Gombloh

Published by achmad dharmawan on

Tanggal 9 Januari 2018
GOMBLOH
Oleh: Ahmad Hasan Asy’ari Ulama’i

Dalam bahasa gaul saat ini, gombloh berarti bodoh sekali, namun Gombloh di sini untuk mengingat musisi Jawa Timur tahun 80an yang hari ini diperingati wafatnya (tanggal 9 Januari 1988)
Gombloh yang lahir di Jombang dengan nama asli Soedjarwoto Soemarsono banyak menyuarakan nasionalisme dalam lagu-lagunya seperti Dewa Ruci, Gugur Bunga, Gaung Mojokerto-Surabaya, Indonesia Kami, Indonesiaku, Indonesiamu, Pesan Buat Negeriku, dan lainya. Salah satu lagu yang menyuarakan nasionalisme tersebut adalah “Kebyar-Kebyar” yang potongan syairnya sebagai berikut:
Indonesia …Merah Darahku, Putih Tulangku Bersatu Dalam Semangatmu
Indonesia …Debar Jantungku, Getar Nadiku Berbaur Dalam Angan-anganmu, Kebyar-kebyar, Pelangi Jingga
Biarpun Bumi Bergoncang Kau Tetap Indonesiaku Andaikan Matahari Terbit Dari Barat Kaupun Tetap Indonesiaku
Tak Sebilah Pedang Yang Tajam Dapat Palingkan Daku Darimu Kusingsingkan Lengan Rawe-rawe Rantas Malang-malang Tuntas Denganmu
Memang umur Gombloh hanya 39 tahun, namun dakwah nasionalismenya terus menggelegar terutama saat 17an, dakwah lingkunganpun terus berjalan yang terurai melalui tembang-tembangnya seperti Lestari Alamku, serta lagu-lagunya yang “nyleneh” namun itulah suara yang ada di sekitarnya sekaligus kritik di dalamnya. Beberapa lagu karyanya antara lain: Doa Seorang Pelacur, Kilang-Kilang, Poligami Poligami, Nyanyi Anak Seorang Pencuri, Selamat Pagi Kotaku dan lainnya.
Tulisan ini bukan untuk mengultuskan Gombloh, namun kita bisa belajar dari sosoknya dalam konteks Indonesia ini
1. Umur hanya titipan Allah, namun bagaimana kita memanfaatkan umur sebaik-baiknya sehingga berarti bagi umat lebih lama, sekalipun hanya 39 tahun umurnya namun karya Gombloh tetap berarti untuk negeri ini hingga kini, Bagaimana dengan kita yang telah diberi umur lebih, sudahkah kita torehkan karya monumental untuk negeri ini?
2. Indonesia tempat kita lahir bersama saudara2 kita yang ragam suku, bahasa dan agama di negeri ini, maka Indonesia adalah milik kita bersama, kita semua punya hak dari kekayaan negeri ini juga punya kewajiban yang sama terhadap negeri ini
3. Dakwah itu bisa menggunakan media apa saja, namun yang terpenting misi dakwah itu untuk menggembirakan bukan menakut-nakuti, selain mengajak pihak lain menjadi lebih baik. Sudahkan cara dakwah kita menggembirakan dan membawa orang lain menjadi lebih baik?
4. Dakwah itu tidak “muluk-muluk”, apa yang ada di sekitar kita merupakan lahan dakwah bagimu, gunakanlah bahasa yang paling familier dengan masyarakat sekitar maka akan lebih mengena. Kita sering menggunakan bahasa “muluk-muluk” namun masyarakat dibuat pusing memikirkan arti bahasa bukan isi pesannya
Ayo kita belajar dari sejarah, jika ingin lebih baik dalam menorehkan sejarah kita sendiri

9 januari

Categories: GAGASAN

Silahkan Hubungi Kami