Bahasa Ibu

Published by achmad dharmawan on

Tanggal 21 Pebruari 2018
Bahasa Ibu
Oleh: Ahmad Hasan Asyari Ulamai

Tanggal 21 Pebruari 2000 mulai diperingati sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional, tujuan dari peringatan ini adalah untuk mempromosikan perdamaian, kesadaran linguistik, keanekaragaman budaya dan multibahasa. Hari Bahasa Ibu Internasional ini untuk pertama kali ditetapkan oleh UNESCO pada 17 November 1999. (http://www.okecoy.com/2000/02/sejarah-hari-bahasa-ibu-internasional-international-mother-language-day-21-februari.html)
Hari ini diperingati sebagai penghormatan kepada seorang mahasiswa dari Universitas Dhaka yang tertembak mati oleh Polisi pada tanggal 21 Pebruari 1952 akibat memperjuangkan bahasa Bangali sebagai bagian dari bahasa nasional Pakistan Timur, yang berujung kepada perang kemerdekaan Bangladesh hingga menjadi negara merdeka pada tahun 1971.
Alhamdulillah komitmen pemuda-pemuda Indonesia tahun 1928 melahirkan sumpah pemuda yang mengusung berbahasa satu bahasa Indonesia dapat disepakati sekalipun bahasa ibu di negeri ini sangat banyak dan patut dirawat namun tanpa mengorbankan persatuan dan kesatuan yang kemudian diikat dengan komitmen berbahasa satu bahasa Indonesia ini.
Bahasa merupakan alat komunikasi yang menghubungkan manusia dengan manusia di muka bumi ini saling mengenal dan ujung-ujungnya untuk membangun kebersamaan hingga membangun peradaban secara bersama-sama. Namun kesalahan komunikasi dan lebih spesifik, kesalahan bahasa bukan hanya mengganggu hubungan bahkan melahirkan permusuhan hingga saling menghancurkan yang berujung pada hancurnya peradaban.
Pribahasa yang cukup terkenal, Bahasa menunjukkan bangsa memiliki pengertian bahwa baik buruknya sifat serta tabiat seseorang dapat dilihat atau diperhatikan dari tutur kata atau bahasanya. Demikian pula seorang muslim yang baik dapat dilihat dari cara bertutur kepada yang lain, dalam konteks diejekpun masih memberikan respon yang mendamaikan sebagaimana isyarat al-Qur’an surat al-Furqan ayat 63
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْناً وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَاماً ﴿٦٣﴾
Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan (membalas dengan) kata-kata yang baik.
Inilah karakter muslim yang sesungguhnya, muslim tidak akan mengumpat, mencela atau menghina, sebab hal itu diyakini sebagai dosa besar, sekalipun kepada musuh yang mencela, seorang muslim tetap sabar dan meresponsnya dengan kelembutan, bukan dengan cercaan serupa. Nabi Saw mencontohkan dengan konkrit saat diucapi salam cercaan oleh seorang Yahudi dengan assamu alaikum (Celakalah engkau), beliau menjawab dengan alaikum
Ayo kita perbaiki bahasa kita supaya tidak mengandung cemoohan kepada yang lain, jangan sampai jatuh ke pepatah mulutmu harimaumu, karena bahasa kita pualah penghargaan seseorang diberikan, semakin baik maka semakin baik pula orang menghargai kita.
21 pebruari

Silahkan Hubungi Kami