PANDUAN PENULISAN KARYA ILMIAH DAN PEDOMAN AKADEMIK PASCASARJANA UIN WALISONGO SEMARANG

Di beritahukan kepada seluruh mahasiswa Pascasarjana UIN Walisongo Semarang, yang masih belum memahami tata cara penulisan karya ilmiah. ataupun yang membutuhkan informasi tentang pedoman akademik Pascasarjana UIN Walisongo.  silahkan Download file di bawah ini agar bisa di cermati secara seksama.

1. Panduan KTI 2018 Tesis dan Disertasi Pascasarjana

2. Pedoman akademik 2018 pdf

 

Pascasarjana UIN Walisongo Selenggarakan Studium General Semester Genap 2019-2020

 

Pascasarjana UIN Walisongo Selenggarakan Studium General Semester Genap 2019-2020

 

Hari Rabu 26 Februari 2020 bertempat di Auditorium 1 Kampus 1, Pascasarjana UIN Walisongo menyelenggarakan Studium General untuk semua mahasiswa Pascasarjana UIN Walisongo. Acara cukup ramai dihadiri peserta hingga kursi penuh. Studium General kali ini mengundang speaker dari Australia, yaitu Dr. Fida Sanjakdar dan Dr. Melanie Brooks yang secara khusus membicarakan Pendidikan Islam di Australia sebagai tema Studium General untuk membuka wawasan mahasiswa Pascasarjana UIN Walisongo tentang dinamika pendidikan Islam dari berbagai tempat khususnya dari luar negeri. Acara yang dibuka oleh Wakil Rektor 1 (Dr. H. Mukhsin Jamil M.Ag.) dan diberi sambutan oleh Wakil Direktur Pascasarjana (Dr. H. Muhyar Fanani M.Ag) berlangsung lancar sejak pukul 08.00 hingga 12.00.

Sesi pertama dibuka dengan realita bahwa banyak anak muda di Australia adalah tipe manusia yang memiliki daya kritis tinggi. Berbagai topik yang menjadi pembahasan anak muda di sana seperti understanding anti-muslim retoric, want to talk versus teacher silence, fake news-how i cope, important issues, LGBTQI and Rainbow, terrorism, current events, prayer in the school timetable, teacher yelling and school discipline. Di australia sering dijumpai berbagai bendera rainbow (ikon LGBTQI). Australia banyak anak yang mempunyai 2 bapak dan 2 ibu. Sekolah di Australia sudah melegalkan muatan bahwa tidak apa-apa menjadi gay, dan lain sebagainya. Selain itu anak  muda Australia tidak takut menanyakan isu-isu yang tidak normal diungkapkan oleh anak muda di Indonesia. Di Australia, pertanyaan mengapa harus sholat, itu sering diungkapkan di Australia.

Sama dengan Indonesia, muncul kekhawatiran terkait anak muda yang mudah mengakses sosial media, yang mana hal tersebut tidak mudah dikontrol di Australia. Dampak dari sosial media, berdampak pada tingkah laku para anak muda di Australia. Cyber bullying sering terjadi di Australia sehingga tidak sedikit korban yang bunuh diri. Bahkan pornografi dan kekerasan seksual juga terjadi di sekolah Islam Australia. Sekolah Islam di Australia mahal, sehingga tidak sedikit orang tua Muslim tidak mendaftarkan anaknya di sekolah Muslim.

Di Australia, anak muda berani mengungkapkan bahwa dia gay. Lalu bagaimana sekolah merespon terjadinya fenomena yang menyimpang dari al-Quran? Salah satu yang dilakukan oleh sekolah, yaitu behaviour team. Secara teori itu bagus, tapi tidak berjalan secara baik dan butuh penelitian lebih lanjut. Dr. Fida mengatakan bahwa mengapa berhentinya anak muda menonton pornografi bukan karna alquran yang menjadi sumber atau alasan, namun karena hal yang belum dapat kita dapatkan. Sekolah Islam di Australia terlalu Islam. Seperti, laki-laki dan perempuan dipisahkan, sehingga komunikasi susah antar-gender. Dr. Melanie mengatakan bahwa salah satu kegagalan dari behaviour team yaitu tidak banyak melakukan networking dengan wali murid. Guru lepas tangan tekait permasalahan, dan menyerahkan ke mufti atau guru agama.

Sesi tanya jawab berlangsung cukup hangat. Mahasiswa menanyakan tentang sosok pemuka agama di Australia, kurikulum pendidikan Islam di Australia, peran pemerintah Australia terhadap pendidikan Islam, hingga pendidikan seksual di sekolah Islam di Australia. Namun karena keterbatasan waktu, sesi tanya jawab harus diakhir ketika azan Dzuhur berkumandang. Di akhir acara, Wakil Direktur Pascasarjana menyerahkan kenang-kenangan kepada para speaker. (maola)

SELAMAT KEPADA EMA HIDAYANTI ATAS PENCAPAIAN GELAR DOKTOR (S3) DI PROGRAM PASCASARJANA UIN WALISONGO SEMARANG

 

 

Ema Hidayanti Raih Cumlaude pada Ujian Terbuka S3 Pascasarjana UIN Walisongo

Ema Hidayanti (17/2) mahasiswi S3 Pascasarjana UIN Walisongo telah menyelesaikan Ujian Terbuka S3 dengan mempromosikan penelitiannya tentang keberagamaan Islam pada pasien HIV/AIDS di RS Kariadi Semarang dengan nilai sempurna.

Ema Hidayanti menaruh perhatian tentanya cukup tingginya pengidap HIV/AIDS. Provinsi Jawa Tengah adalah.provinsi terbesar kelima dalam jumlah pengidap HIV/AIDS.  Semarang sebagai ibu kota Jawa Tengah adalah kota tertinggi jumlah pengidap HIV/AIDS di antara kota-kota lain di Jawa Tengah. RS Kariadi sendiri adalah RS rujukan bagi pengidap HIV/AIDS. Sejak 2005-2018, RS Kariadi telah melayani 3284 pasien HIV/AIDS. Selain tindakan medis, RS Kariadi juga melengkapi dengan kegiatan Kelompok Dukungan Sebaya (KDS). Dengan teori IR (Islamic Religiousity) melalui pendekatan istinbath, iqtibas, dan istiqra, Ema Hidayanti semua informan memakai Islamic belief dan menerapkannya untuk memaknai diagnosis HIV/AIDS. Selain itu kualitas hidup pasien HIV/AIDS nilai menjadi lebih baik meliputi dimensi fisik, psikospiritual, sosial, dan kebebasan di lingkungan. Selain itu, IR sebagai faktor penentu health seeking behavior juga melahirkan strategi koping relijius positif dalam menghadapi komplesitas masalah pada pasien HIV/AIDS.Penelitian ini juga menunjukkan bahwa aspek reliji merupakan aspek dominan yang mempengaruhi aspek lainnya (bio-psiko-sosio).

Prof. Dr. H. Amin Syukur, MA selaku promotor memuji disertasi Ema Hidayanti sekaligus beberapa kali menyebut Ema Hidayanti seperti cabe rawit, karena meskipun memiliki postur tubuh yang kecil tapi kualitas yang dihasilkan dalam disertasi sangat baik. Pada ujian terbuka ini, Ema Hidayanti meraih nilai 4.00, atau sempurna dari semua penguji.

Prof. Dr. H. Abdul Ghofur M.Ag selaku Direktur Pascasarjana UIN Walisongo sekaligus Ketua Sidang mengapresiasi penelitian dari Ema Hidayanti serta menasehati untuk segera punya anak karena kecerdasan seorang ibu biasanya akan menurun pada anaknya. Selain itu, Direktur Pascasarjana juga memberi pesan untuk tidak berhenti belajar meskipun sudah selesai S3 karena ilmu yang didapat harus sebanding dengan hidayah, tidak ada artinya ilmu jika tidak menambah hidayah. Diharapkan setelah lulus dari Pascasarjana UIN Walisongo, Ema Hidayanti bisa menjaga nama baik almamater dan berkiprah untuk kemajuan ilmu pengetahuan di masa depan khususnya di tempat bertugas, yaitu sebagai dosen di Fakultas Dakwah dan Komunikas UIN Walisongo Semarang..

Atas nama civitas akademika Pascasarjana UIN Walisongo Semarang mengucapkan selamat kepada;

Dr. Ema Hidayanti. atas pencapaian gelar doktor (S3) di Pascasarjana UIN Walisongo Semarang bidang Studi Islam dengan judul disertasi:
“Studi Islamic Religiousity dan Relevansinya dengan Kualitas Hidup Pasien HIV/AIDS di RSUP Dr. Kariadi Semarang.”

Semoga dapat mengamalkan ilmunya untuk kemajuan nusa, bangsa dan agama. (maola)

 

Pengumuman Kuliah Umum Pascasarjana

Mohon Kehadiran para mahasiswa S2 dan S3 semua Angkatan dan semua prodi untuk bisa mengikuti kuliah umum di Pascasarjana. berikut informasi selengkapnya, dan untuk konfirmasi pendaftaran bisa klik tautan di bawah ini untuk melakukan pendaftaran. karena peserta di batasi hanya untuk 250 orang pendaftar pertama. disediakan juga makan siang dari panitia

https://docs.google.com/forms/d/e/1FAIpQLSc_1pxYgAJWK17Uk26uEm-x6ZgFrKQbgQoOXf5fDRVGU80pyw/viewform

NB: gratis tidak di pungut biaya

Lunturnya Etika Keulamaan di Tengah Gencarnya Medsos

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tantangan penyebaran Islam rahmatan lil alamin di era digital sekarang ini makin besar. Di berbagai platform media sosial (medsos), begitu banyak konten yang bermuatan paham keagamaan radikal sehingga dikhawatirkan dapat memengaruhi para penggunanya yang sebagian besar adalah anak muda.

Karena itu, menurut Muhyar, penegak hukum, dalam hal ini kepolisian, harus melibatkan para tokoh agama dalam menyelidiki suatu tindakan yang melanggar UU ITE. Sebab lanjut dia, polisi tentu sulit memastikan suatu perbuatan sebagai bentuk pelanggaran hukum jika terkait paham keagamaan.

“Polisi kita itu harus didampingi para tokoh agama, karena polisi, begitu menyangkut ustaz yang membawa kitab suci, itu ragu-ragu. Karena polisi enggak punya kapasitas untuk mengkaji itu, misal ini ustaz gadungan atau apa,” tutur Wakil Direktur Pascasarjana UIN Walisongo Semarang itu.

Di sisi lain, Muhyar mengakui, di kalangan ulama sendiri belum memiliki kesamaan pandangan. “Ada versi 212, NU, Muhammadiyah, maka di versi-versi ini kita masih problem,” kata doktor filsafat hukum Islam di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini.

Muhyar melanjutkan, profesor hukum dari Sekolah Hukum UCLA Universitas California, AS, Khalid Abou el-Fadl, mengkritik persoalan yang terjadi seperti saat ini. “Dengan tidak adanya forum ulama yang disepakati, sehingga semua orang mudah men-declare kelompoknya menjadi ulama,” jelasnya.

Muhyar kemudian menggunakan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai contoh. Siapapun yang lulus sarjana kedokteran tidak bisa sembarangan mendeklarasikan dirinya dokter karena ketentuannya diatur oleh IDI. Selain itu, ketika terjadi malpraktik oleh seorang dokter, IDI bisa memberi sanksi seperti pelarangan membuka praktik.

Menurut Muhyar, MUI sebetulnya bisa berperan seperti IDI itu. “Maka keulamaan itu, MUI, sebenarnya bisa masuk untuk mengklarifikasi apabila ada seorang ulama yang melanggar kode etik keulamaan,” ujarnya.

Namun, Muhyar mengakui, kode etik tersebut tidak ada. MUI pernah berdiskusi untuk menyertifikasi ulama dan mubaligh tetapi akhirnya tidak jadi.

“Kemudian dialihkan ke Kemenag, lalu Kemenag yang dikritik, Pertanyaannya adalah siapa yang mengkritik,ya orang yang selama ini tidak peduli dengan kode etik ulama itu,” ucapnya.

Dia menjelaskan, problem keulamaan ini menjadi problem umat Islam di seluruh dunia, tidak hanya di Indonesia. Di Mesir juga begitu, Arab Saudi juga.

“Ini nanti urusannya menguat menjadi keulamaan dan kekuasaan. Penguasa negara mendukung ulama yang mana yang boleh diberi otoritas keulamaan. Di suatu negara pasti beda-beda,” jelasnya.

Kendati demikian, hal ini sebetulnya masalah klasik, dan telah terjadi pada 830 Masehi, ketika al-Makmun menjadi pemimpin pada Dinasti Abbasiyah. Saat itu paham Muktazilah berkembang pesat dan al-Makmun sepaham dengannya.

“Saat itu ada peristiwa yang disebut mihnah. Mihnah ini, jadi ulama yang tidak sesuai dengan al-Makmun, itu dihabisi,” imbuhnya

Bagi Muhyar, ulama adalah sosok yang didukung rekam jejak kebaikan yang tidak diragukan lagi. Misalnya, KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy’ari. Tidak ada sesuatu yang memberatkan kedua tokoh tersebut untuk disebut sebagai ulama. (umar mukhtar)

Artikel ini telah terbit di harian Republika Online pada tanggal 03 Oktober 2019

https://khazanah.republika.co.id/berita/pysx3h320/lunturnya-etika-keulamaan-di-tengah-gencarnya-medsos

Pelepasan Wisudawan Magister (S2) ke-44 dan Doktor (S3) ke-20 Pascasarjana UIN Walisongo

PASCASARJANA GELAR PELEPASAN WISUDAWAN
Pascasarjana Universitas Islam Negeri Walisongo kembali menyelenggarakan acara Pelepasan Wisudawan Magister (S2) ke-44 dan Doktor (S3) ke-20 sebanyak 38 wisudawan dari berbagai program studi Di Ruang Promosi Doktor, Gedung Kopertais UIN Walisongo, Kampus 1, Semarang Selasa, (28/1). Pelepasan wisudawan tersebut dihadiri oleh para civitas akademika UIN Walisongo Semarang.
Pascasarjana UIN Walisongo berhasil melepas 38 wisudawan dengan rincian program Doktor (S3) sebanyak 4 wisudawan, dan program Magister (S2) sebanyak 34 wisudawan. 34 wisudawan program magister (S2) didapatkan dari empat wisudawan dari prodi Ilmu Falak, Ilmu Agama Islam sebanyak lima wisudawan, Manajemen Pendidikan Islam sebanyak dua wisudawan, Pendidikan Agama Islam sebanyak sembilan wisudawan, Ekonomi Syariah sebanyak dua wisudawan, Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir sebanyak 8 wisudawan, dan 4 wisudawan dari Program Studi Komunikasi Pengembangan Islam.
Penghargaan wisudawan terbaik diberikan kepada Shahruddin Hidayat (Program Magister S2) yang mendapatkan IPK 3,77 dan Muhammad Ircham (Progrom Doktor) mencapai IPK 3,76. Penghargaan tersebut diberikan langsung oleh Direktur pascasarjana dengan didampingi Wakil Direktur, Kaprodi S2 Ilmu Agama Islam, dan Kaprodi S3.
Harapan besar kepada para wisudawan disampaikan oleh Prof.Dr. H.Abdul Ghofur,M.A.g. selaku direktur pascasarjana UIN Walisongo Semarang. Salah satunya, para wisudawan dapat mengamalkan keilmuannya dan nantinya dapat diaplikasikan di tempat kerja dengan penuh profesionalitas dan integritas tinggi.(ic)