Renville

Published by achmad dharmawan on

Tanggal 17 Januari 2018
RENVILLE
Oleh: Ahmad Hasan Asy’ari Ulama’i

Tanggal 17 Januari 1948 dikenal bangsa Indonesia dalam sejarahnya sebagai hari bersejarah yaitu perjanjian Renville (sebuah nama kapal USS Renville) yang digunakan pihak Indonesia dan Belenda untuk menyepakati beberapa hal antara lain:
1. Belanda hanya mengakui Jawa tengah, Yogyakarta, dan Sumatera sebagai bagian wilayah Republik Indonesia
2. Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda
3. TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa Barat dan Jawa Timur.
Perjanjian ini diwakili Perdana Menteri Amir Syarifuddin Harahap, dan Johannes Leimena sebagai wakil, sementara pihak Kerajaan Belanda diwakili Kolonel KNIL Abdulkadir Widjojoatmodjo dan wakil Amerika Serikat saat itu adalah Frank Porter Graham
Perjanjian ini sebagai penyelesaian konflik dari perjanjian seblumnya di Linggarjati tahun 1946, tentang batas wilayah Indonesia dengan Belanda yang disebut Garis Van Mook (salah seorang Gubernur Jendral Belanda) yang telah memproklamirkan garis Van Mook pada tanggal 29 Agustus 1947, yang intinya Republik Indonesia hanya memiliki kuasa sepertiga Pulau Jawa dan kebanyakan pulau di Sumatra, dan tidak mendapat wilayah utama penghasil makanan. Realitias ini pulalah yang menjadikan masyarakat Indonesia tetap terpinggirkan.
Sejarah di atas, menunjukkan bahwa para pejuang kewilayahan Indonesia berjuang tidak hanya mengangkat senjata, namun menggunakan kemampuan diplomatisnya, oleh sebab itu penting bagi generasi berikutnya juga menyiapkan seluruh kemampuan dalam mempertahankan negera kesatuan Republik Indonesia ini, bukan menggerogotinya dengan mengganggu stabilitas di dalam.
Pemindahan kekuasaan merupakan siklus yang terus menerus terjadi, namun demikian perpindahan tersebut selayaknya tidak meneteskan darah sebagaimana masa awal perebutan dari penjajah Belanda. Sudah saatnya berebut untuk memperbaiki negeri ini dengan meneteskan keringat kita, artinya dengan segala upaya supaya negeri ini menjadi negeri yang nyaman (baldatun thayyibatun), dan karenanya pula Allah ampuni penduduknya (Rabbun Ghafur).
Dalam hadis Nabi riwayat Turmudzi dari sahabat Abu Hurairah mengisyaratkan bahwa sebuah negeri layak eksistensinya jika ditopang tiga hal: pemimpinnya baik bukan pemimpin yang nakal (korup), pengusahanya dermawan bukan yang pelit (termasuk mark-up pajak), dewan permusyawaratannya dilandasi kepentingan umat bukan kepentingan golongan apalagi diri dan keluarganya (nepotis dan lainnya).
Tanggal 17 Januari 2018

Silahkan Hubungi Kami