WASPADA KEBANGKRUTAN (68)

Published by achmad dharmawan on

Assalamualaikum wrwb.
Mari kita awali aktifitas kita hari ini dengan memuji dan mensyukuri anugrah dan kenikmatan dari
Allah ‘Azza wa Jalla. Hanya karena anugrah dan pertolongan-Nya, kita hari ini sehat afiat dan insya Allah
dapat menjalankan aktifitas kita dengan lancar. Shalawat dan salam mari kita senandungkan untuk
Baginda Rasulullah saw, keluarga, sahabat, dan pengikut yang setia meneladani beliau. Meskipun
mungkin belum bisa semuanya. Semoga semua urusan kita dimudahkan oleh Allah dan kelak di akhirat
kita mendapat syafaat beliau.
Riwayat dari Abu Hurairah ra, mengatakan, Rasulullah Muhammad saw bertanya kepada para
Sahabat: “Apakah kalian mengetahui siapa orang yang bangkrut (muflis)? Para Sahabat menjawab:
“Orang hang bangkrut adalah orang yang tidak mempunyai uang (dirham) dan harta kekayaan”. Karena
menurut para Sahabat, orang hang bangkrut adalah yang ia tidak memiliki uang dan harta kekayaan
sama sekali. Menerima jawaban para Sahabat, Rasul bersabda : “Orang yang bangkrut adalah orang
yang datang di hari kiamat dengan membawa (pahala) shalat, puasa, zakat, dan ia datang dengan
mencaci, menghujat ini, menuduh ini, makan harta ini, menumpahkan darah ini, memukul ini. (Mereka
yang menjadi sasaran) itu diberi pahala kebaikannya dan ini dari kebaikannya, maka apabila kebaikannya
telah habis, sebelum ia dipenuhi apa yang menjadi kewajibannya, maka diambilkan dari kesalahan-
kesalahan mereka, dikurangkan padanya, kemudian ia dilemparkan ke neraka” (Riwayat Muslim).
Saudaraku, senyampang masih di suasana Idul Fithri, di mana kita dikembalikan hati, fikiran, dan
perasaan kita pada fithrah kesucian, mari kita jaga, waspadai, dan berikhtiar, agar kita tidak terperosok
dalam kebangkrutan. Idul Fithri 1440 H tahun ini yang bersamaan dengan event politik, piplpres dan
pileg, didukung oleh era gadget atau media sosial, selain intensitas silaturrahim secara langsung boleh
jadi berkurang, di antara kita sering lupa, bahwa melalui jari-jari kita kita sentuhkan di keypad
handphone kita, merangkai kalimat yang isinya justru isinya ujaran kebencian, hasutan, hujatan, dan
kalimat sejenis lainnya terhadap seseorang, alakah itu perorangan atau seseorang yang mewakili
lembaga atau organisasi.
Ini mengingatkan kita pada Firman Allah yang maksudnya “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka,
dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang
danulu mereka usahakan” (QS. Yasin (36): 65). Biasanya ayat ini dijelaskan untuk menggambarkan
kehidupan dan kesaksian di akhirat kelak, akan tetapi di dunia sekarang ini, sidik jari ternyata sudah
digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang tidak lagi bisa berbohong melalui sidik jari, karena
dokumen biometrik untuk urusan paspor yang berlaku secara internasional juga salah satunya
mengandalkan sidik atau cap jari ini.
Bahkan dalam banyak kasus-kasus kriminal, pelaku bisa saja mengelak, akan tetapi bekas sidik jari
yang menempel di barang-barang yang ada, dengan mudah dilacak untuk memastikan siapa pelaku
kejahatan. Lalu bagaimana dengan jari-jari kita yang melaksanakan perintah otak kita, yang isinya ujaran
kebencian, caci maki, fitnah, ghibah, tajassus, takabbur, riya, sum’ah, dan merasa diri paling benar,
melalui keypad handphone, dan diposting kepada orang lain?
Boleh jadi orang yang melakukannya merasa dirinya benar, atau membela kebenaran, atau ingin
menyamlaikan kritik agau koreksi, apakah dengan cara melalui media sosial itu bisa dibenarkan? Apalagi
jika yang dilakukan seseorang itu tanpa ada tabayun atau klarifikasi kepada sumber informasi. Boleh
dikata, era gadget atau medsos ini, tampaknya lebih didominasi oleh berita tidak benar atau hoax.
Pertanyaannya adalah, apakah apabila ilustrasi di atas itu benar adanya, maka orang yang
melakukannya termasuk katagori orang yang bangkrut ( al-muflis) seperti dimaksud oleh Rasulullah saw
? Sekedar gambaran, kebetulan apabila kita cermati secara seksama, media sosial kita mulai dari

facebook, whatapps, dan lain-lain, banyak digunakan untuk wahana untuk mengumbar ujaran
kebencian.
Data Kementerian Komunikasi dan Informatika 1.645 konten hoaks sejak bulan Agustus 2018 hingga
25 April 2019. Penyebaran informasi hoaks ini terkait Pemilu Serentak 2019. “ Hoaks yang kami
identifikasi, kami klasifikasi dan validasi menangkal 1.645 hoaks dari bulan Agustus tahun lalu,” kata
Menteri Rudiantara, Minggu (28/4/2019), dikutip dari Tribunnews.com. Menteri Rudiantara
memaparkan, jumlah hoaks setiap bulannya, khususnya yang berkaitan seputar pemilu 2019, mengalami
peningkatan yang cukup signifikan.
Pada bulan Agustus 2018, Kementerian Kominfo mengidentifikasi 25 hoaks, sementara di bulan
Desember meningkat tiga kali lipat menjadi 75 hoaks. Lalu, di bulan Januari 2019 naik 175, Febuari 353,
serta bulan Maret ditemukan 453, dan per tanggal 25 April 2019, ditemukan hoaks sebanyak 421. “Kalau
hoaks bertambah banyak, berarti kan kita ini betul-betul hidup di era yang kurang etis, kurang beradab
(hanya karena hoaks),” cetusnya.
Data tersebut sebatas terkait isu pemilu. Boeh jadi terkait dengan isu-isu yang lainnya, juga sangat
tinggi. Ini menunjukkan literasi tentang tata krama penggunaan media sosial ini, belum berjalan dengan
baik. Bahkan banhak juga media sosial dihack atau dibajak oknum tertentu untuk tujuan kejahatan
penipuan, dan lain sebagainya.
Untuk mewaspadai jebakan kebangkrutan atas amal ibadah kita yang tidak banyak, dan sungguh
tidak bisa kita banggakan, maka kita perlu serasa serius, melakukan muhasabah terhadap diri kita
sendiri. “Haasibuu anfusakum qabla an tuhaasabuu” artinya “introspeksilah dirimu sendiri sebelum
kamu dihitung (kesalahannya)”. Kita buang kebiasaan yang tidak baik, dalam menggunakan media sosial.
Tentu media sosial tidak bisa dihindari, karena itu kita gunakan dan manfaatkan untuk hal-hal dan
tujuan yang baik, bermanfaat, dan menjadi instrumen silaturrahim yang positif.
Sudah pasti kita tidak rela, jika amal ibadah kita yang boleh jadi masih minimalis, sekedar berbasa-
basi untuk memenuhi kewajiban atau memenuhi perintah Allah Taala, belum sampai tingkatan
kebutuhan, apalagi sebagai unhkapan cinta kita kepada Allah, nanti akan diambil, untuk diberikan
kepada orang-orang yang kita jadikan obyek ujatan kebencian, tahassus, ghibah, fitnah, dan lain
sebagainya. Ujung-ujungnya kita yang kelihatan shalih atau shalihah dari casing agau tampilan
lahiriyahnya, akan tetapi kita terlempar ke neraka akibat deposit pahala kita bersaldo minus, karena
untuk nomboki dan mbayati saudara-saudara kita yang menjadi korban ujaran kebencian, fitnah, caci
maki, ghibah, tajassus, dan ujaran sejenisnya yang menyakitkan hati.
Semoga kita semua, mampu menjaga kefithrian kita, dan mari kita waspadai jebakan hoax, ujaran
kebencian, caci maki, ghibah, tajassus dan fitnah. Kita ingin hidup di dunia ini nyaman dan bahagia, dan
Allah mengampuni dosa kita. Semoga Allah masih sayang dan terus menyayangi dan memberkahi hidup
kita, dan terhundari dari bahaya kebangkrutan.
Allah a’lam bi sh-shawab.
Ngaliyan, Semarang, 10/6/2019.

Silahkan Hubungi Kami