AICIS 2018 : MODERATING ISLAM DAN POLITIK

Assalamualaikum wrwb.
Mari tidak henti-hentinya kita mengungkapkan puji dan syukur kita kepada Allah Dzat Yang Maha Mengatur diri kita dan alam raya ini. Hanya atas anugrah dan pertolongan-Nya, kita hari ini sehat afiat dan dapat melaksanakan tugas kekhalifahan kita di muka bumi, agar terus bermanfaat bagi sesama. Shalawat dan salam mari kita wiridkan untuk junjungan kita Rasulullah Muhammad saw, keluarga, sahabat, dan para pengikut setia beliau. Semoga kelak di akhirat kota mendapat perlindungan syafaat beliau.
Saudarauku, alhamdulillah saya diundang untuk FGD (Focus Group Discussion) persiapan pelaksanaan Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2018 yang akan digelar antara tanggal 17-20 September 2018. IAIN Datokarama Palu akan menjadi tuan rumah even akademik internasional, yang pada awalnya dilahirkan di Kampus UIN Walisongo Semarang. Even akademik ini biasanya akan diikuti para akademisi dari berbagai kampus ternama di dunia yang mereka melakukan penelitian atau membuka kajian-kajian Islamantara 400-450 orang ilmuwan dan peneliti.
Ada berbagai isu dan tema yang memantik diskusi para narasumber. Apalagi tahun 2018 memang dimunculkan sebagai “tahun politik”. Tahun pilkada serentak di 171 daerah, termasuk 17 pemilihan gubernur dan wakil gubernur. Para “sesepuh” dan “pinisepuh” partai politik, juga akan sama-sama turun gunung, karena pilkada 2018 adalah test case atau “barometer kinerja parpol” awal untuk memprediksi kira-kira bagaimana arah dan pilihan politik rakyat. Apakah masih setia dengan pilihan lamanya ataukah memilih pilihan baru yang boleh jadi dibayangkan akan memunculkan harapan ada perbaikan keadaan dan kehidupan rakyat.
Setidaknya perlu difahami oleh masyarakat, bahwa dalam konteks lembaga “wakil rakyat” yang digadang-gadang akan dapat mewakili aspirasi mereka, ternyata dalam banyak persoalan, yang muncul justru kekecewaan, karena apa yang dipikirkan dan “diperjuangkan” oleh para wakil rakyat yang mulia itu, tidak sejalan dengan aspirasi dan keinginan rakyat yang diwakilinya. Dari soal RUU KUHP yang di dalamnya banyak klausul yang tidak sejalan dengan nilai-nilai kepatutan dan keluhuran budi bangsa Indonesia dan juga agama, hingga kini belum selesai, padahal konon gagasan untuk merevisi KUHP sudah muncul tahun 1960.
Agar pikiran dan temuan-temuan akademik yang dihasilkan dari even AICIS 2018 mampu memberikan kontribusi riil bagi pembuatan kebijakan di negeri ini, maka tema yang diusung pun yang diprediksi mampu memberikan solusi yang smart, cerdas, dan memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia yang memang majemuk dan kaya akan keragaman agama, etnis, budaya, dan kearifan lokal.
Isu yang mewarnai diskusi untuk memilih tema besar, mengerucut pada Moderating Islam dan Politik, ada juga yang mengusulkan Islam Moderat dan Demokrasi. Tentu karena peminatnya biasanya banyak sekali, maka tema besar tersebut akan dibreakdown pada beberapa subtema yang lebih spesifik dan fokus kajian masing-masing disiplin ilmu keislaman dan perspektif mereka.
Ada kegamangan yang tampaknya dirasakan dan “menggelayuti” pikiran-pikiran teman-teman dalam menyikapi dan merespon arus dan perkembangan sikap politik di negeri ini, yang memang oleh para pendiri (faunding fathers) negara dan bangsa ini dirancang dan didirikan dalam format negara Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ini bisa dilihat bahwa meskipun kemerdekaan negara ini dan diproklamasikan dengan cucuran darah dan sabung nyawa para pahlawan dan syuhada’ yang mendahului kita, akan tetapi kesadaran bahwa itu semua tidak akan berarti apa-apa jika tidak diberkati oleh kasih sayang dan pertolongan Allah. Ada kesadaran religius yang sangat tinggi dari seluruh komponen bangsa ini, apapun agama, bahasa, suku, dan etnis mereka.
Dirasakan atau tidak, disadari atau tidak, ada tarik-tarikan yang cukup kuat antara dua kutub ekstreem-fundamentalis, yakni fundamentalisme sekuler di satu sisi dan fundamentalisme kanan di sisi lain. Ada yang ingin “merusak” keluhuran nilai Pancasila yang dibangun atas spirit kesadaran keagamaan dan keberagaman melalui faham, budaya, dan tatanan sekuler, yang terus “diperjuangkan” ibarat perang asimetrik atau proxywar, apakah itu isu LGBT, dan budaya sekuler lainnya. Ada juga yang menganggap bahwa NKRI dan Pancasila itu tidak ada dasarnya dalam agama, maka perlu diganti dengan format dan bentuk negara yang berdasar pada agama tertentu.
Indonesia dengan NKRI dan Pancasila sudah memiliki sejarah panjang pengalaman menghadapi berbagai ujian, apakah itu Negara Islam Indonesia (NII), atau khilafah yang sedang diperjuangkan oleh sebagian orang yang mengaku sebagai warga negara Indonesia, dan ada juga kelompok-kelompok separatis yang ingin memisahkan diri dari NKRI. Memang kewaspadaan akademik dalam menghadapi isu-isu dan ideologi transnasional dan kebijakan-kebijakan yang tidak jarang mengesankan ada “pembonsaian” terhadap potensi dan kompetensi anak bangsa ini, perlu didukung dengan fakta dan data akademik yang memadai.
Karena itulah, AICIS 2018 yang akan digelar September 2018, tiga bulan setelah Pilkada serentak, diharapkan akan mampu menghasilkan karya-karya akademik base on data dan fakta, yang sekaligus mampu memberi kontribusi solutif bagi penataan dan pengelolaan negara dan pemerintahan NKRI di masa-masa yang akan datang. Harapannya, tema Islam Moderat atau Islam Wasathiyah, akan mampu memberikan jawaban yang memadai dan komlatibel dalam merumuskan kebijakan politik dan kenegaraan, demi menjamin keberlanjutan dan kebesaran bangsa dan Negara Indonesia untuk menjadi pemimpin besar di dunia.
“Jas Merah” kata Soekarno, prokamator dan presiden RI pertama. “Jangan melupakan sejarah”. Karena sejarah adalah guru dan cermin masa lalu. Bangsa yang bijak, pemimpin yang cerdas, adalah bangsa dan pemimpin yang memahami sejarah. Pertama, agar tidak “terantuk oleh batu yang sama” seperti pepatah “hanya khimar yang terantuk oleh batu yang sama”. Kedua, negara adalah instrumen atau meminjam bahasa Ulama, adalah wasilah, agar kita dapat hidup tenteram, nyaman, bahagia, dan dapat menjalankan ibadah kita dengan baik dan senang, baik ibadah ritual- vertikal maupun ibadah sosial-horizontal. Karena jati diri manusia yang terbaik, menurut Rasulullah saw, adalah manusia yang paling bermanfaat bagi orang lain.
Mengakhiri renungan ini, mari kita simak saksama Firman Allah ‘Azza wa Jalla sebagai berikut:

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَىٰ كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللَّهِ ۚ فَإِن تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ

Katakanlah : “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tisak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tisak kota persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tisak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tunan selain Allah”. Jkka mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)” (AS. Ali ‘Imran: 64).
Semoga saudaraku semua tidak tergoda oleh iming-iming apapun terkait fundamentalisme radikalis maupun fundamentalisme sekuler. Kata Rasulullah saw : “Sebaik-baik sesuatu itu adalah yang paling moderat” atau “khairu l-umuri ausathuha”.
Saudaraku dan teman-teman akademisi dan peneliti baik dari Indonesia di mana saja , silahkan persiapkan diri dan karya akademik Anda, untuk ikut berpartisipasi dalam even internasional, AICIS 2018. Semoga karya dan fikiran Anda memberi kontribusi nyata bagi upaya perwujudan Islam moderat atau Islam wasathiyah di negeri kita tercinta, NKRI, demi ikhtiar mewujudkan negara yang baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafur.
Allah a’lam bi sh-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.
Hotel Mercure Palu, 1/2/2018.

HARLAH NU DAN MUHASABAH KEBANGSAAN

Assalamualaikum wrwb.
Hamdan wa syukran liLlah. Puji dan syukur hanya milik Allah Tabaraka wa Ta’ala. Mari kita syukuri anugrah dan kenikmatan yang dilimpahkan oleh Allah. Semoga dengan kesyukuran kita, Allah menjanjikan pada hamba-hamba-Nya yang bersyukur, akan menambah kenikmatan-Nya pada kita semua. Shalawat dan salam mari kita wiridkan untuk Baginda Rasulullah Muhammad saw., dan meluber juga pada keluarga, sahabat, serta pengikut yang setia meneladani beliau. Semoga semua urusan kita dimudahkan oleh Allah dan kelak di hari akhirat syafaat Rasulullah akan memayungi kita.
Saudaraku, hari ini warga Nahdlatul Ulama (NU) memperingati – bukan merayakan – hari kelahirannya ke-92. Sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang didirikan oleh para Kyai, di antaranya KH Hasyim Asy’ary, KH. Abdul Wahab Chasbullah, KH. Raden Asnawy, KH. Bisyri Syansuri, KH Ma’shum, dan lain-lain pada tanggal 31 Januari 1926 atau bertepatan dengan 16 Rajab 1344 H. Nahdlatu artinya kebangkitan dan al-Ulama adalah bentuk jamak dari kata ‘alim artinya orang yang berilmu. Nahdlatul Ulama berarti kebangkitan para Ulama.
Dalam laman id.m.wikipedia.org (31/1/2018) disebutkan, di antara yang melatarbelakangi kebangkitan kelompok-kelompok masyarakat, adalah “akibat penjajahan yang sudah berlangsung ratusan tahun, dan juga akibat kungkungan tradisi, dan menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi”. Awalnya, gerakan yang muncul tahun 1908 dikenal dengan “Kebangkitan Nasional” – bahasa Arabnya, Nahdlah al-Sya’biyah”. Semangat kebangkitan terus menyebar – setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan akibat penjajahan yang berkepanjangan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain.
Kebangkitan nasional tersebut, memantik munculnya berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan. Muhammadiyah lahir 18 November 1912 M bertepatan dengan 8 Dzulhijjah 1330 H dipimpin oleh KH Ahmad Dahlan. Muhammadiyah, kata wikipedia.org, dibentuk sebagai refleksi kepada perintah Al Quran, di antaranya surat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. Ayat tersebut, bagi Muhammadiyah, adalah isyarat agar umat bergerak menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi, melancarkan amal-usaha dan perjuangan dan makna pentingnya organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya.
Dalam waktu yang hampir bersamaan, muncul kesadaran dan kebangkitan masyarakat yang menamakan diri Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan “Nahdlatul Fikri” (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar (pergerakan kaum saudagar) guna memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Dari berbagai komite dan organisasi yang bersifat kepeloporan dan ad hoc, dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih luas dan lebih sistematis. Setelah berkordinasi dengan berbagai kyai, karena tidak terakomodir kyai dari kalangan tradisional untuk mengikuti konperensi Islam Dunia yang ada di Indonesia dan Timur Tengah. Setelah itu, muncul kesepakatan dari para ulama pesantren untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926) di Kota Surabaya. Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasjim Asy’ari sebagai Rais Akbar.
NU, di usianya yang ke-92, tentu sudah sangat matang. Apalagi NU pada tahun 1955 juga pernah bermetamorfosis menjadi partai politik, dan bahkan menjadi pemenang pemilu ketiga, setelah PNI, Masyumi. Tetapi jangan lupa, pemenang keempat, adalah PKI. Pengalaman, tempaan politik, dan juga pasang surut prestasi politik di masa berfusi di era orde baru, juga ikut mematangkan sikap, yang kemudian para Ulama lebih memilih sikap kembali ke khiththah 1926. NU kembali ke jati dirinya sebagai Jam’iyyah – tidak hanya sekedar jamaah – yang musti mengambil peran besar mengawal, mengisi, dan mewarnai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara. Di antaranya melalui pondok pesantren menyiapkan dan mengejawantah para santri menjadi ulama-ulama yang sekaligus menjalankan ajaran Ahlus Sunnah wal Jamaah dan ajaran moderasi atau Islam wasathiyah.
Memperingati hari lahir ke-92, yang bersamaan dengan tahun politik, karena akan digelar pemilu kepala daerah secara serentak di 177 daerah, sudah pasti tensi politik juga cenderung “memanas”. Oleh karena itu, NU sebagai organisasinya para Ulama, para kader ulamanya, diharapkan dapat memposisikan diri mereka, untuk bisa menjadi penyeimbang dan pengawal moderasi dalam kemajemukan di Indonesia.
Bersamaan dengan menyambut Gerhana Buan Total yang di Jawa Tengah dipusatkan di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) juga sekaligus diadakan refleksi harlah NU, untuk melakukan muhasabah kebangsaan, bagaimana peran strategis NU ke depan, agar bisa lebih optimal, karena sesungguhnya memang potensi warga NU, jika bisa dimaksimalkan, akan memberi hasil yang luar biasa. Karena warga NU diperkirakan jumlahnya sangat signifikan dalam “memenangi” kontestasi menjadi kepala daerah, maka suara warga NU selalu menjadi “rebutan”.
Lebih dari itu, pilkada serentak ini, dirasakan oleh para kontestan pemilu, serasa pilpres. Implikasinya, sangat terasa “suhu panas”-nya. Ini ditambah lagi, ada sebagian warga Muslim yang tampaknya belum ikhlas dan legowo dengan sikap dan pendirian NU yang sering menyebut NKRI harga mati. Mereka ini, masih menebar mimpi untuk merubah NKRI, yang katanya adalah kesepakatan manusia biasa.
Karena itu, kebesaran dan jatidiri NU adalah di kala NU tidak merasa “besar” kala disanjung sampai membuat organisasi lain merasa tersudut atau tersinggung, kalau perlu para Kyai yang sudah ‘alim, ‘amil, ‘abid, dan bahkan ‘arif biLlah itu mengingatkan mereka yang “menyanjung” secara berlebihan. Selain itu juga tidak sakit hati, kala dicaci dan dibenci. Para Kyai NU, laksana “samudra” yang bisa menampung apa saja di dalamnya, tanpa kehilangan “kebesaran”-nya, karena merelakan dirinya dilalui oleh para pelaut yang membawa kepentingan mereka masing-masing. Karena termasuk semua barang “najis” pun, ketika sudah masuk di samudra, akan menjadi “suci” karena kebesaran air samudra.
Kebesaran NU, setidaknya dengan pesantren dan jumlah warganya, masih harus melakukan penguatan kapasitas dan potensi sangat besar yang dimilikinya. Karena warga NU yang besar, di tengah berbagai tantangan modernisasi dan digitalisasi ke depan, potensi ekonomi yang belum tergarap dengan baik, potensi ulama dan akademisinya, yang masih bisa ditingkatkan lagi secara lebih optimal, adalah bagian dari pekerjaan besar ke depan, yang menjadi lahan ibadah sosial kebangsaan para pengelola Jam’iyyah.
Di setiap even atau tahun politik, warga NU senantiasa menjadi “rebutan” para pejabat parpol, yang kalau dihitung secara kalkulasi politik, tentu akan bisa lebih berdaya manakala NU dengan desain politik dan muhasabah kebangsaanya, dapat mendistribusikan kader-kadernya pada posisi strategis. Karena di sinilah kebesaran NU adalah karena “kedewasaan” dan “kebesaran hatinya” yang harus sanggup mengayomi semua ormas yang memiliki komitmen kebangsaan Indonesia. Bravo dan selamat memperingati Hari Lahir NU yang ke-92, bangsa ini menanti dan menggantungkan pada ketulusan perjuanganmu. Ya lal wathan, hubbu l-wathan min al-iman. Allah a’lam bi sh-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.
Semarang-Palu, 31/1/2018.

Muhammad Natsir

Tanggal 6 Pebruari 2018
Mohammad Natsir
Oleh: Ahmad Hasan Asy’ari Ulama’i

Tanggal 6 Pebruari 1993 merupakan hari meninggalnya ulama, politisi dan pejuang kemerdekaan Indonesia Mohammad Natsir, Ia adalah pendiri sekaligus pemimpin partai politik Masyumi, ia pernah menjabat menteri dan perdana menteri Indonesia, juga pernah menjabat sebagai presiden Liga Muslim se-Dunia (World Muslim Congress) dan ketua Dewan Masjid se-Dunia.
Ia pernah dipenjarakan Presiden Soekarno karena vokal menyuarakan pentingnya peranan Islam di Indonesia, ia juga dicekal Soeharto saat menjadi presiden karena kritik-kritiknya . Sekitar 45 buku dan ratusan karya tulis lain dihasilkannya dan ia sempat dianugerahi tiga gelar doktor honoris causa, satu dari Lebanon dan dua dari Malaysia, serta berbagai anugerah yang diperolehnya hingga pada tanggal 10 November 2008, Natsir-pun dianugerahi gelar sebagai pahlawan nasional. (http://rri.co.id/semarang/post/berita/358331/hari_ini_dalam_sejarah/6_februari.html)
Melakukan kritik merupakan kewajiban muslim saat melihat sesuatu yang tidak beres, dalam bahasa agama disebut munkar, salah satu usahanya adalah menyampaikan kebenaran kepada atasan, pemimpin atau sejenisnya, sekalipun dampak dari kritik ini bisa saja berbuah pahit untuk dirinya, sebagaimana isyarah dalam hadis Nabi Saw yang disahihkan Ibn Hibban
عن أبي ذر رضي الله عنه قال قال لي النبي صلى الله عليه وسلم : قل الحق ولو كان مرا
Dari Abu Dzra ra., ia berkata: Rasulullah berkata kepadaku: katakanlah suatu kebenaran sekalipun hal itu pahit.
Beberapa tokoh nasional selain Natsir adalah Buya Hamka yang juga kritis dan mendapatkan buah pahit dari perjuangannya tersebut sehingga mereka mendekam di penjara. Bagi mereka yang dikenal memiliki dasar dasar keagamaan yang kuat serta perjuangan yang didasari nilai-nilai kebenaran tidak membuatnya gentar sekalipun harus dipenjara.
Saat ini kritik juga masih terus dikumandangkan masyarakat kepada pemerintah kecuali pijakannya masih kepentingan golongan, partai dan lainnya, sehingga terkadang kritriknya hanya destrukstif, dan cenderung menambah keruwetan di negeri ini, lebih-lebih indikasi vokal karena dilatari kepentingan politik, ekonomi dan sebagainya, maka nikmatpun mereka dapatkan sesaat dan pahit yang lama justru yang akan mereka rasakan. Berbeda dengan mereka yang melakukan kritik secara tulus, boleh jadi pahit dirasakan sesaat, namun nikmatpun akan terus diterimanya, sebagaimana tokoh-tokoh di atas, termasuk Muhammad Natsir yang perjuangannya harus dibalas air tuba, namun belakangan dia dikenang sepanjang masa oleh anak bangsa hingga digelari sebagai pahlawan nasional.

6 pebruari

HMI

Tanggal 5 Pebruari 2018
HMI
Oleh: Ahmad Hasan Asy’ari Ulama’i

Tanggal 5 Pebruari 1947M., bertepatan dengan tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H., merupakan hari lahirnya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang diprakarsai Lafran Pane yang telah dianugerahi Pemerintah Indonesia (Joko Widodo) berupa gelar pahlawan nasional berdasar Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor : 115/TK/Tahun 2017 tanggal 6 November 2017.
HMI sebagai organisasi kemahasiswaan, perkaderan dan perjuangan mengusung organisasinya ke tujuan Terbinanya insan Akademis, Pencipta, Pengabdi, Yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah, dengan jargonnya Yakin Usaha Sampai.
Tujuan awal HMI pada saat didirikan adalah Mempertahankan Negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat Rakyat Indonesia serta Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam. Semangat ini muncul dalam upaya membendung polarisasi Persyarikatan Mahasiswa Yogyakarta yang didominasi Partai Sosialis saat itu sebagai partai pemerintah yang lebih mengambil jalur diplomatis dengan penjajah Belanda, sementara kelompok oposisi bersemangat melawan penjajah Belanda, terlebih Belanda saat itu mulai menggalang kekuatan militernya kembali,
Selain itu, semangat Lafran Pane dengan teman-temannya untuk mengusung organisasi bernafas Islam yang semula digagas bersama dengan mahasiswa lainnya namun terjadi pro kontra, hingga Lafran Pane dan teman-temannya melakukan penggalangan khusus dan mendeklarasikan berdirinya HMI ini.
Jika melirik tujuan HMI, yaitu Terbinanya insan akademis, karena organisasi ini menghimpun mahasiswa yang identik dengan insan akademis, namun didorong untuk berkarya cipta atau berinovasi dalam bidang akademiknya serta diabdikan kepada masyarakat sebagai bentuk tanggungjawab anggota untuk mewujudkan masyarakat adil makmur, sudah barang tentu karena yang dihimpun adalah mahasiswa Islam, maka perjuangannyapun dengan nafas Islam untuk memperoleh ridho Allah dalam berkarya, mengabdi hingga terwujudnya masyarakat adil makmur tersebut.
Semangat ini diinspirasi dari Qs ash-Shaff ayat 4
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفّاً كَأَنَّهُم بُنيَانٌ مَّرْصُوصٌ ﴿٤﴾
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.
Dirgahayu HMI, …turut Qur’an dan hadis…yakin usaha sampai

5 pebruari

Facebook

Tanggal 4 Pebruari 2018
Facebook
Oleh: Ahmad Hasan Asy’ari Ulama’i

Tanggal 4 Pebruari 2004 merupakan peluncuran layanan jejaring social Facebook, melalui layanan ini pula masyarakat Indonesia “semacam kejangkitan” virus Facebook, awalnya menjadi konsumsi mereka yang memiliki computer berjejaring hingga kemudian masuk dalam telephone genggam.
Facebook didirikan oleh Mark Zuckerberg dengan teman sesama mahasiswa Universitas Harvard (Eduardo Saverin, Andrew McCollum, Dustin Moskovitz, dan Chris Hughes). Berawal untuk jejaring mereka akhirnya meluas ke sebagian besar warga USA hingga dunia. (https://id.wikipedia.org/wiki/Facebook)
Bagaimanapun, facebook merupakan sebuah aplikasi layanan social, yang saat ini cukup banyak aplikasi lainnya yang menyusul aplikasi ini, baik itu twitter, WA, dan sejumlah aplikasi lainnya. Secara umum semua aplikasi ini memiliki dampak positif dan negative sekaligus.
Dampak posistif layanan jejaring social ini mempermudah komunikasi antar teman, antar keluarga, dan lain sebagainya, bahkan tak jarang dimanfaatkan untuk bisnis (menawarkan barang maupun jasa) hingga untuk urusan reunion atau bernostalgia selain bias ngobrol tanpa batas ruang dan waktu.
Dampak negative dari media ini, mulai menurunnya komunikasi langsung face to face, sehingga menurunkan tingkat kesadaran social. Tak jarang media ini juga dimanfaatkan mereka yang tidak bertanggungjawab untuk melakukan penipuan dan sejenisnya. Dampak negative lainnya terkadang karena terlalu asyik menjadikan lupa waktu dan pekerjaan yang pokok dan lain sebagainya.
Terlepas dampak positif dan negative tersebut, perlu kearifan pengguna dalam memanfaatkan sarana ini, sekali lagi harus ditempatkan sebagai sarana atau media bukan sebagai fokus hidup kita, jangan sampai larut dalam berfacebook lalai dengan tugasnya yang pokok sehingga menghancurkan masa depannya. Mestinya sarana ini dapat dioptimalkan dalam mendukung tercapainya masa depan yang dicitakan, dan itulah kearifan memanfaatkan sebesar-besarnya sisi positif sarana dan menekan seminim mungkin sisi negatifnya.
Semangat ini sejalan dengan semangat ulama dahulu saat menerima sesuatu yang baru, yaitu al-muhafadhah lil qadimish shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah (memelihara sesuatu yang telah ada yang baik-baik juga menerima hal-hal baru yang lebih mashlahah/ lebih baik lagi). Hal ini untuk mengcounter penolakan facebook secara mutlak dengan memperhatikan korban facebook yang bersifat kasuistik (karena tidak arif dalam menggunakannya), untuk menghalangi siapapun yang arif menggunakan facebook ini yang justru membawa kepada kemajuan dan lainnya.
Ayo bersikaplah terbuka dan pandanglah alat sebagai sarana sebagaimana sarana bepergian jauh dulu memanfaatkan kuda, berganti sepeda, mobil, kereta, pesawat dan seterusnya, Demikian pula kendaran dulu yang penting fungsi transportasi, saat ini juga ada fungsi hiburan, dan lainnya.

4 pebruari

PLO

Tanggal 3 Pebruari 2018
PLO
Oleh: Ahmad Hasan Asy’ari Ulama’i

Tanggal 3 Pebruari 1969, Yaser Arafat dilantik sebagai pemimpin PLO di Kongres Nasional Palestina. PLO (Palestine Liberation Organisation) merupakan lembaga perlawanan yang menghimpun beberapa organisasi ahli hukum, mahasiswa, buruh dan guru dan yang inti adalah organisasi al-Fatah. Organisasi ini berdiri sejak 1969 dan diketuai Yaser Arafat hingga meninggalnya tahun 2004, dan saat ini dilanjutkan Mahmud Abbas. (https://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_Pembebasan_Palestina)
Perjuangan Palestina menuju merdeka, cukup alot dan dipenuhi gangguan-gangguan yang terus menerus khususnya dari Israel, puncaknya pengakuan Amerika Serikat yang megakui ibukota Israel di Yerussalem salah satu wilayah Palestina menjadikan upaya damai semakin menjauh.
Di era millennium seperti ini masih ada penjajahan, pencaplokan dan sejenisnya merupakan sesuatu yang kurang pantas dan menjadi musuh bersama bangsa-bangsa, uniknya United Nations (PBB) belum mampu mengkondisikan perdamaian dunia.
Di Indonesia sendiri, sekalipun masyarakatnya belum maju betul, namun melihat saudara sesama umat manusia mengalami penindasan dari pihak lain, ikut merasakan derita tersebut. Bahkan tidak hanya Palestina, muslim Rohingya Myanmar yang tertindaspun dirasakan pedihnya oleh masyarakat muslim Indonesia yang mayoritas. Solidaritas agama ini pulalah yang mendorong umat Islam mendesak dunia menghentikan kedzaliman tersebut sembari melakukan bantuan kemanusiaan kepada korban.
Semangat menolong seperti ini pulalah yang diajarkan Nabi Saw sebagaimana tertuang dalam Hadisnya (HR al-Bukhari)
عن أنس رضي الله عنه، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: انصر أخاك ظالـمًا، أو مَظْلومًا، فقال رجل: “يا رسول الله، أنصره إذا كان مَظْلومًا، أفرأيت إذا كان ظالـمًا، كيف أنصره؟” قال: تَحْجُزُه، أو تمنعه من الظُّلم، فإنَّ ذلك نَصْره
Dari Anas ra. Ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: tolonglah saudaramu yang berbuat dhalim ataupun yang didzalimi, lalu seseorang berkata: wahai Rasulullah, aku akan menolong ia jika ia terdzalimi, bagaimana jika ia yang berbuat dzalim, bagaimana aku menolongnya?, beliau bersabda: kamu cegah dia atau kamu halangi ia dari berbuat dzalim maka yang demikian itu pertolongannya.
Ayo semangat ajaran ini yang perlu kita galakkan bukan sibuk menghujat tetapi berbuat sesuatu agar yang terdzalimi dapat tertolong seperti kembali nyaman tinggal di wilayahnya sendiri tanpa intimidasi maupun kekerasan dan terhadap yang berbuat dzalim segera menyadari dan menghentikan kedzaliman tersebut atau dipaksa menghentikannya melalui pressure semua komponen bangsa di dunia ini agar tidak terjadi lagi ketidak adilan di muka bumi termasuk di bumi palestina, dengan iringan doa semoga melalui perjuangan PLO, Palestina segera mendapatkan kemerdekaan yang sesungguhnya dengan pengakuan bulat seluruh Negara di dunia. amin

3 pebruari

banjir

Tanggal 1 Pebruari 2018
Banjir
Oleh: Ahmad Hasan Asy’ari Ulama’i

Tanggal 1 Pebruari 2007 mengingatkan kita akan peristiwa banjir di Jakarta mencapai 60% wilayah dengan ketinggian hingga 5m untuk wilayah tertentu. Dalam peristiwa ini menelan korban 80 nyawa melayang dan diperkirakan kerugian mencapai 4,3 trillliyun rupiah. (https://id.wikipedia.org/wiki/Banjir_Jakarta_2007)
Berbagai komentar peristiwa ini akibat curah hujan yang tinggi, system drainase yang tidak baik, dan sejumlah alasan lainnya. Intinya ada dua kutub yang menjadi penyebab langsung yaitu hujan dan tadah hujan. Hujan sendiri merupakan anugerah Allah demikian pula wadahnya berupa bumi inipun diciptakan-Nya sehingga memberikan secercah kehidupan bagi hayati di dalamnya.
Curah hujan yang tinggi di daerah tertentu dipengaruhi system alam berubah (hasil ulah manusia), demikian pula wadah penampungnya tidak memadahi karena space untuk serapannya atau aliran yang menghantarkannya langsung menuju laut terhambat dan sebagainya, pun akibat ulah manusia.
Mari kita renungkan sebuah ayat yang menyindir kita umat manusia yang semestinya menjalankan fungsi Tuhan sebagai Rabbul Alamin (Pemelihara alam semesta) justru merusak keseimbanga di dalamnya, sebagaimana firman-Nya Qs ar-Rum 41:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ ﴿٤١﴾
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Pelajaran dari ayat ini, selain mengingatkan manusia agar tetap memperhatikan keseimbangan alam saat mereka mendayagunakan apa saja yang ada di dalamnya juga peringatan untuk segera menyadari efek kerusakan yang mereka timbulkan agar bencana tidak menimpa umat manusia kembali atau kerusakan yang lebih parah lagi.
Sudah saatnya manusia menjaga keseimbangan alam dengan melakukan pembangunan didalamnya dengan tetap ramah pada lingkungan, resapan air, system drainase, penataan pemukiman penduduk, penanganan sampah, menjaga sungai-sungai tetap berfungsi, polusi udara dikendalikan dan sejumlah komponen yang turut menjaga keseimbangan alam lainnya, dengan harapan bumi tetap ramah kepada siapapun yang tinggal di dalamnya. Sebagaimana isyarat hadis berikut (HR at-Turmudzi)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ، ارْحَمُوا مَنْ فِي الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ….
Dari Abdullah bin Amr, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: penyayang (orang-orang yang ramah) akan disayang Allah, maka sayangilah siapapun di bumi ini maka yang di langit akan menyayangi kalian..
Sayangilah bumi yang Allah ciptakan ini, maka Allah akan menyayangi kalian, insyaallah banjirpun dapat diminimalisir hingga tidak terjadi lagi khususnya di ibukota kita

Mahatma Gandhi

Tanggal 30 Januari 2018
Mahatma Gandhi
Oleh: Ahmad Hasan Asy’ari Ulama’i
Tanggal 30 Januari 1948 Mahatma Gandhi seorang hindu yang taat dan memiliki kontribusi bagi dunia, meninggal karena dibunuh oleb penganut Hindu pula yang ekstrim, dengan alasan Gandhi terlalu memihak ke Muslim.
Mahatma Ghandi yang memiliki nama lengkap Mohandas Karamchand Gandhi lahir di Gujarat, tanggal 2 Oktober 1869 ini mencapai usia 78 tahun, ia dikenal sebagai pemimpin spiritual dan politikus dari India. Gandhi merupakan salah satu tokoh penting dalam Gerakan Kemerdekaan India. Gerakannya melalui demonstrasi damai dan menjauhi kekerasan, sekalipun ia harus berakhir akibat kekerasan juga. (https://id.wikipedia.org/wiki/Mahatma_Gandhi)
Membaca kehidupan tokoh Gandhi merupakan bagian dari pelajaran penting bagi umat manusia bahwa siapapun yang diberi kelembutan hati oleh Allah baik muslim ataupun non muslim akan menyerukan kepada kebaikan tanpa kekerasan, sebaliknya mereka yang dipengaruhi kekuatan nafsu juga syetan, tak peduli muslim maupun non muslim akan menyerukan apapun dengan kekerasan.
Pelajaran lainnya dari peristiwa di atas, Gandhi sebagai Hindu yang taat justru harus mati di tangan orang hindu yang ekstrim, sebagaimana terjadi pada masa khilafah Umar, Usman, Ali maupun khilafah-khilafah berikutnya yang mati terbunuh oleh umat seagama yang munafiq, fasik atau ekstrim lainnya.
Selevel Rasulullah Saw saja dengan kelemah lembutannya tetap terancam tidak hanya musuh Kafir Quraisy tetapi dari kelompok Munafiq yang ada di Madinah, bagaimana sekiranya dakwah beliau dengan kaku dan dipaksakan, pasti sejak dari awal tidak akan banyak mendapat dukungan umat, sebagaimana isyarat Qs Ali Imran 159
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظّاً غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّهِ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ ﴿١٥٩﴾
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma`afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
Ayo belajar dari sejarah Nabi Muhammad Saw dalam menyerukan kebenaran, tetapi akibat selebihnya diserahkan kepada Allah, karena sudah baikpun cara kita ada yang tidak suka, sebagaimana kasus Khalifah Umar, Usman dan Ali termasuk di agama lain ada Mahatma Gandhi.

30 Januari

PEMBAYARAN SPP MAHASISWA PROGRAM MAGISTER (S.2) dan DOKTOR (S.3) UIN WALISONGO SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2017/2018

Berdasarkan Keputusan Rektor nomor : 35 Tahun 2017 tanggal 21 Februari 2018 tentang kalender akademik UIN Walisongo Tahun Akademik 20107/2018 Program Diploma 3 (D.3) Sarjana (S.1) Program Magister  (S.2) dan Program (S.3) Tentang tata cara dan besaran biaya SPP Tahun Akademik 2017/2018 UIN Walisongo,Berikut pengumuman resmi yang dapat anda unduh

Pengumuman SPP Tahun Akademik 2017/2018 UIN Walisongo

Pengumuman SPP Tahun Akademik 2017/2018 UIN Walisongo