الاحزاب ٤١-٤٢.
“Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihkah kepada-Nya di waktu pagi dan petang” (QS. Al-Ahzab: 41-42).
      Allah akan melimpahkan kasih sayang-Nya kepada para hamba-Nya yang rajin berdzikir, sebagaimana Firman-Nya:
هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلَائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُم مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا
“Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunna untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman” (QS. Al-Ahzab:43).
       Karena orang yang lisannya selalu berdzikir, maka hatinya akan makin membuncah rasa cintanya kepada yang dicintainya. Dalam ungkapan berbahasa Arab dinyatakan:
من احب شيئا كثر ذكره
“Barangsiapa mencintai sesuatu, maka dia akan banyak menyebut-nyebutnya”.
       Tak ubahnya, anak muda yang sedang kasmaran dan dimabuk cinta, maka ia akan selalu menceritakannya kepada temannya, bahkan teman yang mendengarnya sampai bosan.
 Bahkan orang yang senantiasa berdzikir, ia akan terbawa sampai pada alam bawah sadarnya. Ini bisa disaksikan, ketika seseorang yang tidur, lalu ada kejadian yang menyentak atau mengagetkannya, maka alam bawah sadarnya akan reflek mengatakan kebiasaan dzikirnya, apakah itu bacaan tasbih (سبحان الله), tahmid (الحمد لله), atau takbir (الله اكبر).
       Saudaraku, pada puasa Ramadlan hari keempat, kita dianjurkan berdoa sebagai berikut:
بسم الله الرحمن الرحيم اللهم صل على سيدنا  محمد و على آل سيدنا محمد
اَللَّهُمَّ قَوِّنِي فِيْهِ عَلَى اِقَامَةِ اَمْرِكَ، وَاَذِقْنِي فِيْهِ حَلاَوَةَ ذِكْرِكَ، وَاَوْزِعْنِي فِيْهِ لاَِدَاءِ شُكْرِكَ بِكَرَمِكَ، وَاحْفَظْنِي فِيْهِ بِحِفْظِكَ وَسَتْرِكَ، يَا اَبْصَرَ النَّاظِرِيْنَ
“Dengan menyebut Asma Allah Yang Maha Pengasih dan maha Penyayang, Ya Allah, limpahkanlah kasih sayang pada junjungan Kami Muhammad dan keluarga junjungan kami Muhammad, Ya Allah kuatkan kami di dalam (bulan Ramadhan) ini untuk melaksanakan perintah-Mu, dan berikan  (kemampuan) merasakan lezat manisnya mengingat-Mu, berikan kami kemampuan di dalam (Ramadlan) ini, memenuhi kesyukuran dan kemuliaan-Mu, jaga kami dengan penjagaan dan tirai-Mu, Wahai Dzat yang paling Melihat dari orang-orang yang melihat”.
       Berdzikir adalah indikasi kecerdasan seseorang, karena orang yang cerdas (اولوا الالباب) dia sensitif dan rendah hati. Ia selalu berdzikir baik dalam keadaan berdiri, duduk, dan berbaring, dan senantiasa bertafakkur merenungkan ciptaan Allah langit, bumi, dan segala macam isinya (QS. Ali Imran:191).
      Berdzikir akan menjadikan hati kita sensitif dan peka, karena kecintaan kepada Allah, akan memancar kecintaan kita kepada hamba-hamba dan makhluk ciptaan-Nya yang lainnya. Ulama sufi, yang suatu saat bajunya diikuti seekor semut dari Masjid di mana ia menjalankan ibadah, ia merasa wjaib mengembalikannya ke masjid, agar tidak mengganggu ekosistem. Karena tidak ada ciptaan Allah di muka bumi ini yang sia-sia (QS. Ali Imran:192).
      Berdzikir menjadikan hati orang yang melakukannya menjadi tenang, tenteram, dan thuma’ninah. Allah Azza wa Jalla mengingatkan kita:
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللهِ أَلَا بِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ.  الرعد ٢٨
“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram, dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram” QS. Al-Ra’du: 28).
        Saudaraku, kiranya kutipan di atas cukup untuk meyakinkan dan memangabkan hati kita untuk memanfaatkan setiap hembusan nafas kita, setiap detak jantung kita, untuk senantiasa berdzikir kepada Allah. Dan di situlah, kita akan mematrikan niat dan ikhtiar kita bahwa di akhir hayat kita kita mampu mengucapkan dengan penuh keyakinan, bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.
ففي الحديث الصحيح عن معاذ بن جبل قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : من كان آخر كلامه لا إله إلا الله دخل الجنة. رواه أبوداود والحاكم
Dalam hadits shahih dari Muadz bin Jabal berkata, Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa akhir ucapannya adalah لا اله الا الله  maka ia masuk surga” (Riwayat Abu Dawud dan al-Hakim).
      Semoga kita termasuk hamba-hamba Allah yang senantiasa mampu berdzikir kepada Allah, diberi kecerdasan mengingat-Nya, dan kita mampu menjalani hidup ini dengan penuh ketenangan dna ketenteraman serta ketawadluan. Allah akan senantiasa menyayangi dan mengasihi kita. Kala Allah mengasihi kita, maka semua kebutuhan kita akan dicukup oleh Allah SWT.
Allah a’lam bi sh-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.

PUASA MELATIH KEDERMAWANAN

Assalamualaikum wrwb.
      Saudaraku, tidak terasa kita sudah memasuki hari ketiga puasa di bulan Ramadlan ini. Mari kita syukuri anugrah Allah, kita sehat afiat, berpuasa, dan tetap beraktifitas sebagaimana biasa, bahkan lebih produktif, karena tidak disibukkan oleh urusan makan dan minum. Meskipun bau mulut kurang nyaman, tetapi secara hakiki, dihitung lebih wangi dari minyak kasturi (misik).
       Shalawat dan salam mari kita senandungkan untuk Baginda Rasulullah Muhammad saw, keluarga, dan para sahabat. Semoga kita makin mencintai beliau, dan terus berkomitmen meneladani sunnah beliau, dan kelak di akhirat syafaat beliau akan melindungi kita.
       Saudaraku, para Ulama mengajarkan kepada kita, di hari ketiga, setelah kita merasakan nikmatnya puasa selama dua hari, kita setidaknya bisa menyadari bahwa harta itu bukan segala-galanya, meskipun segala sesuatu membutuhkan harta. Karena itulah dalam kajian pemikiran Hukum Islam (Ushul Fiqh), harta itu merupakan salah satu kebutuhan primer manusia, yang apabila sama sekali tidak terpenuhi, maka akan mendatangkan madlarat dan kerusakan bagi manusia. Akan tetapi harta hanyalah sebagai instrumen, alat, atau wasilah, agar hidup manusia berjalan normal dan wajar, dan dapat melaksanakan ibadah dengan baik, karena kebutuhan dasarnya terpenuhi.
        Doa yang dimohknkan kepada Allah ‘Azza wa Jalla di hari Ketiga bulan Ramadhan adalah sebagai berikut:
بسم الله الرحمن الرحيم اللهم صل على  سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد
اَللَّهُمَّ ارْزُقْنِي فِيْهِ الذِّهْنَ وَالتَّنْبِيْهَ، وَبَاعِدْنِي فِيْهِ مِنَ السَّفَاهَةِ وَالتَّمْوِيْهِ، وَاجْعَلْ لِي نَصِيْبًا مِنْ كُلِّ خَيْرٍ تُنْزِلُ فِيْهِ، بِجُوْدِكَ يَا اَجْوَدَ اْلاَجْوَدِيْنَ
“Dengan menyebut Asma Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Ya Allah, limpahkan kasih sayang kepada junjnhan kami Muhammad, dan keluarga junjungan kami Muhammad, Ya Allah, anugrahkan rizqi padaku di dalamnya pengetahuan (hati yang jernih) dan kesadaran, jauhkan aku di dalamnya dari kebodohan dan kepalsuan, dan jadikan padaku bagian dari setiap kebaikan yang diturunkan di dalamnya dengan kedermawanan-Mu wahai Yang Maha Dermawan dari semua yang dermawan (Mafâtihul Jinân: bab 2).
      Saudaraku, Allah ‘Azza wa Jalla melipatgandakan pahala ibadah sosial kita di bulan suci Ramadlan. Sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah saw: “Barangsiapa yang beribadah pada bulan Ramadhan dengan satu perbuatan sunnat, maka pahalanya seperti pahala ibadah wajib pada bulan-bulan lainnya. Barangsiapa yang melakukan satu ibadah wajib di dalamnya, maka pahalanya sama dengan melakukan tujuh puluh ibadah wajib pada bulan-bulan lainnya. Bulan Ramadhan adalah bulan kesabaraan, dan pahala sabar adalah surga. Bulan Ramadhan adalah bulan keleluasaan (untuk beribadah), dan bulan di mana rizki setiap mukmin ditambahkan. Barangsiapa memberikan (makanan, minuman, dlsb. untuk) buka kepada orang yang sedang berpuasa pada bulan Ramadhan, maka baginya akan diampuni dosa-dosanya, akan dibebaskan dari sentuhan api neraka. Baginya pahala sebagaimana pahala yang diterima oleh orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang yang berpuasa tersebut. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, tidak semua dari kami dapat memberikan makanan dan minuman berbuka untuk orang yang berpuasa?” Rasulullah saw bersabda: “Allah akan memberikan pahala tersebut juga kepada yang memberikan berbuka kepada orang yang sedang berpuasa sekalipun hanya dengan sebiji kurma, seteguk air atau sedikit susu” (Riwayat Ibnu Khuzaimah).
       Saudaraku, kita semestinya menyadari dengan kita menjalani ibadah puasa, bahwa kebutuhan kita hanyalah makan, minjm, dan pakaian sewajarnya. Selebihnya, harta kita akan bermakna dalam perjalanan panjang hidup kita di akhirat nanti, adalah yang kita sedekahkan kepada orang lain. Terlebih lagi apabila kita bisa menyisihkan untuk sedekah jariyah, seperti membangun masjid, mushalla, rumah sakit, madrasah, TPQ, jalan raya, dan lain-lain, maka setiap tempat dan fasilitas umum tersebut digunakan oleh orang lain, maka selama itu pula, kita akan mendapatkan pahala secara terus menerus berkesinambungan.
       Pada akhir Ramadlan, kita dan seluruh keluarga diwajibkan membayar zakat fitrah dan zakat mal, bagi yang sudah memiliki lebih dari satu nishab (melebihi 85 gram mas/penghasilan pertahun) dan rentang waktu ketercukupan dalam satu tahun. Ibadah puasa kita nanti, akan diterima oleh Allah SWT, apabila sudah dibayar zakat fitrah dan zakat malnya. Rasulullah saw mengingatkan kita:
 عن جرير بن عبد الله رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ( شهر رمضان معلق بين السماء والأرض ولا يرفع إلى الله إلا بزكاة الفطر) .
Riwayat dari Jarir bin Abdullah ra, sesungguhnya Nabi saw bersabda : “(Pahala Puasa) bulan Ramadlan digantung di antara langit dan bumi, dan tidak diteruskan kepada Allah, kecuali dengan (dibayar) zakat fitrahnya”.
       Dalam Sunan Abi Dawud dijelaskan,
وقد ثبت في سنن أبي داود (1609) عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما قَالَ : ( فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ) وحسنه الألباني في صحيح سنن أبي داود
Riwayat dari Ibnu Abbas ra. berkata, Rasulullah saw memfardlukan (mewajibkan) zakat fitrah untuk mensucikan orang yang puasa dari (ucapan dan perbuatan) sia-sia dan ucapan jorok (rafats) untuk memberi makan orang-orang miskin). Dihasankan olehnAl-Albany dalam Shahih Sunan Abu Dawud.
       Saudaraku, kiranya dari ilustrasi di atas, sangat jelas dan tegas, bahwa ibadah puasa sejatinya adalah nasehat dan pembelajaran pada kita, agar kita menjadi hamba Allah yang dermawan. Selain pahalanya yang dijanjikan Allah juga berlipat ganda, adalah karena harta akan memiliki makna yang berarti adalah manakala harta itu kota sedekahkan pada orang lain atau untuk lembaga untuk kepentingan umum, terlebih untuk kaum fakir miskin. Semoga kita makin dermawan dan makin ikhlas mengulurkan tangan kita kepada orang-orang yang sangat membutuhkan. Waffaqana Allah ila aqwam th-thariq wa ahaqq s-sabil.
       Allah a’lam bi al-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.

DUGDERAN, WARAK NGENDOK, DAN SYIAR RAMADLAN

Assalamualaikum wrwb.

Saudaraku, marilah kita syukuri anugrah dan kasih sayang Allah, hari ini kita sehat afiat, menghirup udara segar gratis, dan dapat melaksanakan aktifitas kita hari ini. Semoga Allah memberkahi umur kita di bulan Sya’ban ini dan diberi kesemapatan untuk menyambut hadirnya bulan suci Ramadhan, bulan penuh berkah, ampunan, dan kasih sayang. Shalawat dan salam mari kita senandungkan mengiringi shalawat Allah dan para malaikat pada Baginda Rasulullah Muhammad saw, keluarga, sahabat, dan pengikutnya. Semoga segala kesulitan kita jika ada, diberi kemudahan, jalan keluar, dan terselesaikan dengan  baik.

Hari ini, Kamis, 25/5/2017 jam 16.00 digelar kirab budaya “Islam” dugderan, yang dipusatkan di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT). Apa sesungguhnya dugderan dan filosofi atau pesan penting dari makna dugderan bagi masyarakat Jawa Tengah, khususnya Kota Semarang? Dugderan (menurut wikipedia.org) merupakan festival untuk menandai dimulainya ibadah puasa di bulan Ramadlan yang diadakan di Kota Semarang. Perayaan yang telah dimulai sejak masa kolonial ini,  dipusatkan di daerah Simpang Lima. Perayaan dibuka oleh wali kota dan dimeriahkan oleh sejumlah mercon dan kembang api (nama “dugderan” merupakan onomatope dari suara letusan). Sejak ada MAJT, rute perjalanan menuju ke MAJT, dan di sanalah ada upacara pelaksanaan Prosesi Dugderan tingkat Provinsi Jawa Tengah.

Dalam prosesi dugderan, diawali dengan ucapan selamat datang oleh Pengageng MAJT, laporan Kanjeng Bupati Raden Mas Tumenggung Aryo Purboningrat (Walikota Semarang) dilanjutkan Penyerahan Suhuf Halaqah kepada Kanjeng Raden Mas Haryo Probo Kusumo (Gubernur Jawa Tengah). Kanjeng Raden Mas Haryo Probokusumo (Gubernur Jawa Tengah) menyampaikan sambutan, dilanjutkan pengumuman Suhuf Halaqah – yang isinya adalah tentang pengumuman mulainya dilaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan hasil halaqah para Ulama – dilanjutkan dengan pemukulan Bedhug , diakhiri dengan doa.

Saudaraku, Kirab budaya ini dimulai di halaman balaikota Semarang Jawa Tengah. Kirab diikuti oleh peserta dari berbagai kalangan, sekolah, organisasi masyarakat dan lain-lain. Tak ketinggalan pula dari kami Paguyuban Tri Tunggal Semarang. Paguyuban Tri Tunggal Semarang mendapatkan undangan resmi dari Dinas Pariwisata Kota Semarang. Kirab budaya ini juga diselenggarakan di beberapa daerah, di Kudus namanya Dhandhangan, di Demak disebut Megengan, dan di Jepara dikenal dengan Baratan (ibid.).

Apabila kita cermati, dugderan, dhandhangan, megengan, dan baratan, adalah kirab budaya yang merupakan kreasi para leluhur, untuk mengolaborasikan antara pesan sakral keagamaan, berupa akan hadirnya bulan suci Ramadhan dengan tradisi dan kearifan lokal. Di sinilah kepiawaian para Ulama dan Para Pejabat (Pengageng) waktu itu, dan ini menunjukkan bahwa antara lama dan Umara, memang harus menyatu, kompak, dan guyub rukun dalam upaya mengemban amanat yang sama, mencerdaskan bangsa, baik spiritual, emosional, dan tentu intelektual.  Alhamdulillah tradisi yang baik atau “sunnah hasanah” atau “bid’ah hasanah” ini masih terus dirawat, diuri-uri, dan diteruskan sebagai “warisan budaya dan kearifan lokal spiritual” yang  memberikan makna positif kepada masyarakat, yang makin hari makin “sempoyongan” akibat serbuan budaya sekuler barat yang hedonis, materialis, dan konsumeristik.

Rasulullah saw mengingatkan kepada kita, “Dua kelompok manusia, apabila keduanya baik, maka masyarakat akan baik, dan apabila keduanya rusak, maka masyarakat pun akan rusak”, yakni Ulama dan mara’. Dalam riwayat yang lain disebut “Fuqaha’ dan Umara’” (Riwayat Abu Naim dari Ibnu Abbas).  Saudaraku, tugas Ulama adalah sebagai ahli waris para Nabi, yang memiliki tugas profetik yaitu menjaga urusan agama dan mengatur urusan dunia. Urusan agama, menjadi tugas para Ulama, dan urusan dunia, ekonomi, politik, social, dan budyaa, menjadi tugas pemerintah, agar masyarakat terpenuhi kebutuhannya, hidup nyaman, tenteram, dan bahagia. Tugas utama pemerintah atau umara’, adalah menjalankan amanat dari rakyatnya dan menjalankan hukum secara adil. Dengan keadilan inilah maka masyarakat merasa aman dan nyaman. Karena wanti-wanti Rasulullah saw, apabila tidak ada keadilan Umara’, maka sungguh manusia akan saling memangsa. Dan ini akan memantik terjadinya koflik sosial terbuka, Na’udzu biLlah. Kita semua berharap bangsa besar ini selalu dalam keadaan aman, terkendali, dan makin menyatu di dalam keragaman,  Ika di dalam ke-Bhinnekaan.

Karena itulah, dikembangkan symbol warak ngendok. Warak ngendok (bahasa Indonesia: warak bertelur) adalah mainan yang selalu dikaitkan dengan perayaan Dugderan, suatu festival rakyat di Kota SemarangJawa Tengah yang diadakan di awal bulan Ramadlan untuk menyambut, memeriahkan, sekaligus sebagai upaya dakwah. Kata “warak” sendiri (menurut wikipedia.org) berasal dari bahasa arab, “wara’a” bentuk ajektifnya wira’i yang berarti suci atau terhindari dosa kecil dan dosa besar. Orang yang wira’i harus menjauhi perbuatan yang makruh (dilakukan tidak berdosa, tetapi ditinggalkan mendapat pahala). Dari pola hidup wira’i inilah, seseorang dilambangkan ngendok (bertelur) sebagai hasil pahala yang didapat seseorang setelah sebelumnya menjalani proses suci. Secara harfiah, warak ngendog dapat diartikan: siapa saja yang menjaga kesucian di bulan Ramadan, kelak di akhir bulan akan menerima pahala di hari lebaran (ibid.).

Saudaraku, syiar Ramadlan memang benar-benar luar biasa. Semua pihak dari yang pejabat, para Ulama, para pedagang, bahkan semua lapisan masyarakat, dapat dipastikan akan berlimpah keberkahan. Bahkan termasuk yang tidak beragama Islam pun, ikut merasakan dan menikmati keberkahan. Konsumsi masyarakat yang seharusnya terjadi efisiensi, namun yang terjadi sebaliknya. Maka harga-harga sembako dan barang konsumsi lainya, sudah merangkak naik, dan ini tentu perlu upaya serius pengawalan oleh pemerintah, agar laju inflasi bias dikendalikan. Para ulama yang pada tanggal 23/5/2017 sudah dilatih di Bank Indonesia, diharapkan dapat ikut memberikan pencerahan kepada masyarakat, agar jika belanja tidak berburu keinginan, akan tetapi sesuai kebutuhan. Karena jika tidak terkendalikan, maka harga-harga barang akan melaju kencang dan inflasi menjadi tidak mudah dikendalikan. Ujung-ujungnya, para spekulan dan “para penimbun barang” yang akhirnya diuntungkan.

Semoga, Allah memberkahi kita semua, diberi kekuatan dan keringanan di dalam menjalankan ibadah puasa secara khusyu’, ikhlas, dan mampu memuasakan fisik jasmani, indra, dan ruh kita, dan kita dimasukkan ke dalam golongan hamba-hamba Allah yang pandai bersyukur, makin berkualitas iman dan taqwa kita, dan tambahan perbekalan kita menuju perjalanan dalam keabadian semakin banyak. Mari kita uri-uri tradisi budaya kolaborasi pesan Ramadhan dan manusia suci (ala warak ngendog) dalam ikhtiar menjaga al-Islam shalihun li kulli zaman wa makan.  Artinya “Islam itu selaras dengan ruang dan waktu”. Kita jaga nilai lama yang aik, dan kita ambil nilai baru yang lebih baik.

       Allah Rabbuna wa al-Musta’an, in uridu illa al-ishlah ma istatha’tu wa ma taufiqi illa biLlah, Allah a’lam bi sh-shawab. HasbunaLlah wa ni’ma l-wakil ni’ma l-maula wa ni’ma n-nashir. Marhaban ya Ramadhan, Selamat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan, insya Allah kita akan mengakhiri menjadi hamba-hamba Allah yang fitrah dan suci, karena telah disiram oleh penyejuk pengamampunan Allah ‘Azza wa Jalla.

Wasaalamualaikum wrwb.

AKREDITASI PRODI, INNOVASI, DAN KEPERCAYAAN MASYARAKAT

Assalamualaikum wrwb.
     Saudaraku yang disayangi Allah, marilah kita syukuri karunia dan nikmat Allah. Hanya karena kasih sayang Allah dan inayah-Nya kita sehat afiat, bisa memulai aktifitas kita hari ini dengan baik. Shalawat dan salam mari kita wiridkan pada Kanjeng Rasulullah Muhammad saw, kelatga, dan para sahabat. Semoga kita mendapat syafaat beliau di hari akhirat.
     Saudaraku, Alhamdulillah, setelah beberapa tahun yang lalu prodi Ilmu Agama Islam (IAI) S2 akreditasi A, dan Program Doktor (S3) Ilmu Agama Islam tahun 2016 juga terakreditasi A, amanat dan kepercayaan masyarakat makin bertambah besar. Peminat makin banyak, pendaftar juga bertambah. Tidak kurang dari 80 doktor telah lahir dari rahim Pascasarjana UIN Walisongo Semarang.
       Sejalan dengan perkembangan ilmu dan tuntutan spesifikasi keilmuan, belum lama Pascasarjana UIN Walisongo mengirim borang atau portofolio untuk tujuh Prodi Baru untuk diakreditasi. UIN Walisongo yang mengusung visi sebagai Perguruan Tinggi Islam Riset terdepan berbasis kesatuan ilmu (unity of science) untuk kemanusiaan dan peradaban, terus berbenah untuk menjngkatkan kualitas penyelenggaraan baik sarana kampus maupun layanan pendidikannya.
       Hari inj, program studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (IAT) Strata 2 Pascasarjana UIN Walisongo menerima visitasi dua orang asesor dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan UIN Alauddin Makasar. Visitasi tentu dilalukan setelah hasil desk evaluation dipandang cukup memadai dan karena itu visitasi untuk memverifikasi kesesuaian antara borang dengan sarana prasarana dan proses penyelenggaraan pendidikan yang tersedia. Sudah barang tentu diharapkan Prodi IAT yang baru ini, akan makin mengokohkan kinerja atau performance UIN Walisongo sebagai Rumah Besar Kebangsaan yang berkomitmen pada Islam Moderat berbasis ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Kami berharap visitasi ini akan menghasilkan nilai atau peringkat yang membanggakan, mengingat yang lain sudah terakreditasi A baik S2 maupiun S3.
       Pascasarjana UIN Walisongo terus melakukan inovasi yang sejak lama sudah menjadi pelopor. Program S2 Wakaf dan Ilmu Falak merupakan distingsi yang dipercaya dan ditunjuk oleh Direktorat PTKIN (Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri) Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kementerian Agama RI. Melalui Program 5.000 Doktor, Pascasarjana UIN Walisongo tahun ini setelah saya konfirmasi kepada Kasubdit Ketenagaan Direktorat PTKIN Dr Syafii, masih dipercaya sebagai penyelenggara Beasiswa Penuh Program Doktor Ilmu Falak, dan Ilmu Agama Islam konsentrasi Manajemen Halal dan Hukum Keluarga (Ahwal al-Syakhshiyah). Tentu ini amanat dan kepercayaan yang mulia, meskipun berat tetap harus dijalankan dengan sebaik-baiknya. Apalagi untuk konsentrasi Manajemen Halal, ini merupakan innovasi baru yang tampaknya masih menjadi konsentrasi paling awal dan pertama di Indonesia.
   Saudaraku, meskipun di negeri ini mayoritas penduduknya menganut agama Islam, tetapi soal sertifikasi halal ini, masih relatif sangat minim. UU No. 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal memang sudah lahir setelah hampir 9 (sembilan) tahun “jalan di tempat” di Senayan. Badan Pengelola Jaminan Produk Halal (BPJPH) konon juga masih dalam proses pembentukan dan pengisian personalia yang akan mengurusnya.
      Saudaraku, tugas para ilmuwan, akademisi, dan guru besar adalah melakukan innovasi, kreasi baru, dan kritis menyikapi berbagai perkembangan yang terjadi. Karena itulah, ungkapan bijak berbahasa Arab mengatakan,
الفضل للمبتدي وان أحسن المقتدي
“Keutamaan itu adalah bagi perintis (orang yang memulainya) meskipun – mungkin – pengikutnya lebih baik”.
       Kreasi dan innovasi merupakan sesuatu yang “mahal” karena memang seorang leader dituntut untuk kreatif dan innovatif, agar lembaganya tidak terdampar pada “kemapanan” yang sangat mungkin menjebak pada “kejumudan” dan berarti nuansa kampus siap-siap untuk meredup.
      Bagi Indonesia soal jaminan produk halal sesungguhnya sudah sangat mendesak. Bukan hanya UU-nya sudah ada, tetapi jaminan dan kepastian halal produk yang beredar di pasaran, merupakan kewajiban bukan hanya agama, tetapi juga kesehatan dan kehalalan. Karena dari perspektif ekonomi menjadi atensi industri besar tetapi masih perlu tindakan affirmatif bagi industri kecil, karena lebih melihat dari sisi agama. Padahal impak ekonomi dari sertifikasi halal ini sesungguhnya sangat menjanjikan. Negara-negara yang notabene sekuler yang justru berebut mendeklarasikan sebagai negara produk halal karena mereka membidik sebagai distansi wisata halal.
      Sivitas akademika UIN Walisongo dan maayarakat berharap akreditasi semua prodinya terutama di Pascasarjana, mencapai peringkat maksimal, dan kepercayaan masyarakat pada Kampus Moderat dan Kampus Kebangsaan akan semakin membuncah dan menggembirakan. Dan tentu saja Pascasarjana UIN Walisongo sebagai agen pembangunan dan agen pembaharuan pemikiran bisa tersemai dengan baik, dan.mampu menghasilkan sumber daya manusia yang mampu mengisi proses pembangunan manusia Indonesia yang bervisi kemanusiaan dan peradaban dunia bisa diwujudkan.
       NKRI yang kita cintai ini membutuhkan manusia yang berintegritas, beriman dan bertaqwa yang terampil, kompeten, dan berdaya saing tinggi, berbasis kesatuan ilmu, dan mimpi membangun peradaban dan kemanusiaan model Walisongo dalam mewujudkan baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafur dapat diwujudkan. Semoga Allah menunjukkan jalan dan perjuangan para hamba-Nya yang berjuang keras di jalan-Nya. Sebagaimana janji-Nya:
والذين جاهدوا فينا لنهدينهم سبلنا وان الله لمع المحسنين
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-‘Ankabut: 69).
Allah a’lam bi sh-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.

MENYIAPKAN GENERASI ULU L-ALBAB

Assalamualaikum wrwb.
       Saudaraku, mari kita syukuri anugrah dan kasih sayang Allah pada kita, untuk meningkatkan iman dan taqwa kita yang lebih berkualitas, sebagai satu-satunya bekal kita menghadap kepada-Nya. Shalawat dan salam mari kita senandungkan pada Baginda Rasulullah saw, keluarga, sahabat, dan pengikutnya. Semoga syafaat beliau kelak akan memayungi kita ketika kita membutuhkannya.
     Allah Swt menjadikan kita sebagai makhluk yang secara jasmani dirancang sebagai ciptaan yang terbaik (QS. Al-Tin: 4). Tetapi setiap saat bisa meluncur turun ke derajat yang serendah-rendahnya. Kecuali mereka yag beriman dan beramal shalih (QS. Al-Tin: 5-6). Karena itu, karunia akal dan hati yang diberikan kepada kita harus digunakan dengan sebaik-baiknya, agar kita mampu memahami petunjuk dan anugrah-Nya dengan baik, dan kita berusaha menjadi hamba-Nya yang cerdas (اولوا الالباب).
       Pertama, kita harus mampu memfungsikan berbagai macam bagian dari tubuh kita jasmani dan rohani dengan sebaik-baiknya.
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ.  الاعراف ١٧٩
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai” (QS. Al-A’raf:179).
       Saudaraku, untuk itulah supaya kita tidak tersesat seperti binatang ternak, karena gagal memfungsikan hati dan indra kita, maka kita perlu memahami bagaimana sesungguhnya kriteria atau kualifikasi cerdas (اولوا الالباب) menurut Al-Qur’an. Pertama, orang-orang yang menjauhi thaghut dan kembali kepada Allah.
وَالَّذِينَ اجْتَنَبُوا الطَّاغُوتَ أَن يَعْبُدُوهَا وَأَنَابُوا إِلَى اللهِ لَهُمُ الْبُشْرَىٰ فَبَشِّرْ عِبَادِ.  الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللهُ وَأُولَٰئِكَ هُمْ أُولُو الْأَلْبَابِ. الزمر ١٧-١٨.
“Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembahnya dan kemnali kepada Allah, bagi mereka berita gembira. Sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku. Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal”. (QS. Al-A’raf:17-18).
      Kata الباب  adalah bentuk jamak dari kata tunggal لب yang artinya kecenderungan akal fikiran yang hanya mengarah pada kebaikan. Karena itu saya cenderung menggunakan kata cerdas. Berbeda dengan penggunaan akal fikiran untuk ketidakbaikan, namanya tidak cerdas, tetapi licik atau kelicikan.
      Kedua, seseorang yang senantiasa berdzikir dalam berbagai kesempatan dan merenungkan tentang ciptaan Allah di langit dan di bumi.
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِّأُولِي الْأَلْبَابِ.  الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.  ال عمران ١٩٠-١٩١.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang tersapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka” (QS. Ali ‘Imran: 190-191).
      Dari kutipan di atas dapat kita fahami bahwa untuk menjadi generasi ulul albab yang memiliki kecerdasan menurut Al-Qur’an adalah pertama, berbasis pada iman dan pengabdian kepada Allah SWT. Kedua, menjauhi thaghut dan juga tidak menyembahnya. Ketiga, senantiasa ingat dan berdzikir kepada Allah agar selalu dekat dan dengan demikian terjauhkan dari prilaku maksiyat kepada-Nya. Keempat, senantiasa berfikir, merenungkan, dan bertadabbur atas ciptaan Allah, agar menjadi hamba yang rendah hati, tawadlu’, dan terhindar dari egoisme, ananiyah, ‘ujub, riya, dan takabbur. Kelima, berusaha menjadi pendengar yang baik atau aktif mendengarkan pendapat siapapun dan berusaha mengikuti yang baik.
     Saudaraku, mumpung sebentar lagi masuk bulan suci Ramadhan, bulan penuh kasih sayang, berkah, dan ampunan (maghfirah) dari Allah, mari kita ikuti nasihat Al-Qur’an tersebut. Semoga kita digolongkan sebagai hamba-hamba Allah yang cerdas, ulul albab, yang bisa memberi manfaat pada banyak orang, dan bisa menjadi manusia yang lebih baik.
Allah a’lam bi al-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.

KALA BERAGAMA LAKSANA GENGGAM BARA

Assalamualaikum wrwb.
      Saudaraku, mari kita tidak henti-hentinya mensyukuri anugrah dan kasih sayang Allah yang kita terima. Semoga dengan kita bersyukur, Allah akan menambah kenikmatan-Nya pada kita. Shalawat dan salam semoga tercurah pada Rasulullah saw, keluarga, para sahabat, dan pengikutnya. Semoga syafaat beliau kelak akan memayungi kita di akhirat kelak, dan hati kita makin mencintai beliau.
      Indonesia merupakan negara yang mayoritas warganya memeluk agama Islam. Bahkan merupakan negara yang penduduk muslimnya terbesar di dunia. Pada masa kerajaan Islam di nusantara sebelum kemerdekaan, Islam yang semula dibawa oleh para pedagang, Islam diterima secara menyeluruh dan merupakan panduan hidup (Islam is way of life) untuk meraih kebahagiaan hidup dunia akhirat. Di Aceh misalnya, dan di Jawa masa pemerintahan Sultan Agung hukum Islam telah diberlakukan secara menyeluruh. Di Wajo misalnya, hukum waris menggunakan hukum Islam dan hukum adat. Keduanya menyatu, dan hukum adat menyesuaikan diri kepada hukum Islam. Sultan Agung pun menyebut dirinya sebagai Abdul Rahman Khalifatullah Sayyidin Panatagama.
       Keadaan demikianlah yang oleh Van den Berg disebutnya dengan teori Receptie in Complexu. Artinya hukum Islam diterima secara menyeluruh. Kita dapat mencatat Statuta Batavia 1642 bahwa sengketa warisan antara orang Islam diselesaikan menurut hukum Islam yang sudah digunakan dalam kehidupan sehari-hari. DW Freijer menyusun Compendium sebagai buku panduan tentang hukum perkawinan dan kewarisan Islam. BJD Clootwijk menyusun Pepakem Cirebon dan Muharrar (Mogharrair) untuk Sulawesi Selatan. Nuruddin ar-Raniry menulis Shirat al-Mustaqim 1628, dan digunakan sebagai pegangan umat Islam di seluruh nusantara. Syeikh Arsyad al-Banjari menulis Syarah dari Shirat al-Mustaqim dengan judul Sabil al-Muhtadin yang menjadi panduan di Kesultanan Banjar (Surjaman, 1991:72).
     Sejak 1882 melalui Staatblad No 152/1882 Belanda mulai melakukan pengawasan terhadap jalannya hukum Islam. C van Vollenhoven (1874-1933) dan C Snouck Hurgronje (1857-1936) membuat teori baru Receptie. Intinya, hukum yang berlaku bagi orang Islam adalah hukum adat mereka masing-masing. Hukum Islam dapat diterima sepanjang diterima oleh hukum adat. Hukum adatlah yang menentukan ada tidaknya hukum Islam. Karena itu teori Receptie ini oleh Hazairin disebut sebagai teori iblis.
      Saudaraku, boleh jadi berawal dari “intervensi” Snouck Hurgronje ini, ketakutan terhadap Islam berkembang dan berkepanjangan. Tampaknya hingga sekarang pun Hurgronje-nian ini masih banyak dan bahkan makin bertambah. Dari sini tampaknya berkembang ke arah Islamophobia. Bahkan sekarang ini, fenomena Islamophobia sudah mendunia. Beberapa waktu lalu, ketika saya mendapat kehormatan menjadi salah satu narasumber dalam seminar internasional tentang Islam dan Tantangan Kontemporer di Amman Yordania 27-29/4/2017  Islamophobia ini menjadi salah satu isu global yang dilancarkan oleh beberapa negara besar dunia. Sampai-sampai negeri paman yang katanya campoin demokrasi, “harus” membuat “alibi” dengan membentuk ISIS (Islamic State for Irak and Syria) yang “ditugasi” untuk membentuk negara Islam atau daulah Islamiyah di Irak dan Syiria sebagai markasnya, dan melakukan ekspansi ke seluruh dunia. Tujuannya, melalui kekerasan, kebiadaban, pembunuhan, dan segala bentuk kejahatan lainnya, asalah untuk “merusak dari dalam terhadap ajaran dan eksistensi Islam, yang isinya kedamaian, keselamatan, dan kemanusiaan yang rahmatan lil alamin.
    Islam tidak pernah mengajarkan kekerasan dan pemaksaan untuk memeluk agama. Islam mengajarkan kasih sayang, kelembutan, persaudaraan, persamaan, saling menghormati, saling menyayangi, saling tolong menolong, dan mengedepankan keadilan. Kepentingan politik atau kekuasaan, yang kemudian tidak jarang berusaha merusak citra dan nilai Islam, seperti yang dilakukan oleh ISIS yang menebar kekerasan, tidak berprikemanusiaan, dan jauh dari nilai dan substansi ajaran Islam.
      Saudaraku, berpegang teguh pada ajaran Nabi saw saat ini sungguh amat berat, laksana menggenggam bara api.
Riwayat dari sahabat Anas bin Malik ra, Rasulullah saw bersabda:
يَأْتِى عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيهِمْ عَلَى دِينِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ
“Akan datang pada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti halnya orang yang menggenggam bara api.” (HR. Tirmidzi no. 2260. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan, hadits ini hasan).
      Dalam Kitab Tuhfatul Ahwadzi dijelaskan bahwa pada zaman tersebut, orang yang berpegang teguh pada agamanya, hingga meninggalkan dunianya, ujian dan kesabarannya begitu berat. Ibaratnya seperti seseorang yang menggenggam bara api. Orang yang tidak mampu menggenggam bara api, tangannya bisa terbakar. Orang yang iman dan Islamnya tidak kuat, lantaran makin merajalelanya kemaksiatan di sekelilingnya, pelaku maksiat pun begitu banyak dan terang-terangan, kebenaran menjadi terpinggirkan bahkan disalahkan, kebohongan karena masih seolah-olah menjadi kebenaran, kefasikan pun semakin tersebar luas secara sistematis, dan orang melakukan ajaran agamanya tersudutkan.
        Karena itulah, kita perlu melakukan usaha, ikhtiar, untuk dapat memahami, menghayati, dan mangamalkan ajaran agama kita, seperti yang Rasulullah saw ajarkan dan tuntunkan pada kita. Pada saat Rasulullah saw melaksanakan dakwah juga mengalami kesulitan yang jauh lebih berat dari pada sekarang. Karena itu, beliau wanti-wanti kepada kita agar kita memiliki kesiapan dan kesabaran yang ekstra, agar kita tetap konsisten dan komitmen, syukur bisa hidup istiqamah.
        Seseorang tidaklah mungkin mampu menggenggam bara api, kecuali dia memiliki kesabaran ekstra dan kekuatan iman yang luar biasa. Apapun risiko yang harus kita hadapi dan tanggung, urusan agama dan beragama, wajib dijaga dan dipertahankan, karena beragama adalah hak yang paling asasi dalam kehidupan manusia, yang tidak boleh diganggu-ganggu oleh siapapun.
Marilah kita cermati penegasan Allah berikut.
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ. فصلت ٣٠
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlahmerasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yangbtelah dijanjikan Allah kepadamu” (QS. Fushshilat:30).
       Semoga kita diberi kekuatan oleh Allah Swt, iman dan taqwa kita makin kuat dan berkualitas, bisa hidup istiqamah, dan saat dipanggil oleh Allah, diberi akhir yang baik dalam keadaan Islam dan husnul khatimah. Amin.
Allah a’lam bi sh-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.

SPIRIT KEBANGSAAN UNTUK PERADABAN DUNIA

Assalamualaikum wrwb.
      Saudaraku, mari kita syukuri anugrah Allah SWT yang terus berlimpah untuk kita. Itu kalau kita mau dan mampu mensyukurinya. Jika hati kita sempit, hati dan perasaan kita, tidka sensitif dan tidak mampu mensyukurinya. Shalawat dan salam mari kita terus senandungkan untuk Rasulullah saw, keluarga, dan para sahabat, mengiringi shalawat Allah dan para Malaikat untuk beliau, sayyid al-anbiya’ wa l-mursalin. Semoga syafaat beliau kelak memayungi kita di akhirat.
      Hari ini, Ahad, 14/5/2017 seluruh alumni UIN Walisongo Semarang dari semua angkatan menggelar Reuni Akbar dan mengusung tema besar Meneguhkan Spirit Kebangsaan untuk Peradaban Dunia. Tema tersebut sangat strategis setidaknya menurut hemat saya karena dua alasan, pertama, ini bagjan dari kampanye visi UIN Walisongo yang berbasis pada unity of science untuk peradaban dan kemanusiaan. Kedua, komitmen seluruh alumni UIN Walisongo, yang berbasis pada spirit dan nilai harmoni. Kolaborasi antara agama dan kearifan lokal (local wisdom) sebagaimana diajarkan dan dipraktikkan oleh 9 (sembilan) wali yang dalam bahasa Jawa disebut dengan Walisongo, yang mengedepankan harmoni, dan spirit kebangsaan (nasionalisme) inklusif, untuk membangun peradaban dunia. Peradaban harmoni Indonesia atau ke-Indonesiaan yang mengedepankan semangat kemanusiaan, kebangsaan, yang dibangun di atas fondasi kebhinnekaan atau keragaman, akan memberikan contoh dan teladan, jika mampu dikembangkan, dirawat, dan dikampanyekan, pada saatnya Indonesia akan menjadi icon penting dunia, dan menjadi kiblat peradaban dunia.
       Perjuangan seluruh rakyat Indonesia dari semua komponen bangsa, yang saling bahu membahu, saling asih, asah, dan asuh, penuh persaudaraan, saling menghormati, sampai pada pintu gerbang kemerdekaan. Kemerdekaan adalah hak setiap bangsa, karena penjajahan sangat tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan keadilan. Indonesia yang mayoritas beragama Islam, dengan spirit kebangsaannya yang inklusif, telah memberikan rambu dan nilai peradaban dan kemanusiaan, terutama yang dilakukan oleh Walisongo, hingga menjadi model kerukunan dan toleransi keberagamaan yang tidak tertandingi di dunia. Hingga Konghucu yang dari leluhurnya sebenarnya tidak termasuk agama, tetapi lebih menonjol sebagai budaya, diakui secara resmi oleh Negara sebagai agama, padahal warganya tidak mencapai 1% (satu persen).
       Pertanyaannya adalah, mengapa Para Alumni UIN Walisongo mengusung tema besar itu? Saudaraku, belakangan ini kita sama-sama menyaksikan bahwa peradaban dunia, sudah dikuasai oleh “keserakahan dan keangkuhan politik” beberapa gelintir negara. Negara paman yang katanya kampiun demokrasi, belakangan justru mempertontonkan praktik dan langkah politik yang rasis dan hegemonik, dan ini akan memicu instabilitas dunia. Kebijakan ini didukung oleh sekutu paling setianya di kawasan Timur Tengah, yang setiap hari menghabisi saudaranya di kawasan Palestina.
      Alibi yang disiapkan untuk merusak image Islam, dibuatlah ISIS atau Islamic State for Irak and Syria. Daulah Islamiyah atau negara Islam pun, dijadikan isu picisan, tetapi dibalut dengan keserakahan politik untuk menghancurkan dari dalam dan juga dari luar, agar seluruh dunia melihat bahwa praktik Islam ala daulah Islamiyah itu adalah seperti yang dilakukan oleh ISIS yang sama sekali tidak ada nilai dan dasar kemanusiaan sama sekali. Tetapi sebaliknya justru dengan tampilan ISIS itulah, peradaban dunia semakin hancur. Karena mereka ini lebih sadis dari binatang. Binatang membunuh lawannya, begitu mati selesai. Tetapi mereka ini mempertontonkan praktik-praktik genosida di depan kamera dan diunggah ke seluruh dunia.
       Lalu di mana letak visi, misi, dan tujuan Islam yang rahmatan lil ‘alamin ditunjukkan. Lebih dari itu, negara besar yang serakah ingin menguasai ladang minyak, gas, dan sumberdaya alam lainnya, sehingga hampir semua negara di kawasan timur tengah dihabisi secara fisik, semua bangunan bersejarah pun hancur berkeping-keping tata dengan tanah, jutaan nyawa melayang sia-sia, termasuk dari warga sipil, ibu-ibu, dan anak-anak yang tidak berdosa pun menjadi korban. Benar-benar tontonan jahiliyah modern dengan senjata modern dan super canggih. Ini masih ditambah dengan daftar praktik diskriminasi dan genosida warga Muslim Rohingnya oleh para tokoh agama tertentu di Myanmar, dan itu pun dilakukan dengan cara biadab. Rumahnya dan hartanya dibakar, bahkan manusianya pun dibakar hidup-hidup. Ironisnya, aktifis hak asasi manusia baik di tingkat regional maupun internasional, pada diam membisu, tak mampu lagi berkata-kata, karena tampaknya keadilan dan kemanusiaan di dunia, hanya tersisa di rak-rak buku perpustakaan, atau di mimbar-mimbar khutbah di tempat ibadah.
       Saudara kita di Palestina, sudah lebih dari setengah abad berjuang untuk menjadi negara merdeka, berdaulat, dan terbebas dari perang. Akan tetapi semua itu, hanya menjadi mimpi dan daftar ilusi, karena apa daya, badan dunia, PBB atau UNO (United Nations Organisation) tampaknya sudah terkooptasi oleh permainan para paman, dan tidak lagi mampu menjadi pemersatu dan penjaga perdamaian dunia.
      Belakangan ini kita menyaksikan dan merasakan “keserakahan politik dari “oknum” pejabat negara di Uni Eropa dan AS, sudah menampakkan permainan dan “intervensi” kepada para pemimpin negeri ini, terkait dengan vonis dua tahun bagi terdakwa penista agama di Jakarta.
      Saudaraku, acara Reuni Akbar UIN Walisongo hari ini, diharapkan tidak hanya sekedar pertemuan kembali para alumni yang biasanya habis untuk hura-hura, haha hihi, penuh dengan tawa canda, saling bertanya berapa anak dan cucu, masih aktif atau sudah pensiun, sudah punya berapa santri pondok pesantrennya, tetapi steering committe dan organizing committe benar-benar dapat membawa acara akbar dan penting ini untuk mengkampanyekan secara massif, canggih, dan terstruktur akan mulia dan pentingnya Meneguhkan Spirit Kebangsaan untuk Peradaban Dunia, yang nyaris kehilangan kemanusiaannya, karena perdamaian hanya menjadi lipservice diplomatik dari meja perundungan satu ke meja perundingan yang lain, tanpa mampu diwujudkan di dunia nyata.
      Saya menyarankan, Rektor dan Ketua Alumni untuk melakukan beberapa hal: pertama, bentuk komisi kampanye perdamaian dunia dengan spirit kebangsaan. Selain menyiapkan draft deklarasi juga membawa  langsung kepada RI 1, Pemimpin negara-negara yang tergabung dalam ASEAN, dan membawa ke Badan Dunia, yakni PBB atau UNO. Kedua, membentuk semacam badan usaha Keluarga Alumni UIN Walisongo, yang dipimpin oleh beberapa orang yang sudah terbukti sukses. Harapannya, untuk melakukan kegiatan usaha di bidang sosial, pendidikan, ekonomi, dan lain-lain.
Ketiga, membentuk divisi hukum dan advokasi yang diharapkan divisi ini akan menyiapkan draft dan nasah akademik, terkait berbagai bentuk ketidak adilan, dan bahkan belakangan ini ada upaya sistematis menjungkirbalikkan pemahaman demokrasi dan toleransi yang seakan-akan demokrasi dan toleransi hanya bisa diakui ketika kelompok minoritas yang menjadi pemimpin.
      Belakangan ini juga makin kental nuansa dimunculkan kemnaki semacam paerasaan ketakutan terhadap Islam yang dalam bahasa sehari-hari disebut dengan islamophobia. Padahal Islam sebagaimana awal mula diturunkan adalah agama perdamaian, ketertiban, dan kasih sayang bukan hanya bagi umat Islam tetapi untuk seluruh penghuni alam raya ini atau rahmatan lil ‘alamin. Boleh jadi hanya karena model pemahaman monopolistik dan tafsir tunggal sebagian umat Islam, dan menafikan pemahaman orang lain, dan dianggap kafir, didukung dengan penampilan yang keras, lalu melahirkan sikap ketakutan terhadap Islam. Inilah yang disebut dengan “gerakan” Islamophobia.
      Sikap dan prilaku para pemimpin negara dalam mengelola  negara ini jika tidak dilakukan secara adil dan berkeadilan, sesuai dengan rambu hukum, apalagi kemudian aparat penegak hukum tidak lagi independen, imparsial, tetapi sudah berpihak pada kelompok tertentu, juga sangat berpotensi besar melahirkan reaksi dari sebagian masyarakat yang bisa memicu radikalisme dan terorisme. Karena itu, siapapun yang menjadi pemimpin baik negeri kita NKRI maupun negara-negara di dunia ini, jika abai terhadap keadilan dan kesamaan di depan hukum, maka yang terjadi adalah saling memusuhi dan saling menghabisi. Dalam bahasa Rasulullah saw,
لولا عدل الامراء لاكل الناس بعضهم بعضا
“Sekiranya tidak ada keadilan para pemimlin (pejabat) sungguh manusia sebagian akan memakan sebagian lainnya”.
Dan tampaknya fenomena ini sudah dengan kasat mata terlihat. Yang terjadi saling bermusuhan dan pada saatnya akan bisa menjadi konflik horizontal. Begitu pecah secara fisik, maka perang saudara pasti di depan mata. Semoga ini tidak pernah akan terjadi.
       Saudara dan Sahabatku, selamat ber-Reuni Akbar. Semoga reuni kali ini Keluarga Alumni UIN Walisongo mampu Meneguhkan Spirit Kebangsaan (Indonesia) guna Memberikan Kontribusi Nyata bagi Terwujudnya Peradaban Dunia yang Berprikemanusiaan. Semoga misi mulia tersebut mampu mengeliminasi Keserakahan Politik dan Ekonomi baik di Tingkat Regional maupun Internasional, sehingga proxy war atau perang tanpa bersenjata yang sudah berlangsung bertahun-tahun dan sudah menguras hampis semua kekayaan alam negara kita Indonesia ini, bisa sedikit berkurang, dan diisi dengan persaudaraan kebangsaan sedunia, tanpa harus mendirikan negara khilafah baru. Dan kita masih nyaman menjadi tuan rumah di negeri sendiri, tidak sebaliknya menjadi abdi di negaranya sendiri. Semoga Allah SWT melindungi kita semua.
      Allah a’lam bi al-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.

SYA’BAN DAN NYADRAN

Assalamualaikum wrwb.
      Saudaraku, alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Tuhan segala penghuni alam raya ini. Hanya karena anugrah dan pertolongan-Nya, kita dalam keadaan sehat afiat, memulai aktifitas kita, yang belajar semoga lebih rajin, yang bekerja tambah semangat, mari kita niatkan ibadah dan sekaligus bekal ibadah. Shalawat dan salam mari kita senandungkna pada Rasulullah saw, keluarga, dan para sahabat. Semoga syafaat beliau kelak akan memayungi kita di akhirat.
       Kita sekarang berada di pertengahan bulan Sya’ban 1438 H, bulan yang baru dari namanya, secara harfiyah artinya “cabang-cabang”. Bulan yang kata Rasulullah saw, adalah bulan beliau. Pada awal bulan Sya’ban, Rasulullah saw pernah bersabda: “Ini adalah hari permulaan Sya’ban yang mulia, Tuhan kita menamainya dengan Sya’ban karena terkumpulnya/terhimpunnya kebaikan-kebaikan di dalamnya, sungguh di bulan ini Tuhanmu membuka pintu-pintu surganya, memperlihatkan/membentangkan kepadamu istana-istana dan kebaikan-kebaikannya dengan membeli harga termurah dan urusan-urusan termudah”.
       Sebentar lagi kita akan mengakhiri bulan Sya’ban, yang dalam kebiasaan Jawa disebut dengan bulan ruwah dari bahasa Arab, arwah, dan memasuki bulan suci Ramadhan.
Para leluhur kita membuat tradisi nyadran, sebagai instrumen pendidikan spiritual untuk menyadarkan siapapun yang setahun bekerja dengan berbagai kesibukannya, agar masih mau menyisihkan dan menyisakan waktu untuk mengingat orang tua dan atau leluhurnya yang sudah meninggal dunia, agar membersihkan, menziarahi makamnya, dan yang paling penting adalah mendoakannya.
       Saudaraku, tidak jarang kita menyaksikan anak yang merasa sudah menjadi orang yang sukses hidupnya, jangankan membersihkan dan menziarahi makam kedua orang tuanya, ketika orang tuanya masih hidup saja sudah tidak mau mengakuinya. Bahkan ketika orang tua berusaha menemuinya, dengan membawa oleh-oleh atau buah tangan dari kampung berupa hasil kebun, anak tersebut dengan teganya mengusir orang tuanya.
      Alkisah ada seorang ibu yang matanya buta sebelah, selalu rajin mengantarkan putranya ke sekolah. Ketika teman-teman anaknya melihat bahwa ibunya matanya buta sebelah, pada mengolok-olok. Lama kelamaan anak ini tidak mau lagi diantar ibunya. Bahkan merasa kecewa, hingga dewasanya pun menganggap bahwa ibunya itu tidaklah ibu kandungnya. SubhanaLlah. Bertahun-tahun anak ini secara lahiriah sukses karir, ekonomi, dan kehidupannya. Dan selama itu pula anak ini tidak mau menemui dan menjenguk orang tua tunggalnya, yang dengan penuh keikhlasan merawat anaknya sebagai single parent karena suaminya mengalami kecelakaan dan meninggal dunia.
      Pada suatu saat, ketika si ibu sudah merasa sudah tidak lama lagi menghirup udara dunia ini, dengan sisa-sisa tenaganya ingin melihat anaknya yang katanya sukses itu, meskipun ia sadar bahwa anaknya itu telah menyia-nyiakannya. Akan tetapi kasih ibu, laksana samudra, yang siap menampung segala macam kotoran, sampah, dan apa saja yang masuk, diterimanya dengan penuh kesabaran. Sesampai di rumah anaknya itu, anak ini pun tetap saja merasa bahwa “saya tidak punya ibu yang buta sebelah matanya”. Diusirlah ibunya ini, dibentak-bentak, dan pembantunya disuruh menyeretnya keluar.
       Akhirnya di tengah kesedihan dan sisa usianya, si ibu ini menulis surat dan dikirimkan kepada anaknya, yang isinya menjelaskan mengapa matanya buta sebelah. Dengan berurai air mata, ibu menulis “Nak, aku ibu kandungmu, memang buta sebelah. Ini karena waktu kamu masih kecil, mengalami kecelakaan, yang menyebabkan mata kamu yang sebelah mengalami kebutaan. Ibu tidak ingin hidupmu nanti menderita, dan diolok-olok temanmu, biarlah ibu donorkan mata ibu untuk kamu. Biar ibu buta sebelah mata, yang terpenting kamu bisa hidup bahagia nak”.
       Begitu anaknya menerima dan membaca tersebut, dengan dada semakin sesak, ia baca kata demi kata, alunan suara khas ibu yang merawat dan membesarkannya dari kecil. Ia tidak kuat menahan air mata dan meledaklah teriakan histeris penuh dosa dan penyesalan, karena ternyata ibunya rela menderita demi kebahagiaan anaknya. Namun, penyesalan itu sudah terlambat, karena ibunya sudah tiada dan berbahagia di alam baqa.
       Saudaraku, kasih ibu tidak berbatas. Semua orang tua berjuang untuk kebahagiaan anaknya. Di saat bulan Sya’ban menjelang Ramadhan inilah, kita diingatkan untuk mengunjungi orang tua kita, baik yang masih hidup atau yang sudah meninggal dunia. Di sinilah, nyadran itu, menjadi bermakna dalam prosesi tahunan kehidupan kita, agar kita masih memiliki kesadaran untuk berdoa bagi orang tua kita.
     Dalam wikipedia.org disebutkan, Nyadran adalah serangkaian upacara yang dilakukan oleh masyarakat Jawa, terutama Jawa Tengah. Nyadran berasal dari bahasa Sanskerta, sraddha yang artinya keyakinan. Nyadran adalah tradisi pembersihan makam oleh masyarakat Jawa, umumnya di pedesaan. Dalam bahasa Jawa, Nyadran berasal dari kata sadran yang artiya ruwah syakban. Nyadran adalah suatu rangkaian budaya yang berupa pembersihan makam leluhur, tabur bunga, dan puncaknya berupa kenduri selamatan di makam leluhur.
       Saya sering menyederhanakan nyadran,  berasal dari kata shadran (صدرا) artinya “dada”. Dada adalah tempatnya hati (قلب) yang artinya berubah-ubah.  Akan tetapi jika qalbu ini baik, maka anggota badan hang lain akan baik, dan apabila qalbu itu buruk, maka anggota badan yang lainnya juga akan baik. Mengapa nyadran? Sebagai bagian dari ketaatan dan hormatnya anak kepada orang tua adalah mendatangi, menziarahi, dan membersihkan makam atau kuburan orang tua atau leluhurnya untuk mendoakan mereka.  Karena ketaatan anak kepada orang tua, tidak terbatas ketika orang tua masih hidup saja, akan tetapi ketika mereka sudah meninggal dunia pun masih harus tetap didoakan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:
اذا مات ابن ادم انقطع عمله الا من ثلاث صدقة جارية او علم ينتفع به او ولد صالح  يدعو له  رواه مسلم
 “Ketika manusia (anak Adam as) meninggal dunia, maka semua amalannya terputus, kecuali tiga hal: sadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakan kepada kedua orang tuanya” (Riwayat Muslim).
      Saudaraku, nyadran adalah perwujudan ajaran ziarah kubur yang diperintahkan oleh Rasulullah saw, yang dikemas dengan bahasa budaya. Rasulullah saw bersabda:
كنت نهيتكم عن زيارة القبور الا فزوروها فانها تذكركم الموت وفي رواية اخرى فانها تذكركم الاخرة رواه الترمذي
“Aku pernah melarang kamu sekalian ziarah kubur, ingat maka berziarah (kubur)-lah, karena sesungguhnya ziarah kubur itu akan mengingatkan kamu sekalian akan mati, dan dalam riwayat yang lain, “akan mengingatkan kalian akan kehidupan akhirat” (Riwayat at-Tirmidzi).
      Tujuan ziarah kubur adalah untuk mengingatkan orang yang berziarah akan mati atau kehidupan akhirat. Dengan mengingat mati dan kehidupan akhirat, seseorang akan pertama, siap memasuki bulan Ramadhan untuk memulai puasa dan melakukan amalan yang terbaik di dalamnya, karena pahala dilipatgandakan. Kedua, dengan mengingat mati dan kehidupan akhirat, maka seseorang kan berusaha secara maksimal untuk menghindari perbuatan salah, maksiyat, dan dosa yang menistakannya di akhirat nanti.
      Kehidupan dunia dalam bahasa Al-Qur’an disebut sebagai  tempat kesenangan yang menipu, sering menjebak manusia untuk menuruti keinginan dan dorongan hawa nafsunya untuk berburu materi duniawi yang hedonis, bahkan menumpuk-numpuknya dan melalaikan manusia akan jati dirinya. Sampai Allah pun mengingatkan manusia, jangan sampai perburuan berlomba paling banyak harta dan. bermegah-megahan melalaikan kamu, hingga kamu masuk dalam kubur  (QS. Al-Takatsur: 1-2).
     Bagi saudaraku yang hingga sekarang masih belum mau menerima soal kebiasaan ziarah kubur atau nyadran ini, bisa saja mendoakannya dari rumah. Apakah doa dari anak atau orang lain bisa sampai kepada orang yang meninggal dunia, bagi Allah itu urusan sepele. Jangankan hanya menyampaikan pahala, menciptakan dari yang tidak ada menjadi ada saja, tinggal kun fa yakun. Smartphone kita sekarang saja, maskh bisa menyimpan orang yang siap menyanyi, meskipun secara fisik sudah mati. Apalagi orang yang menjnggal duna itu, sesungguhnya hanya mati fisik saja, tetapi ruhnya tetap hidup. Di sinilah pentingnya anak shalih mendoakan kedua orang tuanya.
      Saudaraku, bagi yang ingin nyadran, niatkan sebagai penghormatan atau ta’dhim kepada orang tua dan para leluhur. Karena menurut sabda Rasulullah saw, mereka menunggu doa kita, sebagai anak-anaknya yang shalih. Apabila kita berbuat baik kepada kedua orang tua kita, yakinlah besok anak-anak kita akan juga berbuat baik kepada kita. Demikianlah ajaran Rasulullah saw kepada kita untuk selalu menghormati kepada kedua orang tua, baik ketika mereka masih hidup atau sudah meninggal dunia.
      Semoga Allah Swt memberkahi kita semua di dalam bulan Sya’ban ini dan Allah memberi umur panjang hingga sampai di bulan suci Ramadhan, dapat menjalankan ibadah puasa dengan khusyu’ untuk menghapus dosa-dosa kita selama setahun yang lewat, demi kebahagiaan hidup kita yang sesungguhnya.
      Allah a’lam bi al-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.
Ngaliyan, Semarang, 13/5/2017.

ALUMNI UIN WALISONGO TEGUHKAN KOMITMEN KEBANGSAAN

http://harlaneanderson.com/

Assalamualaikum wrwb.
     Segala puji bagi Allah, mari kita syukuri anugrah dan karunia-Nya yang kita terima dengan ikhlas dan ridha. Hanya karena anugrah-Nya, pagi ini kita sehat afiat dan bisa memulai aktifitas dengan niat ibadah. Shalawat dan salam, kita senandungkan untuk Rasulullah Muhammad saw, keluarga, dan para sahabat. Semoga hati kita makin lembut dan siap menerima siraman kebaikan dan membuang segala macam keburukan.
     Saudaraku, hari ini (12/5) Keluarga Alumni UIN Walisongo menggelar Halaqah Kebangsaan, yang dihadiri Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin dan Masdar Farid Mas’udi. Tema besar yang diusung adalah “Meneguhkan Komitmen Kebangsaan Kaum Santri”. Isu kebangsaan belakangan ini menjadi penting dibahas, di tengah munculnya kegaduhan sosial politik, sebagai implikasi pilkada yang disertai munculnya isu agama dibawa ke ranah politik. Isu yang berbau sara ini memang sensitif. Apalagi ketika yang memicu adalah orqng yang tidak memeluk agama Islam, bahkan seandainya yang melakukan dugaan penistaan itu orang Islam pun, akan melahirkqn kegaDuhan serupa.
       Kebetulan munculnya isu sara ini bersamaan dengan even pilkada gubernur, dan pelakunya itu tidak memenanginya, maka reaksi para pendukung pun, menjadi “bola panas” dan “bola liar” yang menyeret pada isu lainnya. Di media sosial pun muncul nada protes baik dari pejabat di Belanda atu Uni Eropa dan Amerika, yang menginginkan aturan tentang penodaan agama dicabut. Saya jadi susah membayangkan, ada aturan saja sikap dan prilaku yang cenderung sara dilakukan seolah benar, apalagi kemudian diasakan  di”back-up” oleh “oknum” aprat penegak hukum.
     Perkara “penodaan agama” belum selesai, karena vonis hakim oleh terpidana diajukan banding, sudah muncul lagi pernyataan dari seseorang, yang diduga gubernur Kalbar, yang bernuansa sara, dan mengundang reaksi keras dari warga Melayu atau Muslim setempat.
       Saudaraku, tampaknya rasa dan komitmen kebangsaan ini, terutama para elit kekuasaan dan para pemimpin bangsa ini sedang diuji. Sebagai rakyat kecil, saya sangat sedih, prihatin, dan ikut menyesalkan. Lebih ironis lagi, belakangan muncul upaya-upaya sistematis yang akan mengaburkan tentang makna dan komitmen kebangsaan itu. Misalnya, bangsa yang mayoritas Islam ini dianggap tidak Pancasilais sejati kalau tidak dipimpin oleh kelompok dan etnis minoritas, dan yang mayoritas menyampaikan hak sesuai ajaran agamanya dianggap sebagai intoleran dan tidak demokratis?
       Pertanyaannya adalah, apakah sudah ada kamus baru bahwa demokrasi itu adalah tirani minoritas? Apakah ketika warga mayoritas memperjuangkan hak-haknya sesuqi ajaran agamanya yang dijamin oleh undang-undang itu adalah bentuk diskriminatif dan intoleran?
Saudaraku, kita harus cerdas dan waspada terhadap pemberitaan dan opini media massa baik cetak maupun elektronik ini. Mari kita kembali kepada ajaran kitab suci kita.  Bagi yang muslim, kita merujuk Al-Qur’an.
      Manusia diciptakan oleh Allah, dibekali watak bermasyarakat dan berpolitik. Manusia diciptakan oleh Allah terdiri dari laki-laki dan perempuan, dan dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar mereka saling mengenal, untuk berlomba  menjadi hamba-hamba Allah yang paling mulia melalui ketaqwaan dan amal shalih yang didasari keimanan kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa (QS. Al-Hujurat: 13).
      Kata Rasulullah saw,  “Sebaik-baik manusia adalah yang paling memberi manfaat pada manusia yang lain” (Riwayat al-Thabrany).
Rasulullah saw pada saat merumuskan fondaso kehidupan berbangsa dan bernegara dalam Liagam Madinah, tidak pernah mengatur soal.bentuk negara.  Beliau hanya mengatur hal-hal substantif saja, seperti prinsip persamaan (equality before the law/musawah), keadilan (justice, ‘adalah),  moderasi (moderation, tawassuth), keseimbangan (balance, tawazun), dan persaudaraan (brotherhod, ukhuwah). Soal bentuk negara pada diserahkan kepada musyawarah dan kesepakatan warga negara masing-masing.
       Agar anak-anak muda dan generasi muda bangsa Indonesia ini, tidak mudah terhasut dan terprovokasi oleh ajakan untuk merusak NKRI yang dulu didirikan dengan cucuran darah dan korban nyawa, dibangun dengan berbagai ujian dan cobaan, dan dijaga dengan segala pengorbanan. Karena itu, generasi muda yang nantinya akan menjadi pemimpin bangsa ini, harus dibekali dengan ilmu, bekal, dan kesadaran kesejarahan, bahwa NKRI yang didasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, adalah final.
      Karena itulah keluarga Alumni UIN Walisongo mengajak semua komponen bangsa yang memang majemuk, beragam, baik etnis, agama, dan budayanya, untuk menyamakan persepsi dan komitmen kebangsaan NKRI ini. Yang berbeda tidak harus dipaksakan untuk sama. Tetapi dalam spirit dan komitmen kebangsaan Indonesia, tidak bisa ditawar’tawar lagi.
     Pendidikan agama perlu dijadikan fondasi kepribadian ke-Indonesiaan, bagi anak-anak dan generasi muda kita. Pemahaman agama yang moderat, tidak ekstrem kanan atau ekstrem kiri menjadi kata kunci yang terus menerus ditanamkan kepada mereka.
       NKRI, meskipun bukan negara agama, bukan juga negara sekuler. Akan tetapi dengan Pancasila dan UUD 1945 serta Bhinneka Tunggal Ika, fasilitasi negara terhadap semua agama di negeri ini masih berjalan dengan baik. Yang terpenting semua pemimpin agama terus menerus menjalin silaturrahim kebangsaan, insyaa Allah ke depan komitmen kebangsaan ini masih bisa dirawat dan dijaga demi keharmonisan dan kemajuan bangsa ini.
      Pada anak-anak kita terus kita tanamkan faham agama secara moderat dan inklusif, kita tanamkan rasa cinta tanah air, agar mereka memiliki nasionalisme yang kuat, bangga akan negerinya. Cinta tanah air adalah sebagian dari iman, hubbul wathan minal iman.
      Saudaraku, Indonesia adalah Rumah Kita. Mari kita jaga dan rawat sebaik-baiknya. Mari kita rawat spirit dan komitmen kebangsaan generasi muda kita. Mereka yang akan menjadi pemimpin bangsa ini ke depan. Insya Allah kita akan sedikit menyimpan ketenteraman hati apabila kita berhasil menanamkan spirit kebangsaan pada anak-anak dan generasi muda kita. Kalau ada siapapun yang mencoba merusak Rumah Kita, dari dalam, dari luar, yang merongrong NKRI Rumah Kita yang kita cintai bersama. Kita masih butuh hidup, menghirup udara segar, meminum air bersih di negeri ini, dan mungkin kita juga akan menghembuskan nafas terakhir kita di NKRI bumi Allah, irisan surga yang dihamparkan di nusantara ini.
     Yang terpenting adalah komitmen petinggi bangsa ini. Jangan salah gunakan amanat jabatan mulia menjadi pemimpin bangsa untuk bisa melaksanakan tugas dan penegakan hukum di negeri ini dengan adil. Jangan biarkan siapapun untuk merusak rumah kita. Jangan pula biarkan siapapun yang mencoba merusak demokrasi yang sudah baik. Toleransi warga mayoritas sudah luar biasa besar, seakqn mereka intoleran. Jangan biarkan tirani minoritas menguasai opini dan budaya politik di negeri ini. Karena prasyarat demokrasi dan toleransi adalah saling berbagi, memberi dan menerima dengan saling menghormati.
     Kita semua merindukan terwujudnya NKRI ini sebagai baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafur. Semoga anak-anak dan generasi muda kita, terutama kaum santri kampus dan kampus kehidupan bangsa ini, siap mengemban tugas mulia mengawalnya, untuk mewujudkan kebahagiaan lahir batin dunia akhirat. Selamat berhalaqah. Semoga menghasilkan rekomendasi yang bermanfaat dan bisa diterima oleh para petinggi bangsa ini. Amin.
     Allah a’lam bi al-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.
Ngaliyan, Semarang, 12/5/2017.