MENANTI ANUGRAH, KEBERKAHAN, DAN RIDLA ALLAH

Published by achmad dharmawan on

Assalamualaikum wrwb.
      Segala puji hanya milik Allah. Atas anugrah dan karunia-Nya, kita sehat afiat dan dapat menjalani ibadah puasa dengan senang hati. Semoga keikhlasan kita makin hari makin bertambah. Shalawat dan salam mari kita senandungkan untuk Kanjeng Nabi Muhammad Rasulullah saw, keluarga, para sahabat, san para pengikutnya. Semoga kelak di akhirat kita akan mendapat syafaat beliau, dan perjalanan kita mempertanggungjawabkan amal kita di dunia, berjalan dengan lancar.
       Saudaraku, tak ada yang terpikir dan terbayangkan oleh kita, yang sedang dalam semangat bertaqarrub, menghidupkan amalan guna menyempurnakan ibadah puasa kita, kecuali menanti anugrah, keberkahan, dan ridla dari Allah ‘Azza wa Jalla. Puasa di hari ke-22 adalah kenikmatan tersendiri, tentu bagi mereka yang puasanya berhasil meningkatkan grafik kualitas iman dan puasanya. Bagi mereka yang imannya lemah, apalagi sudah “terbiasa” tidak berpuasa, maka tentu agak susah untuk bisa merasakan indahnya berpuasa dan kenikmatan keutamaan puasa. Karena kelezatan iman dan puasa, sudah pasti hanya bisa dirasakan oleh orang yang berimannya dan berpuasanya benar.
       Karena itu pula, Ulama menganjurkan kita, dalam bahasa saya, masih ada kesempatan untuk memperbaiki niat, hati, dan pikiran kita, untuk berdoa dan memohon kepada Allah Swt, agar kita diberi kemampuan untuk mensyukuri dan mendapatkan anugrah, keberkahan, dan ridla-Nya.
بسم الله الرحمن الرحيم اللهم صل على سيدنا  محمد و على آل سيدنا محمد
اَللَّهُمَّ افْتَحْ لِى فِيْهِ اَبْوَابَ فَضْلِكَ، وَاَنْزِلْ عَلَيَّ فِيْهِ بَرَكَاتِكَ، وَوَفِّقْنِي فِيْهِ لِمُوجِبَاتِ مَرْضَاتِكَ، وَاَسْكِنِّي فِيْهِ بُحْبُوحَاتِ جَنَّاتِكَ، يَا مُجِيْبَ دَعْوَةِ الْمُضْطَرِّيْنَ
“Dengan Asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Ya Allah, limpahkan kasih sayang-Mu kepada junjungan kami Nabi Muhammad, dan keluarga junjungan kami Nabi Muhammad. Ya Allah, bukakan kepada kami di bulan yang mulia ini pintu-pintu karunia-Mu, turunkan kepada kami di dalamnya keberkahan-Mu, tolonglah  kami di dalamnya untuk memperoleh sesuatu guna mendapatkan keridhaan-Mu, anugrahkan pada kam di dalamnya kedamaian surga-Mu, wahai Yang Memperkenankan doa orang-orang yang sedang dalam kemadlaratan (Mafâtihul Jinân).
       Saudaraku, doa tersebut mengingatkan kita pada sosok seorang Nabi yang Raja sekaligus, yakni Nabi Sulaiman as. Nabi Sulaiman ini dikenal kemewahan kerajaannya, yang penuh dengan berbagai ierhiasan interiornya yang mengagumkan. Bahkan cerita Ratu Bilqis yang dengan refleksnya “menyincing” atau menarik ke atas gaun yang dikenakannya, saat melewati lantai yang seakan kolam yang airnya sangat jernih. Nabi Sulaiman juga dikarunia kemampuan untuk berkomunikasi dengan binatang, termasuk semut. Ketua rombongan semut menghalau anak buahnya, sebagaimana dikisahkan dalam QS. An-Naml : 18-19,
حَتَّىٰ إِذَا أَتَوْا عَلَىٰ وَادِ النَّمْلِ قَالَتْ نَمْلَةٌ يَا أَيُّهَا النَّمْلُ ادْخُلُوا مَسَاكِنَكُمْ لَا يَحْطِمَنَّكُمْ سُلَيْمَانُ وَجُنُودُهُ وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ.  فَتَبَسَّمَ ضَاحِكًا مِّن قَوْلِهَا وَقَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ.
“Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut, “Hai semut-semut, masjklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari. Maka dia (Sulaiman) tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu, dan dia berdoa: “Ya Tuhan kami, berilah aku ilham (pemahaman dan kemampuan) untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepada kami, dan kepada kedua orang ibu bapak kami, dan untuk mengerjakan amal salih yang Engkau ridlai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang salih” (QS. An-Naml: 18-19).
      Bagaimana tanda-tanda orang yang diberkahi oleh Allah, mari kita simak penjelasan Allah tentang Nabi Isa as:
قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا.   وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنتُ وَأَوْصَانِي بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا.  وَبَرًّا بِوَالِدَتِي وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا.  وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدتُّ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا.
“Berkata Isa: “Sesungguhnya aku ini hamba Allah. Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia (Allah) menjadikan aku seorang nabi; dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di manapun aku berada, dan Dia memerintahkan kepada aku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka; dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal, dan pada hari aku dibangkitkan hisup kembali” (QS. Maryam: 31).
       Uraian di atas dengan jelas menunjukkan sosok yang diberkahi oleh Allah adalah: 1). Senantiasa menegakkan shalat; 2). Menunaikan atau membayar zakat; 3). Berbakti kepada orang tua, terutama ibu; 4). Tidak sombong dan tidak celaka. Seorang hamba yang diberkahi, juga dikarunia keselamatan oleh Allah dari lahir, meninggal, dan saat dibangkitkan di hari kiamat nanti. Apabila kita hayati bersama, sebenarnya tidak berat untuk dilaksanakan. Yang jelas menggambarkan adanya perpaduan antara hablun minaLlah dan hablun minan nas, keseimbangan hubungan vertikal manusia dengan Sang Khaliq, dan manusia dengan sesama manusia dan lingkungannya.
     Dalam versi Ibnu l-Qayyim Al-Jauziyyah, orang yang diberkahi Allah Ta’ala ialah siapa saja yg memiliki sifat dan kriteria berikut ini : 1). Mengajarkan kebaikan. 2). Menyeru kepada Allah swt. 3). Mengingatkan tentang Allah swt, dan 4). Memotivasi agar senantiasa berbuat ketaatan kepada Allah swt. Dengan kata lain, barangsiapa yang pada dirinya tidak ada empat sifat tersebut, berarti ia belum termasuk orang yang diberkahi.
       Rasulullah saw menjelaskan: “Sesungguhnya ada di antara hamba Allah (manusia), mereka itu bukan para Nabi dan bukan pula para Syuhada’. Mereka dirindukan oleh para Nabi dan Syuhada’ pada hari kiamat karena kedudukan (pangkat) mereka di sisi Allah Swt.“ Seorang sahabat bertanya, “siapa  mereka itu wahai Rasulullah? Semoga kita dapat mencintai mereka“. Nabi saw menjawab: “Mereka adalah suatu kaum yang saling berkasih sayang dengan anugerah Allah bukan karena ada hubungan kekeluargaan dan bukan karena harta benda, wajah-wajah mereka memancarkan cahaya dan mereka berdiri di atas mimbar-mimbar dari cahaya. Mereka tidak merasa takut seperti manusia merasakannya dan mereka tidak berduka cita apabila para manusia berduka cita” (HR. An-Nasai dan Ibnu Hibban).
       Saudaraku, kiranya ilustrasi di atas, dapat menjadi bahan renhngan kita bersama, terutama di sisa puasa bulan Ramadlan ini. Kita semua sangat merindukan anugrah, keberkahan, dan ridla Allah Swt. Tentu tidak hadir tiba-tiba, tetapi kita sebagai hamba haruslah berikhtiar, berusaha keras, karena Allah telah menganugrahi kita dengan karunia iman, islam, ihsan, kemampuan akal, hati dan fikiran. Itu yang harus kita terus gerakkan agar terasah dan peka menerima siraman anugrah, keberkahan, dan ridla Allah Jalla wa ‘Ala. Apabila hidup kita senantiasa diberkahi dan diridlai Allah, ketenangan, kebahagiaan, dan semangat hidup bertambah kuat untuk terus berbuat yang terbaik dan bermanfaat bagi orang lain dan dijanjikan pahala dari Allah Swt.
       Allah a’lam bi sh-shawab, baraka Allah li wa lakum wa li sairi l-mu’minin wa l-mu’minat wa l-muslimin wa l-muslimat wa istaghfiruhu inna Allah huwa al-Ghafur ar-Rahim.
Wassalamualaikum wrwb.
Ngaliyan, Semarang, 17/6/2017.

Silahkan Hubungi Kami