AKHLAK MULIA ADALAH MUARA SEMUA IBADAH

Assalamualaikum wrwb.
الله اكبر ٩x الله اكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة واصيلا لا اله الا الله وحده صدق وعده ونصر عبده واعز جنده وهزم
الاحزاب وحده لااله الا الله ولا نعبد الا اياه مخلصين له الدين لا اله الا الله الله اكبر الله اكبر ولله الحمد
الحمد لله الذي ارسل رسوله بالهدى ودين الحق ليظهره على الدين كله وكفى بالله شهيدا والذى بعثه لاتمم مكارم الاخلاق اشهد ان لا اله
الا الله وحده لا شريك له واشهد ان محمدا عبده ورسوله لا نبي بعده اللهم صل وسلم على سيدنا وحبيبنا و شفيعنا وقرة اعيننا محمد صلى
الله عليه وسلم وعلى اله واصحابه ومن تبعه الى يوم الدين اما بعد فيا عباد الله اتقوا الله حق تقته ولا تموتن الا وانتم مسلمون قال الله
تعالى وهو اصدق القائلين فبما رحمة من الله لنت لهم ولو كنت فظا غليظ القلب لا نفضوا من حولك فاعف عنهم واستغفر لهم وشاور هم
في الامر فاذا عزمت فتوكل على الله ان الله يحب المتوكلين صدق الله العظيم

Saudaraku Kaum Muslimin dan Muslimat yang dimuliakan Allah.
Allah Akbar 3x.
Saudaraku, mari kita ungkapkan puji dan syukur ke hadirat Allah. Hanya atas limpahan anugerah
dan inayah-Nya semata, kita sehat afiat dan dapat melaksanakan ibadah shalat Idul Fitri dengan
khusyuk. Semoga ibadah puasa selama satu bulan, dengan penuh keimanan dan muhasabah kita
diterima oleh Allah. Semoga semua dosa kita setahun yang lalu telah diampuni oleh Allah ‘Azza wa Jalla.
Shalawat dan salam mari kita senandungkan untuk Baginda Rasulullah Muhammad saw, keluarga,
sahabat, dan para pengikut yang istiqamah meneladani beliau. Semoga semua urusan kita dimudahkan
oleh Allah dan kelak kita mendapat syafaat beliau.
Dalam kesempatan yang berbahagia ini, mari kita kuatkan tekad, setelah kita bermunajat, berdzikir,
dan memohon kepada Allah, dikaruniai rizki yang mudah, halal, banyak, dan berkah. Agar kesucian diri
kita setelah masa pencucian oleh Allah melalui puasa di bulan penuh rahmat dan kasih sayang, dan
ampunan, dapat kita jaga dan lestarikan fithrah kita, untuk mengisi sebelas bulan yang akan datang.
Rasulullah saw mengingatkan:

لو تعلم امتي ما في رمضان من الخير لتمنت ان تكون السنة كلها رمضان
“Seandainya umatku mengetahui kebaikan yang ada dalam bulan Ramadhan, sungguh mereka
mengharapkan satu tahhn semuanya adalah Ramadhan”.
Namun sayangnya, boleh jadi karena keawaman atau kedangkalan rasa keberagamaan kita, kita
belum mampu menyadari bahwa kala matahari akhir bulan Ramadhan beringsut memasuki
peraduannya, kita pada umumnya tidak sedih, akan tetapi justru bergembira. Mudah-mudahan dengan
menjalani puasa di bulan suci Ramadhan, kita digembleng menjadi pribadi-pribadi yang berintegritas,
sebagai wujud dari akhlaqul karimah, kita mampu menjaga dan melestarikannya, mendasari dan
mewarnai prilaku kita sehari-hari.
Rasululllah saw menegaskan:

انما بعثت لاتمم مكارم الاخلاق

“Sesungguhnya aku diutus (oleh Allah) hanyalah untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak”.
Hadits tersebut menegaskan, bahwa Rasulullah saw diutus oleh Allah dengan membawa risalah Al-
Quran, adalah semata-mara bertujuan untuk membangun akhlaqul karimah atau akhlak yang mulia.
Dengan akhlaqul karimah, seseorang akan mampu memahami ayat-ayat Allah, baik ayat-ayat AlQuran
maupun ayat-ayat kauniyah yang dihamparkan di antara langit dan bumi, sebagai tanda-tanda
kekuasaan dan kebesaran Allah.
QS. Al-Baqarah 185 menegaskan bahwa “pada bulan Ramadhan Allah menurunkan permulaan Al-
Quran, sebagai petunjuk dan penjelas dari petunjuk dan pemisah (antara yang batil dan yang haq)”. Al-
Quran juga bertujuan sebagai obat atau penyembuh manusia (syifa’ li n-nas) dan kasih sayang bagi

1 Prof. Dr. H. Ahmad Rofiq, MA., Guru besar dan Direktur Pascasarjana UIN Walisongo Semarang, Ketua Forum
Direktur Pascasarjana PTKIN se-Indonesia masa khidmat 2016-2019, dan Wakil Ketua Umum MUI Provinsi Jawa
Tengah.

orang-orang yang beriman (rahmatan li l-mu’minin) (QS. Al-Isra’ (17): 82)”. Masih banyak penegasan Al-
Quran tentang fungsi Al-Quran bagi kehidupan manusia.
Allah akbar 3x
Pertanyaannya adalah, apakah dalam realitanya, orang-orang yang mengaku beriman, percaya, dan
meyakini kebenaran Al-Quran, sudah mampu mengimplementasikan nilai-nilai Al-Quran dalam
kehidupan nyata sehari-hari. Apakah dalam kehidupan kita sehari-hari, kita yang sudah dicuci dan
dibersihkan selama satu bulan ini, sudah menemukan kembali akhlaqul karimah atau berbuat kebaikan
dalam kehidupan kita sehari-hari. Karena sesungguhnya ihsan inilah buah dari iman dan islam kita.
Alhlaqul karimah itu adalah hasil dari kita berakidah dan bersyariah. Akidah dan syariah tanpa akhlaqul
karimah, laksana kita bertani, bercocok tanam, namun buahnya tidak bisa dipanen, karena kekeringan
atau puso karena dibajak oleh hama atau hewan pembajak lainnya.
Suatu saat seseorang bertanya kepada Ummu l-Mu’minin Aisyah ra, “bagaimana berakhlak
sebagaimana akhlak Rasulullah saw?” Aisyah ra mengatakan: “Takhallaquu bi akhlaqi Allah, wa kaana
khuluquhu l-Qur’an”. Artinya “Berakhlaklah dengan akhlak Allah, dan akhlaq-Nya adalah al-Quran”.
Apabila kita memahami akhlak dari perspektif “bangunan” dari iman, islam, ihsan, maka berakhlak
dengan akhlak Allah, maka kita berkhlaq dengan tuntunan Al-Qur’an. Artinya, dalam praktik kehidupan
bermuamalah sehari-hari sudah berada pada pengamalan ihsan. Ihsan secara bahasa artinya berbuat
baik. Dalam penjelasan Rasulullah saw kepada malaikat Jibril yang menampilkan sosok laki-laki muda
ketika bertanya tentang ihsan, beliau menegaskan” “an ta’buda Allaha ka annaka taraahu fa in lam
yakun yaraahu fa innahuu yaraaka” artinya “apabila kamu beribadah (menyembah) Allah, seakan-akan
kamu melihat-Nya, maka apabila kamu tidak “mampu” melihatnya, maka yakinlah bahwa sesungguhnya
Dia melihatmu”.
Dengan kata lain dapat ditegaskan, bahwa cerminan sosok seorang muslim/muslimah dalam
kehidupan sehari-harinya, ia tampil selalu rapi, rajin, bertutur kata yang lembut, suara yang nyaman
didengar, menghormati orang lain seperti ia memperlakukannya pada dirinya sendiri. Ia selalu berusaha
menjadi yang terbaik, dari aspek iman, islam, dan ihsan. Iman fondasi dan bangunannya di hati dan
fikiran. Islam kita bangun dengan pembuktian ucapan lisan, dan pengamalan anggota badan,
menjalankan syariat agama Islam, melalui kesaksian dalam syahadat Tauhid dan Rasul, mengerjakan
shalat, membayar zakat, menjalani puasa, dan menunaikan ibadah haji bagi yang mampu biaya,
perjalanan, dan kesehatan.
Keimanan kita kepada Allah dan rukun iman lainnya, kita tampilkan misalnya dalam diri kita yang
menjadi “cermin” bagi kekuasaan dan kebesaran Allah, Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Maha
Pengasih yang senantiasa mengasihi tanpa pilih kasih, kepada siapa pun yang taat dan maksiyat tetap
saja dikasihi. Maha Penyayang yang senantiasa menyayangi hamba-hamba-Nya yang taat dan berbakti
serta mengabdi kepada-Nya.
Rasulullah saw menunjukkan karakter diri beliau, “yang karena kasih sayang Allah, bersikap lemah
lembut, tidak keras dan kasar kepada orang lain, pemaaf dan bahkan memohonkan ampunan kepada
Allah. Dalam menyelesaikan suatu urusan beliau mengajak bermusyawarah. Dan ketika memiliki
kemauan atau tekad yang tinggi, beliau tetap rendah hati dan penuh kepasrahan bertawakkal kepada
Allah. Karena Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang bertawakkal” ( QS. Ali ‘Imran: 159).
Orang yang beriman akan selalu menjaga tutur katanya dengan baik, atau jika tidak bisa bertutur
kata yang baik, maka lebih baik diam, menghormati tetangga, dan para tamu-tamu yang
mengunjunginya” (Riwayat Bukhary dan Muslim). Orang tua kita bilang “diam itu emas”. Aroma mulut
orang yang berpuasa itu, “wangi” atau “harum” laksana wanginya minyak misik atau kasturi, yang
harganya cukup mahal. Karena ia bisa menjaga, ia rela tidak bicara jika tidak benar apa yang dibicarakan.
Dalam kehidupan sehari-hari, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah, orang yang berakhlak Al-
Quran, ia wujudkan hidup dalam keseimbangan antara ibadah mahdlah dan ibadah sosialnya. Karena
ibadah mahdhah atau ritual yang sering disebut dengan hablun min Allah tidak akan banyak arti dan

manfaatnya jika tidak dibuktikan dengan ibadah sosial yang seimbang. Apakah dia bertindak untuk dan
atas nama dirinya sendiri, ketika ia bertindak untuk dan atas nama badan, organisasi, atau lembaga di
mana dia mengabdikan dirinya.
Rasululah saw menegaskan, “orang Islam yang beragama secara berkualitas adalah manakala ia
mampu menjaga kenyamanan orang lain dari tutur kata lisan dan dampak dari tangan kekuasaannya dan
orang yang hijrah adalah hijrah meninggalkan dari apa yang dilarang oleh Allah” atau “al-muslim man
salima l-muslimuna min lisaanihi wa yadihi wa l-muhajir man haajara maa nahaa Allah ‘anhu”.
Bahkan ketika Rasulullah saw menjelaskan tentang kemabruran ibadah haji umat beliau, dijelaskan
bahwa kemabruran haji itu indikatornya adalah “menebar kebahagiaan atau keselamatan, memberi
makan orang yang membutuhkan, bersilaturrahim menyambung persaudaraan, dan menjalankan shalat
di kala kebanyakan orang sedang pada tidur nyenyak”. (Riwayat at-Tirmidzi dinyatakan shahih).
Jika dicermati, hadits tersebut, tiga indikator pertama adalah ibadah sosial, dan indikator keempat,
adalah ibadah ritual shalat malam. Tentu seseorang akan rajin bangun malam, manakala shalat
maktubatnya sudah dipenuhi dan jalaninya dengan sangat baik. Mana mungkin orang yang misalnya
ada, shalatnya setahun dua kali (Idul Fitri dan Idul Adlha), ia bisa menikmati nilai dan nikmatnya
beribadah kepada Allah di kesunyian malam.
Allah akbar wa liLlahi l-hamd.
Orang yang berakhlaqul karimah, ia akan sisihkan sebagian rizqinya untuk diberikan kepada orang-
orang fakir miskin, dan membantu kepentingan umat, baik dalam keadaan longgar maupun sempit. Ia
tahan amarahnya dan lebih memilih menjadi pemaaf. Penyimpan dendam dan sikap tidak memaafkan
orang lain, apalagi meminta maaf, hanyalah menjadi penyiksa dirinya sendiri yang secara pelan namun
pasti akan menggerogoti ketahanan fisiknya sendiri.
Orang yang berakhlaqul karimah, tidak akan tega hati berbuat mendhalimi dirinya sendiri, meskipun
kelihatannya dia sedang mendhalimi orang lain. Karena sesungguhnya berbuat kedhaliman pada orang
lain sama halnya mendhalimi dirinya sendiri. Rasulullah saw mengingatkan: “Laisa minnaa man lam
yarham shaghiirana wa lam yuwaqqir shaghiiranaa” artinya “tidak termasuk golonganku, orang yang
tidak menyayangi yang lebih dewasa, dan tidak menyayangi yang lebih kecil dari kami” (Riwayat Abu
Dawud dan at-Tirmidzi).
Orang yang berakhlaqul karimah, akan terus berusaha menjaga atau kesucian dirinya. Ibnu Sina
menegaskan, fithrah manusia adalah angan, keinginan, dan amal perbuatan yang selalu ingin yang baik,
benar, dan indah. Sama sekali tidak terlintas dalam dirinya yang fithrah itu, angan, obsesi, dan apalagi
niat untuk melakukan kejahatan. Karena dalam diri kita sebenarnya, sudah diberi chip sensorik, yang
bisa menjaga manusia, berupa segumpal darah, yang apabila baik, semua anggota tubuhnya menjadi
baik. Namun sebaliknya, jika segumpal darah itu tidak baik, maka yang terjadi semua anggota tubuhnya
akan rusak, itulah yang disebut qalbu.
Qalbu artinya bergerak-gerak. Karena itu, kita musti menjaga, agar senantiasa terjaga untuk lurus
pada jalan Allah, ash-shiratha l-mustaqim, dan beristiqamah. Selain kita terus berdoa memohon kepada
Allah, “ya muqalliba l-quluubi, tsabbit qalbii ‘alaa diinika” artinya “wahai Dzat yang menggerak-gerakkan
hati, tetapkanlah hatiku, untuk mengiktuti agama-Mu”.
Semoga Allah memberi pertolongan dan kemudahan kita untuk mampu secara bertahap berakhlak
dengan Akhlak Allah, yakni akhlaq Al-Quran, karena itulah Akhlak Rasulullah saw. Sosok manusia
sempurna (insan kamil) sebagai uswatun hasanah (teladan yang baik). Semoga kita mampu hidup
istiqamah dan kelak Allah memanggil kita dalam keadaan husnul khatimah.
Allah SWT menegaskan dalam al-Quran surat al-A’raf (7): 96,

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Dan sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan
kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka
Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (AS. Al-A’raf (7): 96). Allah a’lam bi sh-shawab.

الله اكبر x7 الله اكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة واصيلا لا اله الا الله وحده صدق وعده ونصر عبده واعز جنده وهزم
الاحزاب وحده لا اله الا الله ولا نعبد الا اياه مخلصين له الدين ولو كره المنافقون لا اله الا الله الله اكبر الله اكبر ولله الحمد
اَلْحَمْدُ لله الذي نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ اِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ من شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وَمن سَيِّئَاتِ اَعْمَالِنَا،م َنْ يَهْدِه اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ
فَلاَ هَادِيَ لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ءَالِهِ وَاَصْحَابِهِ
وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَاللهِ: اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ
اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
قال الله تعالى فى القران الكريم: وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ فَتَقَطَّعُوا أَمْرَهُمْ بَيْنَهُمْ زُبُرًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ فَذَرْهُمْ فِي
غَمْرَتِهِمْ حَتَّى حِينٍ. وقال تعالى ان الله وملائكته يصلون على النبي يا ايها الذين امنوا صلوا عليه وسلموا تسليما اللهم صل وسلم على
سيدنا وحبيبنا وشفيعنا وقرة اعيننا محمد صلى الله عليه وسلم وارحمنا برحمتك يا ارحم الراحمين اللهم اغفر للمؤمنين و المؤمنات
والمسلمين والمسلمات الاحياء منهم والاموات اللهم انك عفو كريم تحب العفو واعف عنا يا كريم اللهم انا نسئلك رضاك والجنة ونعوذ بك
من سخطك والنار ربنا تقبل منا صلاتنا وصيامنا وقيامنا وتخشعنا وتضرعنا واعتكافنا وتمم تقصيرنا يا الله يا الله يا الله يا ارحم الراحمين
اللهم اجعل بلدتنا اندونيسيا هذه بلدة طيبة امنة مطمئنة تجري فيها احكامك وسنة رسولك يا الله، اللهم اجعل ولاة امور هذه البلدة اداء
للامانات واهتماما لامور المسلمين والمسلمات لنيل ما نقول بلدة طيبة ورب غفور اللهم اجعل من العائدين والفائزين والمقبولين كل عام
بخير وعافية وسلامة وبلوغ المرام برحمتك يا ارحم الراحمين ربنا اتنا في الدنيا حسنة وفي الاخرة حسنة وقنا عذاب النار وادخلنا الجنة
مع الابرار يا عزيز يا غفار يا رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

ZAKAT FITRAH, MAL, DAN KEBERKAHAN

Assalamualaikum wrwb.

      Zakat secara harfiyah artinya berkah dan berkembang. Fithrah artinya kesucian. Zakat fitrah (diindonesiakan) artinya zakat jiwa, zakat berupa makanan pokok untuk makan dua hari di hari raya fakir miskin, yang wajib dibayarkan oleh orang yang berpuasa dan keluarganya, dibayarkan paling lambat sebelum pelaksanaan shalat Idul Fithri.

      Kewajiban zakat fitrah ini, dikaitkan dengan adanya kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan bagi orang-orang yang beriman. Maka pembayaran zakat fitrah ini bisa dilaksanakan secara takjil, yang penting sudah dalam bulan Ramadhan. Hikmah atau tujuannya adalah, membersihkan dan mensucikan orang yang berpuasa (dari berbagai ucapan dan prilaku yang bisa mengurangi pahala puasa) dan memberi makan orang-orang fakir miskin.

      Sahabat Ibnu Abbas ra meriwayatkan: “Faradla Rasulullah saw zakata l-fithri thuhratan li sh-shaaimi wa thu’matan li l-masaakin” artinya “Rasulullah saw memfardlukan (mewajibkan) membayar zakat fitrah untuk mensucikan orang yang berpuasa (dari ucapan dan perbuatan yang sia-sia dan kotor) dan memberi makan orang-orang miskin” (Riwayat Abu Dawud).

     Rasulullah saw mengingatkan pada kita, “banyak sekali orang yang berpuasa, akan tetapi tidak mendapat (pahala apa-apa) dari ibadah puasanya kecuali lapar dan haus” (Riwayat Ahmad).

     Hakikat ibadah puasa adalah wujud ketakwaan seorang hamba kepada Allah secara paripurna. Karena itu, Sahabat Jabir RA berkata: “Jika kamu berpuasa, maka puasakanlah pendengaran, penglihatan, dan lisanmu dari berbohong dan hal-hal yang dilarang. Tinggalkanlah menyakiti tetangga, buatlah mereka tenang dan tenteram. Dan janganlah engkau menjadikan hari-hari puasamu dan hari kamu tidak berpuasa sama”.

     Zakat fithrah disebut juga zakat jiwa. Meskipun diwajibkan karena berkaitan dengan perintah puasa di bukan Ramadhan, namun zakat fitrah bisa dibayarkan selama dalam bulan Ramadhan, hingga sebelum pelaksanaan shalat Idul Fithri. Tujuan utama zakat fithrah adalah, mensucikan orang yang berpuasa dan memberi makan orang-orang fakir dan miskin, agar di hari raya Idul Fithri tersebut, dapat juga menikmati kebahagiaan tanpa harus meminta-minta seperti hari-hari yang dilalui mereka.

      Alkisah, suatu saat Sahabat Utsman bin Affan lupa membayar zakat fithrah, dan baru ingat setelah selesai shalat. Setelah itu, baru sadar akan kelupaannya itu. Utsman mencari seorang hamba, untuk segera dimerdekakan, sebagai pengganti – atau kompensasi — dan menebus kesalahannya itu. Setelah itu, Utsman segera menghadap kepada Rasulullah saw dan mengadukan peristiwa yang baru saja dialaminya. Utsman menyatakan : “Ya Rasulullah saw, saya lupa membayar zakat fithrah, baru ingat dan sadar setelah selesai shalat Idul Fithri. Setelah itu, saya segera mencari seorang hamba untuk saya merdekakan”.

      Menerima laporan Utsman tersebut, Rasulullah dengan lugas dan bijaksana, menjawab apa yang ditanyakan Utsman : “Wahai Utsman, ketahuilah seandainya hari ini kamu memerdekakan 100 orang budak, maka pahalanya tidak akan mampu menutupi zakat fitrah yang kamu bayarkan sesuai waktu yang telah ditetapkan” (Durratu n-Nashihin).

      Ilustrasi kisah tersebut sangat menarik. Mengapa, karena melaksanakan ibadah sesuai waktu yang telah ditentukan, adalah bagian dari pesan penting suatu syariat ditetapkan, memiliki nilai dan makna yang sangat tinggi. Zakat fithrah menjadi penentu kesempurnaan dan dicairkannya pahala puasa Ramadhan. Rasulullah saw bersabda: “shaumu l-‘abdi mu’allaqun baina s-samaai wa l-ardli hatta yuaddiya zakata l-fithri”. Artinya “(pahala) puasa seorang hamba digantung di antara langit dan bumi hingga dibayar zakat fithrahnya”. (Riwayat dari Ibnu Abbas).

      Selain zakat fithrah, bagi orang Islam yang memiliki penghasilan setara dengan 85 gram emas (Syeikh Yusuf al-Qaradlawy) dalam satu tahun dalam rentang aman tercukupi kebutuhannya, dan 92,6 gram emas (Kementerian Agama RI), maka wajib mengeluarkan zakatnya sebanyak 2,5 persen. Penghasilan di sini, menunjukkan apapun profesinya dan bersifat kumulatif. Jika harga emas Rp 600.000,-/gram, maka batas nishab adalah 85xRp 600.000,- = Rp 51.000.000,- (lima puluh satu juta rupiah). Jika penghasilan seseorang Rp 51.000.000,- maka zakat yang wajib dibayarkan adalah 2,5 % x Rp 51.000.000,- = Rp 1.275.000,-

       Zakat mal disyariatkan lebih dimaksudkan untuk mengentaskan atau setidaknya mengurangi angka kemiskinan. Karena kemiskinan menurut Rasulullah saw, nyaris menjadikannya kufur (kaada l-faqru an yakuuna kufran). Karena itu penghimpunannya semestinya dilakukan oleh negara atau badan/lembaga yang ditunjuk untuk mewakilinya. QS. At-Taubah 60 menegaskan, bahwa zakat itu untuk 1). Orang-orang fakir; 2). Orang-orang miskin; 3). ‘Amil, 4). Muallaf; 5). Memerdekakan budak; 6). Gharim (orang-orang yang berutang); 7).  Sabilillah; 8). Dan Ibnu Sabil (dalam perjalanan kehabisan bekal).

      Apabila dua setengah persen sebagai harta zakat yang menjadi haknya para fakir miskin dan mustahik lainnya, tidak dikeluarkan, maka menjadi tidak halal dikonsumsi oleh pemilik harta. Sebaliknya, apabila dua setengah persen tersebut dibayarkan, didistribusikan melalui amil kepada para mustahik, maka 97,5 persen harta itulah, akan mendapat keberkahan dari Allah ‘Azza wa Jalla. Keberkahan artinya, bertambah kebaikan (ziyadatu khairin).

      Rasulullah saw mengingatkan: “Hashshinuu amwaalakum bi z-zakaati wa daawau mardlaakum bi sh-shadaqati wa a’idduu l-balaa’a bi d-du’aa” artinya “bentengilah hartamu dengan membayar zakat (fithrah dan mal), obatilah penyakitmu dengan shadaqah, dan bersiaplah menghadapi cobaan dengan berdoa” (Riwayat ath-Thabrany).

       Semoga Allah membuka hati dan fikiran kita, dan dengan ikhkas membayar zakat, baik zakat fith4ah maupun zakat mal. Insyaa Allah hidup kita akan diberkahi oleh Allah, hidup ini terasa lebih nyaman dan indah, karena kita tidak lagi didera penyakit bakhil, dan doa dari saudara kita yang fakir miskin, dan mustahik lainnya, akan menjadi obat penawar dan pendorong panjang umur kita.

      Allah a’lam bi sh-shawab.

Wassalamualaikum wrwb.

MENGUBAH MINDSET DAN PRILAKU BERZAKAT ?

Puasa hampir berakhir, aktifitas kaum Muslimin meningkat, banyak yang menghabiskan malam-malam sepuluh hari ini dengan beriktikaf di Masjid-masjid yang dirasakan lebih menghadirkan kekhusyukan. Dalam waktu yang sama, mereka yang kurang berdisiplin mengatur waktu, ada juga yang rela mengorbankan waktunya untuk membeli kebutuhan lebaran.

Bulan Ramadhan dapat disebut bulan zakat. Karena puasa tak akan sempurna dan bahkan “pahala puasa” tidak akan dicairkan, atau digantung di antara langit dan bumi, sebelum zakat fitrah dibayarkan. Bersamaan dengan itu, di bulan Ramadhan juga kewajiban membayar zakat mal, dijalankan. Meskipun sebenarnya tidak harus di bulan Ramadhan, namun karena ada syarat haul (satu tahun) dan nishab (batas kepemilikan minimal wajib zakat, maka seakan menjadi kewajiban bayar zakat di bulan Ramadhan.

Baznas (2018) dan Menteri PPN merilis potensi zakat di Indonesia ini mencapai 217 trilyun rupiah/pertahun. Rata-rata zakat yang dihimpun, belum sampai 4 persen. Jika data ini benar, apakah harta zakat yang 90 persen, tidak dibayarkan oleh para muzakki, atau para muzakki membayar dan mendistribusikannya secara langsung kepada mustahik. Tentu ini dibutuhkan penelitian yang akurat. Menurut Bambang Sudibyo, ketua Baznas, setiap tahun, penghimpunan zakat nasional mengalami pertumbuhan rata-rata 30,55 persen. Pada 2016, zakat yang berhasil dihimpun organisasi pengelola zakat baik Baznas maupun LAZ adalah sebesar Rp 5.017,29 miliar, dan meningkat menjadi Rp 6.224,37 miliar pada 2017 dan Rp 8.100 miliar pada 2018.

Sementara data rata-rata penyaluran zakat nasional, sebesar 66,03 persen dari total zakat yang dihimpun. Pada 2016, zakat yang berhasil disalurkan ke masyarakat adalah Rp 2.931 miliar, sementara pada 2017 sebesar Rp 4.860 miliar. Dari jumlah penyaluran zakat pada 2017, sebesar 78,1 persen telah disalurkan ke delapan golongan mustahik nasional. “Kita harapkan tahun ini tingkat penyaluran terhadap penghimpunan zakat dapat mencapai angka 80 persen,” kata Ketua Baznas.

Mindset Pemahaman Fikih Zakat

Agar potensi zakat secara nasional yang sangat besar tersebut dapat dihimpun, dikelola, dan didistribusikan dengan baik, hemat saya ada beberapa hal yang urgen dilakukan, utamanya oleh Baznas, selaku pemegang otoritas perzakatan di Indonesia.   Pertama, merubah mindset pemahaman fikih zakat yang spiritnya adalah “tu’khadzu min aghniyaaihim wa turaddu ilaa fuqaraaihim” artinya “diambil dari orang kaya dan diberikan (dikembalikan) kepada para fakir miskin (dan mustahik lainnya) dengan langkah proaktif Baznas mengekuarkan Surat Pemberitahuan Wajib Zakat (SPWZ) secara tahunan.

Kedua, sosialisasikan kepada seluruh warga masyarakat Muslim, bahwa pembayaran seluruh zakat baik mal maupun fitrah, diserahkan kepada Baznas atau OPZ yang melaksanakan tugas pembantuan dalam menghimpun, mengelola, dan mendistribusikan zakat. Fahamkan masyarakat bahwa pembayaran zakat itu “harus” atau bahkan “wajib” melalaui Baznas atau OPZ yang sah. Dasarnya adalah, QS. At-Taubah 60, bahwa penempatan Amil (wa l-‘aamiliina ‘alaihaa) pada urutan ketiga setelah fuqara’ dan masakin, adalah sebagai bentuk dan panduan prioritas penerima zakat. Ini sejalan dengan kaidah yang dirumuskan oleh Muhammad Abu Zahrah (1998) “al-ashlu fii z-zakaati an yajma’ahaa kullahaa waliyyu l-amri au man yanuubu ‘alaihi” artinya “pada dasarnya zakat itu semuanya dikumpulkan oleh uli l-amri (waliyyu l-amri) atau kembaga yang (ditunjuk) mewakilinya”.

Ketiga, penempatan Amil atau OPZ pada urutan ketiga ini, sebagai wujud jaminan bahwa zakat bisa dihimpun, dikelola, dan disistribusikan dengan baik. Zakat mal musti disalurkan dengan format zakat produktif, guna mengurangi atau menghapus angka kemiskinan secara terstruktur, sistemik, dan berkelanjutan. Ada empat fungsi pokok Amil, 1). Menjamin dan mengingatkan manusia yang sudah mampu membayar zakat (muzakki) agar disiplin membayar zakat melalui amil. 2). Mengontrol agar mustahiq tidak menerima zakat dari berbagai sumber, karena para mustahik ada yang tidak lagi merasa malu jika harus menengadahkan kedua tangan untuk meminta-minta, sementara masih sangat banyak mereka yang hidup dalam kekurangan, namun martabat dan harga dirinya lebih kuat untuk menghalau dirinya untuk meminta-minta. 3). Menjaga “air muka” atau “rasa malu” atau “harga diri” mustahik, agar tidak perlu meminta-minta ketika berhadapan secara langsung dengan para muzakki. Sekaligus menghindarkan sifat dan sikap muzakki dari sifat sombong, takabbur, dan sum’ah, yang dilarang oleh agama, yang menurut Syeikh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandary adalah bentuk awal kesyirikan. 4). Menyeleksi mustahiq mana yang harus diberi zakat produktif, mana yang konsumtif, karena tidak memungkinkan lagi jika harus dipaksa untuk melakukan usaha yang produktif.

Keempat, Baznas membekali surat tugas kepada petugas zakat untuk melakukan tagihan zakat. Sudah barang tentu harus dikakukan dengan metode dan tata cara yang sopan, berakhlak yang mulia. Bahwa pada awalnya, boleh jadi akan ada reaksi dari masyarakat, adalah hal yang wajar. Tentu Baznas dan OPZ harus profesional, amanah, dan transparan, sehingga masyarakat, utamanya para muzakki, percaya penuh, bahwa harta zakat yang mereka keluarkan melalui Baznas, dapat dipastikan sampai pada address atau alamat mustahik yang berhak menerimanya.

Kelima, prilaku berzakat ini perlu sosialisasi dan pengkondisian, agar tidak ada lagi zakat dibagi secara langsung oleh muzakki kepada mustahik. Ini akan menimbulkan dampak yang tidak baik, dari sisi budaya dan mental mustahik, juga sifat riya bagi para muzakki, juga dampak positif zakat untuk menghalus atau mengurangi angka kemiskinan, tidak banhak dirasakan. Selamat menghitung dan membayar zakat melalui Baznas dan OPZ.

Allah a’lam bi sh-shawab.

AR

PUASA DAN INTEGRITAS PRIBADI

Assalamualaikum wrwb.

Alhamdu liLlah wa sy-syukru liLlah, hanya atas anugrah dan karunia Allah semata, hari ini kita bisa menjalani ibadah puasa di sepuluh hari terakhir bbulan Ramadhan. Idealnya, tentu sudah banyak nilai tambah, kenyamanan hati dan kebahagiaan yang kita bisa rasakan, setelah kita menjalani puasa selama dua puluh hari yang lalu. Shalawat dan salam mari kita terus senandungkan untuk Baginda Rasulullah saw, keluarga, sahabat, dan pengikut yang setia meneladani beliau. Semoga semua urusan kita dimudahkan oleh Allah, dan kelak di akhirat kita mendapatkan syafaat beliau.

Teman-teman dan Saudaraku, saya menerima postingan di whatsapp, yang posisi juga “diteruskan” tidak jelas dari siapa yang menulis. Anggap saja “anonimous” (maaf saya tidak bermaksud melakukan plagiat, karena dalam kiriman itu tidak disebutkan penulisnya) tetapi karena isinya “bagus” maka beberapa poin, saya kutip. Kiriman yang sama juga saya terima dari kawan saya Dr. KH. Syukri Iska, M.Ag, direktur program pascasarjana IAIN Batusangkar. Judulnya “Boleh Pintar tapi Integritas dan Kejujuran Lebih Penting”. Inti tulisan itu, menggambarkan ada seorang wanita muda dari Asia (tak usah disebut negaranya) yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata, bahasa Inggris dan Prancisnya sangat baik, dan mendaftar kuliah di perguruan tinggi ternama di Prancis dan diterima.

Dari tempat kostnya, ia menggunakan public transport yang sudah tertata sangat baik, semua menggunakan self service karena semua dilayani oleh mesin. Nyaris tidak ada lagi layanan manual. Tentu dengan fasilitas cctv yang lengkap. Pemeriksaan insidental pun tidak ada. Ini karena sistem layanan dan budaya “trust” atau kepercayaan dan tertib hukumnya sangat baik.

Setelah berhari-hari ia menggunakan jasa transportas umum, anak muda wanita “cerdas” ini menemukan kelemahan yang bisa “disiasati” di mana dengan tanpa membayar, ia tetap bisa mendapatkan layanan transport tersebut. Dengan “kelihaiannya” itu dia bisa memperhitungkan kemungkinan tertangkap petugas karena tidak membeli ticket sangat kecil. Sejak dirinya merasa aman menggunakan “caranya” itu, ia tidak pernah membayar lagi.

Anehnya, ia merasa dengan “temuan atas kelemahan” sistem manajemen layanan transportasi umum itu, sebagai modus penghematan karena ia merasa sebagai mahasiswi miskin, untuk mengirit dan sekaligus merasa itu sebagai “kehebatan” yang tidak bisa dilakukan orang lain. Seiring berjalannya waktu, kuliahnya pun bisa diselesaikan tepat waktu, empat tahun dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) summa cumlaude.

Merasa prestasinya hebat, ia tidak mau berlama-lama menganggur, ia mengajukan aplikasi lamaran kerja ke beberapa perusahaan bonafide di Prancis. Awalnya semua perusahaan di mana dia mengajukan aplikasi melalui email, menerimanya karena IPK yang tinggi dan jebolan Universitas keren di Prancis. Namun setelah melalui tracking atau penjejakan, akhirnya semua perusahaan menolak lamarannya. Ini terjadi berulang-ulang, tanpa alasan yang jelas. Bahkan sampai dirinya merasa diperlakukan secara rasial dari perusahaan yang ada di Prancis.

Ia pun merasa jengkel dan penasaran, dan ia mengadu ke Kementerian Tenaga Kerja, mengapa lamarannya ditolak oleh semua perusahaan. Akhirnya ketika ketemu dengan Manajer di kantor Kementerian Tenaga Kerja, ia mendapat penjelasan yang di luar dugaannya. Manajer menjelaskan: “Nona kami tidak rasis, sesungguhnya kami sangat membutuhkan Anda. Ketika saya mencermati, kami sangat terkesan dengan nilai akademik dan prestasi Anda. Kami sangat membutuhkan, karena berdasarkan nilai akademik, Andalah yang kami cari. Nona pun menimpali, “jika demikian kenapa perusahaan-perusahaan menolak saya?

Manajer ini bilang : “Begini, setelah kami periksa di database kami menemukan data bahwa Nona telah tiga kali kena sanksi tidak membayar ticket saat naik kndaraan umum. Nona ini pun kaget, dan berkata: “Ya saya mengakuinya, tetapi apakah karena perkara kecil tersebut semua perusahaan menolak saya? Manajer : “Perkara kecil? Nona, kami tidak menganggap itu perkara kecil, kami lihat di database kami, Anda pertama kali melanggar hukum terjadi id minggu pertama Anda masuk negara ini. Saat itu petugas percaya dengan penjelasan Anda bahwa Anda belum mengerti sistem transportasi umum di sini. Itu sebabnya kesalahan itu diampuni, namun Anda tertangkap dua kali lagi setelah itu”. Nona ini masih ingin mencari dalih, bahwa waktu itu merasa tidak mempunyai uang kecil saja.

Menajer: “Maaf, kami tidak menganggap demikian, Nona. Perbuatan Anda membuktikan dua hal: pertama, Anda tidak mau mengikuti peraturan yang ada. Anda pintar mencari kelemahan dalam peraturan dan memanfaatkannya untuk diri sendiri. Kedua, Anda tidak bisa dipercaya. Nona, banyak pekerjaan di berbagai perusahaan di Prancis ini bergsntung pada kepercayaan atau “trust”. Jika Anda diberi tanggung jawab atas tugas di sebuah wilayah, maka aanda akan diberikan kekuasaan yang besar. Karena efisiensi biaya, kami tidak akan memakai sistem kontrol untuk mengawasi pekerjaanmu. Hampir semua perusahaan besar di aprancis ini mirip dengan sistem transportasi di negeri. Oleh karena itu, kami tidak bisa menerima Anda. Saya berani katakan, di negara kami bahkan di seluruh Eropa, tidak akan ada perusahaan yang mau menerima jasa Anda.

Bak disambar petir, wanita itu seperti tertampar dan “ditelanjangi” dan tersadar seakan baru terbangun dari mimpi buruk, bahwa selama ini ia bisa “mempecundangi” aturan transportasi dengan “kesombongannya”, yang ternyata semua itu berdampak sangat buruk bagi dirinya dan masa depannya.

Saudaraku, puasa adalah ibadah untuk menguji kejujuran, kedisiplinan, dan Allah menegaskan, bahwa “ibadah puasa (hamba-Ku) itu untuk Aku (Allah) dan Aku yang akan membalasnya”. Bahkan imbaan pahala, disediakan pintu khusus masuk surga,  namanya Rayyan, yang secara agama, hanya boleh dilewati oleh orang yang berpuasa.

Illustrasi di atas menegaskan, bahwa kejujuran, integritas pribadi, itu modal hidup yang sangat fundamental. Karena itu, dengan puasa mari kita menjadi hamba-hamba Allah yang menjaga integritas, atau ihsan. Sangat boleh jadi tidak ada orang lain yang melihat ketika Anda melakukan kesalahan, akan tetapi Allah Maha Melihat dan Maha Mengetahui.

Allah a’lam bi sh-shawab.

Wassalamualaikum wrwb.

Ngaliyan, Semarang, 27/5/2019.

 

DEWAN RISET KEAGAMAAN NASIONAL DAN BUDAYA IQRA’ (62)

http://twimacademy.com/Oleh Ahmad Rofiq
Assalamualaikum wrwb.
Mari kita lahirkan puji dan syukur kita ke hadirat Allah. Hanya atas anugerah dan karunia-Nya
semata kita sehat afiat dan dapat menjalankan aktivitas kita, guna menambah kenikmatan kita
menjalani ibadah puasa. Shalawat dan salam mari senantiasa kita senandungkan untuk baginda
Rasulullah saw, keluarga, sahabat, dan pengikut beliau. Semoga semua urusan kita dimudahkan oleh
Allah dan kelak kita mendapat syafaat beliau di akhirat.
Saudaraku, 9-10/5/2019 saya mendapat kehormatan diundang sebagai peserta seminar dan
lokakarya atau semiloka tentang Dewan Riset Keagamaan Nasional. Tidak jelas apakah semiloka ini akan
membentuk Dewan Riset Nasional – sebagaimana tertulis dalam surat – atau Dewan Riset Keagamaan
Nasional. Dalam fikiran saya jika Dewan Riset Nasional saja boleh jadi ada pihak yang keberatan karena
coverage-nya berada di wilayah mereka. Bisa juga forum semiloka ini yang menggunakan sebagai pihak
yang pembentukan Dewan Riset Nasional. Kalau Dewan Riset Daerah (DRD) sudah banyak, seperti DRD
Provinsi Jawa Tengah.
Jika teman-teman dosen dan para guru besar yang diundang dari UIN dan IAIN, yang hampir semua
UIN telah berjuang keras untuk selain membumikan ajaran Islam, juga ada misi besar menghilangkan
dikhotomi keilmuan agama dan umum. UIN Walisongo misalnya, dalam visinya, dengan tegas
menyatakan “Menjadi Universitas Islam Riset Terdepan Berbasis Kesatuan Ilmu (Unity of Sciences) untuk
Kemanusiaan dan Peradaban”.
Momentum semiloka ini, tampaknya juga sengaja diinisiasi dan digelar di awal Ramadhan, apakah
Dewan Riset Nasional ini akan dideklarasikan pada saat peringatan Nuzul al-Qur’an, atau deklarasi
dianggap tidak penting, tetapi substansi dan agenda riset ke depan yang lebih penting. Yang jelas, dalam
fikiran saya, semiloka pembentukan Dewan Riset Nasional ini merupakan even penting dan strategis, di
tengah masa menunggu hasil pemilu yang rasanya menimbulkan rasa “waswas” akan endingnya di
tanggal 22/5/2019 dan momentum Ramadhan.
Saudaraku, bulan Ramadhan adalah awal diturunkannya Al-Qur’an. Menjelang penugasan kerasulan
Nabi Muhammad saw, beliau melakukan munajat di Gua Hira’, di atas Jabal Nur Mekah. Setelah
beberapa hari, Malaikat Jibril datang membawa perintah dari Allah SWT, “Iqra’ Ya Muhammad” artinya
“Bacalah Wahai Muhammad”. Nabi Muhammad saw menjawab : “Maa ana bi qariin” artinya “Aku tidak
bisa membaca”. Sejarah mencatat, Malaikat Jibril memerintahkannya hingga tiga kali, dan dijawab
dengan jawaban yang sama.
Pendek cerita, akhirnya Nabi Muhammad saw menerima wahyu QS. Al-‘Alaq 1-5 : (1) “Bacalah
dengan menyebut Asma Tuhanmu yang Menciptakan; (2). Menciptakan manusia dari segumpal darah;
(3). Bacalah, dan Tuhanmu yang Lebih Mulia; (4). Yang mengajarkan manusia dengan qalam (pena); (5).
Yang mengajarkan manusia hal-hal yang tidak diketahuinya”.
Ada yang menarik dicermati dari lima ayat wahyu pertama tersebut, yakni perintah membaca akan
tetapi tidak dijelaskan obyek)-nya. Ini bisa bermakna tidak hanya sekedar membaca seperti kita
membaca tulisan atau ayat-ayat Al-Qur’an saja, tetapi juga membaca dalam arti meneliti,
mengobservasi, atau yang kemudian dikembangkan dalam metodologi riset. Prof Nasaruddin Umar
(2019) menjelaskan, bahwa obyek kata iqra’ yang tidak disebutkan dalam wahyu atau ayat pertama
tersebut, ada yang KitabuLlah dan ada yang KalamuLlah. Jika Kitabullah boleh jadi lebih banyak pada
wilayah teks, sementara KalamuLlah lebih luas cakupannya, selain teks, bisa konteks, dan bahkan
hamparan ayat-ayat kauniyah di. Jika bumi ini adalah bacaan yang memerlukan penelitian, kajian kritis,
dan analisis yang mendalam.
Lalu apa hubungannya dengan Dewan Riset Nasional ini? Sebagai warga Muslim yang diamanati
menjalankan tugas Tri Darma PT, selain tugas pengajaran, dan pengabdian kepada masyarakat, tugas

penelitian justru menjadi lebih penting dan strategis bagi pengembangan ilmu, masyarakat, dan
terutama dalam merespon perkembangan sain dan teknologi. Isu-isu keagamaan sering menjadi
persoalan yang sangat rumit, apalagi ketika sudah bersinggungan atau bahkan dimanfaatkan untuk
kepentingan politik. Agama yang dirancang dan diturunkan untuk memandu manusia melalui hidayah
dan perwujudan kasih sayang atau Islam rahmatan lil ‘alamin, jika tidak benar mengurusnya, bisa
berubah menjadi candu atau berbuah malapetaka, menjadi konflik horizontal atau bahkan saling bunuh
dengan mengatasnamakan agama.
Pemilu 2019 yang memakan korban paling banyak sepanjang pemilu di Indonesia, hingga tulisan ini
dibuat ada 554 orang, sangat terasa isu agama menjadi politik identitas yang berpotensi merusak
kemajemukan dan kebhinnekaan Indonesia, yang sudah dirajut dan dianyam secara kokoh oleh para
pendiri bangsa ini, semakin rapuh.
Teramat banyak tugas dan amanat akademik dari para akademisi UIN dan IAIN seluruh Indonesia,
karena itu semiloka Dewan Riset Nasional ini, diharapkan akan mampu melahirkan keputusan strategis
apakah pembentukan wadah Dewan Riset Nasional, Dewan Riset Keagamaan Nasional, atau Dewan
Riset Nasional Keagamaan, dan yang terpenting tentu inventarisasi isu-isu krusial dan strategis yang
akan sangat dibutuhkan bagi upaya memperkokoh persatuan, kesatuan, dan keharmonisan nasional,
berbasis kemajemukan dan pluralitas yang menjadi khazanah kekayaan Bangsa Indonesia ini.
Selamat bersemiloka, semoga Allah memberkahi. Allah a’lam bi sh-shawab.
Perjalanan Soekarno Hatta-Bogor, 9/5/2019.

PUASA, KEJUJURAN, DAN KEDISIPLINAN (61)

Oleh Ahmad Rofiq
Assalamualaikum wrwb.
AlhamduliLlah wa sy-syukru liLlah. Puji dan syukur hanya milik Allah. Mari kita syukuri naugrah dan
kasih sayang Allah yang telah kita terima. Pasti kita tidak mampu menghitungnya. Kita tidak meminta,
tetapi Allah banyak memberi. Sebaliknya, banyak yang kadang kita inginkan, tetapi Allah belum
memberinya. Karena Allah lah yang Maha Mengetahui akan kebutuhan kita.
Shalawat dan salam mari terus kita lantunkan, mengiringi Allah san para Malaikat yang senantiasa
bershalawat pada Baginda Rasulullah Muhammad saw. Semoga meluber untuk keluarga, sahabat, dan
para pengikut yang senantiasa berusaha untuk meneladani beliau. Insyaa Allah semua urusan kita
dimudahkan oleh Allah, dan kelak di akhirat kita akan mendapat syafaat beliau.
Saudaraku, puasa secara bahasa al-imsak artinya menahan diri. Para Ulama mendefinisikan, puasa
adalah menahan diri dari makan, minum, hubungan suami isteri, dan hal lain yang membatalkan puasa
dari fajar shadiq hingga terbenam matahari. Kira-kira 14 jam untuk kaum Muslim di daerah tropis. Ada
saudara kita yang puasanya sampai 19 jam. Namun karena ibadah puasa ini merupakan ibadah yang
menguji kejujuran, maka rintangan, cobaan, dan godaan apapun, semua akan berlalu saja, dan tidak
berpengaruh pada pelakunya.
Kejujuran ini adalah inti dari keimanan seorang hamba kepada Allah. Dalam bahasa Rasulullah saw,
“laa imaana li man laa amaanata lahu” artinya “tidaklah ada iman (bagi seseorang) yang tidak bisa
dipercaya baginya”. Orang yang berpuasa ia akan selalu dalam kesadaran penuh untuk menahan diri dari
makan, minum, hubungan suami istri, dan hal-hal lain yang dapat membatalkan puasanya. Sebagai
pekerja kantor, apalagi pejabat, yang dalam ruangan ia sendirian, ber-AC, di kulkas tersedia teh, kopi,
susu, dan makanan lainnya, tak ada CCTV, ia merasa nyaman dengan puasanya, tidak tergoda untuk
mengambilnya.
Kata Fakhrur Rozi (2019), “ada orang yang gagah, pejabat, yang dengan “bangganya”, makan,
minum, merokok, dan lain sebagainya”. Kala ditanya, “mengapa Anda tidak berpuasa, bahkan merokok,
makan, dan minum”? Dengan enaknya ia menjawab : “Hati saya puasa, tetapi jasmani saya tidak
mampu. Karena itu, saya merokok, makan dan minum”. Bahkan ia mengatakan, “fikiran Anda belum
nyampai (nyandak)”.
Ketika ditanya dengan nada agak marah, bahkan “ditempeleng”balik bertanya, “kenapa Anda
menempeleng saya”, dijawab: “Saya niatnya mengelus pipi Anda, berarti ilmu Anda belum sampai untuk
memahami antara niat dan tindakan saya untuk mengingatkan Anda”.
Saudaraku, sejatinya puasa memang menguji kejujuran dan keikhlasan. Banyak orang yang
pekerjaan sehari-harinya sangat berat, seperti tukang becak, pekerja kasar di jalanan dengan sengatan
matahari, namun mereka tetap berpuasa. Sementara banyak orang yang bekerja di ruangan sejuk, ber-
AC, namun gagal berpuasa. Rasulullah saw menyebut bahwa “puasa itu adalah benteng”. Artinya orang
yang menjalankan ibadah puasa dengan dasar keimanan dan muhasabah (introspeksi diri), maka Allah
mengampuni dosa-dosanya selama satu tahun yang lewat. (Riwayat al-Bukhari).
Puasa mendidik kita berdisiplin dalam segala hal. Disiplin untuk tidak menyentuh yang halal
sekalipun, kala belum waktunya tiba. Semua makanan sudah tersedia, bahkan istri cantik, di saat-saat
bulan madu misalnya, semua akan dibiarkan berlalu, karena memang belum waktunya.
Saudaraku, seandainya, kita semua, seluruh penduduk negeri ini, dapat menjalankan ibadah puasa
dan mengimplementasikan makna dan pesan puasa, menjadi orang-orang yang menjunjung tinggi
kejujuran dan kedisiplinan, boleh jadi negeri kita ini sudah menjadi negara yang hebat dan disegani
dunia. Pasti tidak akan ada korupsi, tidak ada nepotisme, tidak ada operasi tangkap tangan (OTT), karena
mereka akan bekerja on the track atau berada di jalan yang benar.

Puasa menyuratkan pesan yang sangat indah dan mulia. Yakni mendidik sifat, sikap, dan perilaku
jujur dan disiplin pada seluruh rakyat, yang rasanya di negeri ini masih sangat kurang, untuk tidak
mengatakan tidak ada sama sekali. Karena itu, kita semua berharap, agar melalui ibadah puasa ini, yang
di dalamnya terdapat malam lailatul qadar, yang lebih utama dari seribu bulan, kita mampu
meningkatkan sifat, sikap, dan prilaku yang jujur dan disiplin dalam segala hal.
Semoga Allah memberkahi niat dan usaha kita bersama. Selain itu, mari kita ciptakan budaya jujur
dan disiplin. Kebiasaan yang baik, karena diulang-ulang terus, maka akan menjadi habit, reflek, yang
tidak lagi memerlukan kerja otak kita.
Allah a’lam bi sh-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.
Karonsih Selatan Ngaliyan Semarang, 8/5/2019.

PERBAHARUI CINTA SAMBUT RAMADHAN (59)

Oleh Ahmad Rofiq
Assalamualaikum wrwb.
AlhamduliLlah wa sy-syukru liLlah, segala puji dan syukur hanya milik Allah. Mari kita lahirkan syukur kita kepada Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Meskipun mungkin kita menjadi hamba yang beribadah hanya sedikit waktu, namun Allah mengasihi dan memberi kenikmatan yang sering kita lupa memohon kepada-Nya. Shalawat dan salam mari kita lantunkan untuk mengisi dan merecharge rasa cinta dan mahabbah kita kepada Baginda Rasulullah saw. Agar kita masih terus menyala api cinta dalam hati kita untuk mencintai dan makin membara cinta kita kepada Allah. Dengan demikian, kita akan mampu menangkap kasih sayang dan kebaikan Allah dan Rasul-Nya, melalui hadirnya bulan suci penuh kasih sayang (rahmat), ampunan (maghfirah), dan kebahagiaan (sa’adah) karena dijauhkan dari api neraka.
Saudaraku, beberapa hari sebelum berakhirnya bulan Sya’ban pada tahun ke-2 Rasulullah saw hijrah ke Madinah, turun ayat Alquran yang mewajibkan puasa pada bulan Ramadhan, yakni: “Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu sekalian berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada umat-umat sebelum kamu sekalian, agar kamu sekalian dapat menjadi orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183).
Setelah menerima ayat tersebut, setelah shalat ‘Ashar hari itu juga, Rasulullah saw berpidato: Ayyuhannaas ! Wahai manusia! Kini telah dekat kepada kalian satu bulan agung, bulan yang sarat dengan berkah (syahrun ‘adhimun mubarakun). Bulan yang di dalamnya ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Inilah bulan yang Allah telah menetapkan puasa pada siang harinya sebagai suatu kewajiban dan shalat pada malam harinya sebagai shalat sunnah. Barang siapa ingin mendekatkan diri kepada Allah pada bulan ini dengan amal sunnah, maka pahalanya sama dengan ia melakukan amal yang wajib pada bulan-bulan lainnya. Dan barang siapa melakukan amal wajib pada bulan ini, maka dia akan dibalas dengan pahala melakukan tujuh puluh amal wajib pada bulan-bulan lainnya. Inilah bulan kesabaran dan imbalan atas kesabaran adalah surga. Inilah bulan peduli dan simpati terhadap sesama. Pada bulan inilah rizki orang-orang yang beriman ditingkatkan. Barang siapa memberi makan ta’jil (untuk berbuka puasa) kepada orang-orang yang berpuasa, maka dia mendapatkan balasan pengampunan atas dosa-dosanya dan pembebasan dari neraka Jahannam. Selain itu, dia juga memperoleh ganjaran yang sama sebagaimana ganjaran yang dikaruniakan atas orang yang berpuasa tersebut, tanpa sedikit pun mengurangi pahala orang yang berpuasa itu.”
Setelah itu, Rasulullah saw berhenti, tiba-tiba, seseorang di antara-mereka mengeluh kepada beliau: “Wahai Rasulullah, tidak semua di antara kami memiliki sesuatu yang bisa kami berikan kepada orang yang berpuasa untuk berbuka”. Rasulullah melanjutkan pidatonya: “Allah akan melimpahkan karunia balasan ini kepada seseorang yang memberikan sesuatu untuk berbuka puasa, meskipun hanya sebiji kurma, seteguk air, atau segelas susu. lnilah bulan yang pada sepuluh hari pertamanya Allah menurunkan rahmat, pada sepuluh hari pertengahannya, Allah memberikan ampunan, dan pada sepuluh hari terakhirnya, Allah membebaskan hamba-hamba-Nya dari api neraka“.
Rasul saw juga bersabda: “Barang siapa yang meringankan beban hamba sahayanya pada bulan ini, Allah swt  akan mengampuni dan membebaskannya dari api neraka. Karena itu, perbanyakanlah empat amalan di bulan ini; dua hal bisa mendatangkan keridhaan Tuhan, dan yang dua lagi kamu sekalian pasti memerlukannya. Dua hal yang mendatangkan keridhaan Allah ialah hendaknya kalian mengucapkan syahadat (persaksian bahwa tiada tuhan kecuali Allah dan Muhammad adalah Utusan Allah) dan istighfar (memohon ampunan kepada-Nya) sebanyak-banyaknya. Sedangkan dua hal yang kamu sekalian pasti memerlukannya ialah hendaknya kalian memohon kepada-Nya, dimasukkan surga dan berlindung kepada-Nya dari neraka Jahanam. Dan, barang siapa yang memberi minum kepada orang yang berpuasa (untuk berbuka), maka Allah akan memberinya minuman dari telagaku yang dengan sekali teguk saja, dia tak akan pernah kehausan lagi hingga dia memasuki surga.”
Saudaraku, pidato Rasulullah saw tersebut merupakan contoh bahwa beliau merasa perlu untuk mengingatkan para sahabat dan umat beliau, agar menyiapkan diri dapat  menyongsong alias menyambut Ramadhan dengan suka cita dan gembira. Sayyidusysyuhur, penghulu semua bulan. Rasa cinta atau mahabbah tidak datang dan tumbuh sendiri tanpa panduan. Para Ulama mengingatkan : “Man ahabba syaian katsura dzikruhu” artinya “barangsiapa mencintai sesuatu maka ia banyak menyebutnya”. Kita akan bisa dan mampu mencintai Allah dan Rasul-Nya, jika kita selalu mengingat-Nya dan Rasul-Nya. Juga kita akan mampu dengan sukacita menyambut Ramadhan jika kita mampu memahami, meresapi, dan menangkap manfaat dan keberkahan di dalamnya.
Ada seorang sahabat yang bertanya: “Apakah itu Lailatur Qadar ya Rasulullah? Beliau menjawab: Bukan. Tetapi itu adalah selayaknya seseorang yang bekerja diberikan upah apabila telah sempurna menyelesaikan pekerjaannya. (HSR. Imam Ahmad, dari Abu Hurairah).

Dalam hadis lain, Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa yang dengan sengaja tidak berpuasa Ramadhan satu hari saja tanpa uzur syar’ie seperti sakit dan seterusnya, maka ia tidak akan dapat menggantinya walau ia berpuasa setahun penuh. Dalam riwayat lain, walaupun ia berpuasa seumur hidupya. (HSR. Imam Ahmad, Atturmudzi, Abu Daud dll dari Abu Hurairah).
Saudaraku, hadits-hadits tersebut di atas menjelaskan betapa pentingnya ibadah puasa di bulan Ramadhan. Karena itu, kita perlu mempersiapkan diri, jasmani dan rohani, hati, fikiran, dan perasaan kita untuk ini. Rasulullah saw melakukannya dengan sering melakukan puasa Senin-Kamis, puasa hari-hari putih (13, 14, dan 15) tiap bulan, kecuali Bulan Sya’ban. Sayyidatina Aisyah ra mengatakan : “Rasulullah saw banyak berpuasa (di bulan Sya’ban) bahkan dapat dikatakan, beliau tidak pernah berbuka dan aku tidak pernah melihat Rasulullah berpuasa sebulan penuh kecuali puasa Ramadhan. Dan aku tidak pernah melihat Rasulullah banyak berpuasa (di luar Ramadhan) melebihi Sya’ban.” (HR. Bukhari-Muslim).
Dalam riwayat Usamah bin Zaid, aku bertanya kepada Rasulullah saw: “Wahai Rasulullah, aku tidak melihatmu banyak berpuasa seperti di bulan Sya’ban? Beliau menjawab: “Sya’ban adalah bulan yang suka dilupakan banyak orang, letaknya antara Rajab dan Ramadhan. Di bulan tersebut amal manusia diangkat (ke langit) oleh Allah Swt dan aku menyukai pada saat amal diangkat aku dalam keadaan berpuasa.” (HR. An-Nasa’i).
Oleh karena itu, mari lah kita mempersiapkan diri dengan memperbaharui cinta dan mahabbah kita kepada Allah dan Rasulullah saw. Agar hati dan fikiran kita terbuka, dan mampu mengisinya dengan bergembira atas datangnya bulan Ramadhan. Semoga Allah membukakan tabir dan mengampuni dosa kita, sehingga kita mampu meneladani cara Rasulullah saw menyambut datangnya bulan Ramadhan. Ahlan wa sahlan marhaban ya Ramadhan.
Allahu a’lamu bish-shawaab.
Ngaliyan Semarang, 3/5/2019.

Sent from my iPad

JABATAN, UJIAN, DAN PERTANGGUNGJAWABAN

Assalamualaikum wrwb.
Hamdan wa syukran liLLah. Segala puji dan syukur hanya milik Allah. Mari kita lahirkan puji
dan syukur kita kepada Allah Tuhan Yang Menciptakan kita dan dunia seisinya. Shalawat dan salam
mari kita senandungkan untuk Baginda Rasulullah saw, keluarga, sahabat, dan pengikut yang
istiqamah meneladani beliau. Semoga semua urusan ita dimudahkan oleh Allah dan kelak di akhirat
kita mendapat syafaat beliau.
Saudaraku, Rasulullah saw mengingatkan kita, agar kita tidak terkena penyakit waham, yaitu
besar angan, cinta harta, dan tidak suka pada kematian atau takut mati. Ketika umat sudah terkena
serangan penyakit tersebut, maka ia akan dengan mudah menggadaikan iman dan dengan sangat
mudah terjebak dalam prilaku yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
Para leluhur kita menasihati dan mengatakan : “Jadikan harta cukup di tanganmu saja, jangan
di hatimu”. Ini dimaksudkan, apabila kita hanya menempatkan harta cukup di tangan saja, maka kita
akan dengan mudah memberi orang lain, mudah bershadaqah untuk kepentingan umum, dan
mudah meletakkannya di tengah kesibukannya untuk beribadah kepada-Nya. Namun apabila harta
sudah sampai tersimpan dalam di lubuk hati, maka pasti akan terasa berat sekali untuk
mengeluarkannya di jalan Allah, berat juga meninggalkannya saat adzan berkumandang. Itulah
sebabnya, banyak manusia terjangkit penyakit yang sangat berpotensi mematikan iman dan
menghancurkan akidah, yakni “Hubbu d-dunya wa karahiyatu l-maut” (cinta berlebihan terhadap
dunia dan takut mati.” (HR Abu Dawud). Dalam versi lain, dinyatakan “Hubbu l-mal wa l-jah ra’su
kulli khathi-ah” artinya “cinta harta dan jabatan adalah biang dari kekeliruan/kesalahan”.
Tidak mudah memang, namun setidaknya, apabila kita masih ingat akan nasihat bijak ini, kita
akan lebih berhati-hati. Sebenarnya manusia mencintai harta itu adalah bagian dari tabiatnya.
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wnaita-
wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan binatang-binatang ternah
dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembai yang baik
(surga)” (QS. Ali ‘Imran (3): 14).
Para mufassir menafsirkan bahwa dijadikan tampak baik, mencintai hal-hal yang diinginkan,
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan binatang-binatang
ternah dari unta, sapi, dan kambing, dan sawah ladang untuk ditanami dan pertanian. Yang demikian
itulah bunga-bunga kehidupan dunia dan perhiasan yang fana. Allah lah sebaik-baik tempat kembali
dan pemberi pahala, yakni surga.
Menariknya, adalah banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an yang memberikan warning kepada
manusia, agar kekayaan itu tidak melalaikan kita dari berdzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Misalnya
QS. al-Munafiqun (63), 9: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah melalikan kamu harta-
hartamu dan anak-anakmu dari ingat (berdzikir) kepada Allah, barang siapa mengerjakan yang
demikian, maka mereka itulah orang-orang yang sesat”.
Rasulullah saw pun melarang pada umatnya untuk tidak meminta jabatan. Karena apabila
seseorang menjabat karena meminta, maka akan berat terasa beban dari jabatan tersebut. Namun

apabila seseorang diberi jabatan tidak karena meminta, maka Allah akan membantu, menolong, dan
meringankan pelaksanaan amanat jabatan tersebut (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Saudaraku, suatu saat ada kawan yang mengingatkan, mengapa Anda berani mencalonkan diri
untuk jabatan tertentu? Bukankah Anda sudah tahu bahwa jabatan itu, akan dimintai
pertanggungjawaban oleh Allah di akhirat kelak? Pertanyaan kawan saya ini, mengingatkan akan
sejarah Khalifah ‘Umar ibn Abdul ‘Aziz ra cucu Sayyidina ‘Umar ibn al-Khaththab ra. Beliau itu pada
awal mendapat “wasiyat” dari Khalifah sebelumnya, menangis, dan menyatakan keberatannya,
karena tidak dipilih oleh rakyat banyak. Karena itu beliau mengembalikan, biar rakyat banyak yang
memilihnya. Namun saat itu juga, karena rakyat sudah mengenal dan memahami rekam jejak beliau,
rakyat secara aklamasi memilih beliau sebagai khalifah.
Referensi yang saya baca, beliau hampir setiap malam menangis sedu sedan. Ketika ditanya
isteri beliau, “mengapa suamiku hampir setiap malam menangis?” Beliau menjawab: “Saya takut
nanti di akhirat akan dimintai peranggungjawaban rakyat yang hidup dalam kekurangan, baik dari
anak-anak maupun para janda yang ditinggal mati suaminya. Sementara mereka memohon
kesaksian pada Rasulullah saw”. ‘Umar ibn Abdul ‘Aziz (2 November 682 -4 Februari 720). Beliau
adalah khalifah yang berkuasa dari tahun 717 (umur 34–35 tahun) sampai 720 (selama 2–3 tahun).
Meski masa kekuasaannya relatif singkat, 'Umar bin 'Abdul 'Aziz merupakan salah satu khalifah yang
paling dikenal dalam sejarah Islam. Dia dipandang sebagai sosok yang saleh dan kerap disebut
sebagai khulafaur rasyidin kelima. Kekayaannya pun dari awal menjabat dan selesai menjabat,
mengalami penyusutan 90 persen. Sampai-sampai dalam kita Tarikh Baghdad karya Al-Khathib al-
Baghdady, disebutkan bahwa pakaian hingga akhir hayat beliau, hanya selebar yang dikenakan. Ada
sahabat belkiau yang beberapa kali menjenguk, sempat “agak marah” dan menanyakan kepada isteri
beliau, “kamu sebagai isteri itu bagaimana, pakaian suamimu tidak pernah ganti”. Istri beliau
menjawab, “Demi Allah suami saya tidak mempunyai akaian ganti, kecuali hanya dikenakannya itu”.
SubhanaLlah.
Saudaraku, jabatan adalah ujian dan pasti dimintai pertanggungjawaban. Yang tidak menjabat
pun akan dimintai pertanggungjawaban. Yang jelas, para pejabat, pertanggungjawabannya lebih
rumit, lebih lama, karena tugas dan amanatnya lebih besar. Maka para Ulama, ketika diberi jabatan,
mereka tidak bersyukur, akan tetapi membaca tarji’, innaa liLlaahi wa innaa ilaihi raaji’uun artinya
“Sesungguhnya kita ini hanya milik Allah, dan sesungguhnya kita kepada Allah akan kembali”.
Ini dimaksudkan agar para pejabat, jalankan jabatan itu sebagai amanat dan laksanakan
secara adil. Karena adil itu, dekat kepada taqwa. Dan taqwa itu adalah satu-satunya bekal paling
berharga menghadap Allah ‘Azza wa Jalla. In uriidu illaa l-ishlaah maa istatha’tu wa maa taufiiqii
illaa biLlaah. Allah a’lam bi sh-shawab.
Wasaalamualaikum wrwb.
Ngaliyan Semarang, 2 Mei 2019.