Pascasarjananews: Senin, 5 Mei 2025, Pascasarajana UIN Walisongo menyelenggarakan diskusi dengan judul Isnad (mata rantai) dan Tradisi Keulamaaan Melayu. Diskusi dihadiri oleh Prof. Sheikh Dr. Omar Kalsh al-Husainiy, Dekan Insititut Pengajian Islam, Baitussaadah, Innovative University College, Malaysia yang juga bertindak sebagai narasumber. Acara yang dimulai dari jam 09.00 hingga 12.00 diikuti oleh pimpinan Pascasarjana, pimpinan Interntional Office (IO) UIN Walisongo, dosen, dan mahasiswa Pascasarjana dari semua program studi. Acara berlangsung sangat dialektis. Mahasiswa banyak mengajukan pertanyaan dan dijawab dengan sangat mencerahkan oleh narasumber. Salah satu peserta, Ihtirosun Ni’am menanyakan bagaimana menjalankan system isnad dalam tradisi pendidikan tinggi modern yang mana kurikulum dan novelty (kebaruan) sangat diunggulkan? Penanya lain, Abror Zukroni, menanyakan tentang bagaimanakah menyikapi orientasi pendidikan tinggi keagamaan yang lebih dituntut untuk mencetak peneliti dan akademisi bukan mencetak ulama dan pendakwah? Terhadap pertanyaan itu, Sheikh Omar menjawab bahwa PT Keagamaan Islam (PTKI) harus bisa menggabungkan dua tuntutan itu. Alumni PTKI harus bisa menjadi ulma sekaligus menjadi peneliti dan akademisi. Caranya jadikan sistem isnad  sebagai co-kurikulum yang dihargai dalam sistem kurikulum PTKI saat ini. Saat ditanya secara terpisah, Direktur Pascasarjana, Muhyar Fanani, menegaskan bahwa sistem isnad di UIN Walisongo sedang didorong untuk terus berkembang secara simultan dengan kurikulum modern. Di Pascasarjana terdapat satu mata kuliah yang menjalankan sistem isnad tersebut. Mahasiswa diwajibkan mengambil mata kuliah pilihan dengan sistem nyantrik (talaqqi/musyafahah: bertatap muka) dengan para pakar untuk mendalami suatu bidang ilmu agar mahasiswa mendapat bimbingan langsung dan melihat langsung bagaimana seorang ilmuwan bekerja dalam dunia keilmuan.

 

Diskusi ini memberikan wawasan dan pamahaman peserta diskusi terutama tentang konsep isnad sebagai mata rantai periwayatan ilmu dalam Islam. Isnad merupakan tulang punggung keabsahan ilmu, terutama dalam hadis dan keilmuan Islam. Ilmu tanpa isnad, validitas dan orisinalitasnya pantas diragukan mengingat tanpa adanya isnad, seseorang dapat berbicara tanpa dasar dan tanpa otoritas ilmiah yang memadai.

 

Tradisi keulamaan Melayu menunjukkan koneksi isnad yang terpelihara. Tradisi keulaman melayu menjaga transmisi keilmuan dengan mementingkan adab, pendidikan, dan keteladanan. Tradisi mereka juga menjamin tiadanya kekerasan dalam pendidikan. Ulama Melayu seperti Syekh Daud al-Fatani dan Syekh Ahmad al-Fatani menjaga isnad dengan menuntut ilmu langsung ke Timur Tengah. Kitab-kitab berbahasa Melayu beraksara Jawi menjadi media transmisi ilmu ulama Melayu ini. Tradisi keilmuan Melayu terbukti telah menjadi identitas dan warisan intelektual Islam yang khas dan berakar pada nilai-nilai lokal. Tradisi keulamaan Melayu merupakan bagian dari jaringan intelektual dunia Islam yang terhubung ke pusat ilmu seperti Makkah, Madinah, Mesir, dan India. Tradisi itu harus diapresisasi dan dilestarikan baik di Malaysia, Indonesia, Brunei, Thailand, Singapura dan kawasan sekitarnya.  

 

Diskusi yang berlangsung meriah ini sangat mencerahkan dan menginspirasi. Peserta diskusi merasa tertarik dengan pentingnya isnad dalam tradisi keulamaan Melayu, pentingnya berguru langsung dan menjaga adab dalam menuntut ilmu, pentingnya interaksi langsung antara guru dan murid dalam transmisi ilmu, pentingnya isnad untuk menyaring hoaks dan informasi tidak valid, besarnya tantangan dalam menjaga isnad, dan pentingnya menghubungkan ilmu agama ke sumber aslinya, hingga Rasulullah SAW.

 

Peserta diskusi berharap agar Pascasarjana lebih sering menyelenggarakan kegiatan serupa dan mengundang para pembicara international lainnya. Peserta juga merasa bahwa jika kegiatan ini diberitahukan jauh hari sebelumnya, pasti banyak mahasiswa yang berada di luar kota bisa menyiapkan diri untuk hadir[]mf.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *