KENDURI BERSAMA CAP GO MEH

Published by achmad dharmawan on

Asalamualaikum wrwb.
     Marilah kita bersyukur kepada Allah, yang telah menganugerahi kita berbagai kenikmatan, sehat afiat, panjang umur, iman dan Islam, semoga kita bisa menjaganya dengan penuh keikhlasan, sampai ajal kita menjemput, dan husnul khatimah.
     Shalawat dan salam mari kita sanjungkan pada baginda Rasulullah saw, keluarga, sahabat, dan pengikutnya. Semoga hati kita menjadi baik, dan mampu menyejukkan sikap kita sebagai manusia yang bisa menghargai ciptaan-Nya. Termasuk saudara kita yang beretnis China. Banyak saudara kita China yang juga beragama Islam.
     Saudaraku, jangan hanya karena satu dua orang yang berlaku congkak, lalu kita generalisasikan bahwa mereka semua congkak. Karena pasti kita semua faham, bahwa mereka tidak bisa memilih dilahirkan di dunia ini beretnis apapun, karena itu sudah kehendak-Nya. Sama halnya saudara kita yang beretnis Jawa, Arab, atau yang lain, manusia hanya bisa terima dan menjalaninya.
     Rasulullah saw menegaskan :
أطلبوا العلم ولو بالصين فان طلب العلم فريضة على كل مسلم ان الملاءكة تضع أجنحتها لطالب العلم رضا بما يطلب أخرجه ابن عدي والبيهقي
“Carilah ilmu walau di negeri China, maka sesungguhnya mencari ilmu itu wajib (fardlu) bagi setiap orang Islam. Sesungguhnya malaikat mengepakkan sayapnya pada pencari ilmu merelaan atas apa yang mereka cari” (Riwayat Ibnu ‘Adiy dan al-Baihaqy).
      Sejarah mencatat, dakwah Islam di Indonesia juga melibatkan da’i China, yakni Masyarakat Muslim Tionghoa. Sejarawan Slamet Muljana dalam buku “Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara” mengatakan bahwa Walisongo beretnis Tionghoa. Tahun 1407, Laksamana Muslim Dinasti Ming, Cheng Ho (Zheng He), berlabuh di Palembang bersama 27.800 bala tentara.
     Laksamana Cheng Ho menumpas kelomook Chen Tsu Ji, diangkat duta Xuan Qei oleh Kaisar Ming di Palembang, namanya Shi Jinqing. Salah seorang putri Shi Jinqing bernama Nyai Gedhe Linatih (Pi Na Ti), adalah seorang pendakwah Islam di Jawa dan menjasi ibu asuh Radem Paku (Sunan Giri).
    Di Ampel Denta, masih menurut Mulyana, abad ke-15 ada tiga bersaudara Bong (Sam Bong) yaitu Haji Bong Swi Hoo, Haji Bong An Sui, dan Haji Bong Sam Hong. Hajj Bong Swi Hoo, dikenal identik sebagai Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel). Dalam diagram silsilah keluarga Haji Bong Tak Keng, pada generasi kelima di bawahnya daei perkawinan Raden Rahmatullah (Sunan Ampel) dengan Dewi Condrowati lahir putra, Raden Ibrahim (Sunan Bonang) dan Raden Qasim (Sunan Drajat). Sementara Raden Said (Sunan Kalijaga) adalah putra Adipati Hariyo Wilatika saudara seayah Dewi Condrowati dari perkawinan ayahnya Adipati Hariyo Tejo dengan Putri Adipati Tuban.
     Cap Go Meh dari tiga suku kata cap artinya 10, go artinya 5, meh artinya malam. Artinya malam tahun baru ke lima belas. Perayaan cap go meh ini dilaksanakan di berbagai belahan dunia, yang ada warga Tionghoanya.
Dalam pelaksanaan hari cap go meh 19/2 akhirnya digelar di halaman Balai Kota Semarang. Dihadiri para ulama, pimpinan umat beragama, dan masyarakat. Di dalamnya tidak ada upacara ritual keagamaan. Tetapi lebih bersifat kebudayaan.
     Lalu mengapa saudara-saudaraku dari Forum Umat Islam (FUI) menolak dengan keras ketika akan diselenggarakan di halaman parkir Masjid Agung Jawa Tengah? Tentu mereka punya alasan sendiri, meskipun sebenarnya kurang bijaksana juga. Atau karena memang belum tahu isi acara cap go meh tersebut. Apalagi di dalamnya juga banyak tokoh muslim China yang tergabung dalam PITI (Persatuan Islam Tionghoa Indonesia) dulu Pembina Iman Tauhid Islam. Organisasi ini sudah cukup tua, dibentuk di Jakarta, 14/4/1961.
     Awalnya, atas saran KH Ibrahim kepada Abdul Karim Oei bahwa untuk menyamoaikan agama Islam kepada etnis Tionghoa harus dilakukan oleh etnis Tionghoa yang beragama Islam. PITI sudah banyak membangun masjid berarsitektur Tiongkok, seperti Masjid Cheng Ho di Surabaya, Purbalingga, masjid An-Naba’ di Purwokerto,  Kota Semarang, dan Islamic center di kota Kudus (wikipedia.org).
     Sam Po Kong, nama petilasan sejarah, tempat persinggahan dan pendaratan pertama seorang Laksamana Tiongkok beragama Islam bernama Cheng Ho/Zheng He. Di sana ada tulisan “marilah kita mengheningkan cipta dengan mendengarkan bacaan Al-Qur’an”. Agar warna harmoni seperti cap go meh, tidak ada lagi ada penolakan dari sebagian kecil umat Islam, ada baiknya dipikirkan, ada acara shalawatan dzibaan bersama atau festifal budaya Jawa di petilasan Laksamana Cheng Ho yang muslim tersebut.
     Saudaraku,  jika acara cap go meh, diisi dengan kegiatan semacam “kenduri bersama” boleh jadi akan bernuansa lain. Apalagi sposor utamanya adalah saudaraku dari PITI, apakah saudaraku dari FUI akan menentang juga?  Kalaupun kenduri bersama cap go meh, kemudian dianggap bid’ah, jika niatnya untuk merawat rasa dan komitmen kebangsaan Indonesia, tampaknya baik. Tetapi kalau niatnya untuk tujjan lakn yang bisa mengusik kebersamaan, persaudaraan yang sudah terjalin baik, apalagi ditandai dengan arogansi kekuasaan, maka harus ditentang.
     Sama halnya, kalau ada seorang etnis Jawa, Tionghoa, atau Arab sekalipun, melakukan penistaan, apakah terhadap agama dan atau ulama, maka hukum harus ditegakkan. Perbuatan menista atau intoleran kepada orang lain, maka sesungguhnya adalah menista dan intoleran pada dirinya sendiri. Apalagi jika ada yang berniat merusak NKRI, harus dan wajib hukumnya negara menindak tegas, karena sudah akan menghancurkan negara ini.
     Rasulullah saw pernah mengingatkan akan prinsip kesetaraan dan kesamaan di depan Islam dan hukum. لا فضل لعربي على أعجمي
artinya “tidak lebih utama bagi orang Arab atas orang asing”  atau dalam riwayat yang lain dinyatakan لا فضل لأبيض على أسود artinya “tidak lebih utama etnis yang berkulit putih ataa etnis yang berkulit hitam”. Ini merupakan pesan penting kemanusiaan sejati. Karena tidak ada satu manusiapun yang dilahirkan di muka bumi bisa memilih warna kulit dan etnis.
     Saudaraku yang dicintai Allah, mengakhiri tulisan ini, kita renungkan secara seksama firman-Nya:
أدع الى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي أحسن ان ربك هو أعلم بمن ضل عن سبيله وهو أعلم بالمهتدين (النحل ١٢٥).
“Serulah atau dakwahilah (orang-orang) ke jalan Tuhanmu dengan bijaksana, nasihat yang baik, dan berdiskusilah dengan mereka dengan (cara atau metode) yang lebih baik, sesungguhnya Tuhanmu itu lebih mengetahui orang-orang yang sesat dari jalan-Nya, dan Ia lebih mengetahui orang-orang diberi petunjuk (hidayah)” (QS. Al-Nahl: 125).
     Semoga kita semua bisa makin lebih dewasa dalam beragama, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Karena kualitas keberagamaan kita, menurut Rasulullah saw, adalah manakala orang Islam (dan juga saudara kita yang beragama lain) dapat merasakan kesejukan dan kenyamanan dari lisan (tutur kata) dan tangan (kekuasaan)-nya” (Riwayat al-Bukhary dan Muslim). Mudah-mudahan dengan kesejjkan dan harmoni yang kita wujudkan bersama, cahaya hidayah Allah akan menembus dinding-dindjng hati kita untuk memilih jalan Allah.
اللهم اهد هم فانهم لا يعلمون
    “Ya Allah berilah hidayah mereka, karena sesungguhnya mereka tidak (belum) belum mengetahui (hidayah-Mu)”.
 Allah a’lam bi al-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.
Ngaliyan Semarang, 21/2/2017.

Silahkan Hubungi Kami