BELAJAR MENCINTAI RASULULLAH SAW PADA CINTANYA RABI’AH BIN KA’AB AL-ASLAMY (

Published by achmad dharmawan on

Assalamualaikum wrwb.
Segala puji hanya milik Allah. Mari kita syukuri semua kasih sayang dan pertolongan-Nya. Hanya atas kasih sayang dan pertolongan-Nya itulah, kita sehat afiat dan dapat melakukan aktifitas kita. Semoga kita mampu mengisinya dengan niat ibadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Shalawat dan salam yang paling mulia, mari kita senandungkan pada Baginda Nabi Muhammad Rasulullah saw, keluarga, para sahabat beliau. Semoga kebaikan dari beliau meluber pada semua pengikut yang setia meneladani beliau.
Saudaraku, terkadang heran juga, hari gini, masih ada yang nyinggung bahwa membaca shalawat, membaca Dzibaan Barzanji-an atau bacaan sejarah Rasulullah saw, adalah praktik bid’ah. Setelah itu dikemukakan dalil, “setiap bid’ah adalah sesat. Dan setiap yang sesat di neraka”. Tulisan ini tidak akan bahas soal itu, apalagi sedang banyak beredar di media sosial, tentang statemen imam Ibnu Taimiyah, yang diposting Dr Arif Bin Ahmad, bahwa perayaan maulid yang diselengggarakan masyarakat setiap tahun (1/12/2017). Supaya utuh saya kutipkan pernyataan imam (saya sengaja menggunakan imam, karena beliau layak menjadi imam, karena memenuhi sebagai mujtahid mustaqil) Ibnu Taimiyah:

فَتَعْظِيْمُ الْمَوْلِدِ وَاتِّخَاذُهُ مَوْسِمًا قَدْ يَفْعَلُهُ بَعْضُ النَّاسِ وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهِ أَجْرٌ عَظِيْمٌ لِحُسْنِ قَصْدِهِ وَتَعْظِيْمِهِ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ كَمَا قَدَّمْتُهُ لَكَ. (الشيخ ابن تيمية، اقتضاء الصراط المستقيم، مخالفة أصحاب الجحيم: ص/٢٩٧.
“Mengagungkan maulid (Nabi Muhammad) dan menjadikannya secara rutin (setiap tahun), yang kadang dilakukan oleh sebagian orang. Baginya dalam merayakan maulid tersebut, pahala yang agung/besar karena tujuan yang baik dan mengagungkan Rasulullah SAW. dan keluarga beliau, sebagaimana yang telah aku kemukakan padamu. (Syaikh Ibn Taimiyah, Iqtidla’u al-Shirati al-Mustaqim, Mukhalafatu Ashhabi al-Jahim: 297).
وقال إبن الجوزي واول من أحدثه من الملوك المظفر. قال سبط إبن الجوزي في مرأة الزمان: حكي لي من حضر سماط المظفر في بعض المولد أنه عد فيه خمسة الاف رأس غنم شواء وعشرة ألاف دجاجة ومائة ألف زبدية وثلاثين الف صحن حلواء ، وكان يحضره أعيان العلماء والصوفية ، ويصرف عليه ثلاثمائة الف دينار. (إسعاد الرفيق جزء 1 ص 2
“Ibn al-Jauzi mengatakan bahwa perayaan maulid dimulai pada masa Raja al-Mudhafar. Berkata Sibth bin al-Jauzi dalam “Mir-at al-Zaman” : “Siceraitakan kepasaku, bahwa orang yang hadir pada parayaan al-Mudhaffar tersebut dalam sebagian maulid sangat besar dan megah. Disediakan 5.000 kambing, 10.000 ayam, 100.000 porsi, dan 30.000 piring manisan. Dihadiri oleh para ulama dan para sufi terkemuka, dan dibelanjakan uang 300.000 dinar” (Is’adur Rofiq:1:26).
Saya kira sudah lebih dari cukup bagi kita yang ingin terus mencintai Baginda Nabi Muhammad Rasulullah saw. Cinta pada beliau dengan penalaran dan rasional, karena beliau sendiri tidak mau dikultuskan. Beda dengan saya — mungkin juga Anda — yang suka selfie, dan ingin menunjukkan foto diri kita kepada orang lain.
Mari kita belajar kepada seorang sahabat yang cintanya kepada Rasulullah saw begitu kuat dan luar biasa. Siapa sesungguhnya Rabi’ah bin Ka’ab? Kata al-Aslamy adalah nisbat bahwa dia dari keturunan suku Aslam.
Dalam muslim.or.id digambarkan, bahwa Rabi’ah bin Ka’ab adalah seorang pemuda miskin, tidak memiliki keluarga, harta dan tempat tinggal. Ia menetap di Shuffatul Masjid (emper masjid), bersama-sama dengan kawan senasibnya, yaitu orang-orang fakir dari kaum Muslimin. Masyarakat menyebut mereka “dhuyuful Islam” (tamu-tamu) Islam. Bila ada yang memberi hadiah kepada Rasulullah saw, maka biasanya beliau memberikannya kepada mereka. Rasulullah saw hanya mengambil sedikit saja.
Suatu saat sempat terlintas dalam hati Rabi’ah bin Ka’ab, ia ingin meminta kekayaan dunia agar terbebas dari kefakiran. Ia ingin punya harta, istri, dan anak seperti para sahabat yang lain. Namun, hati kecilnya dibayangi kecemasan, dan berkata: “Celaka engkau, wahai Rabi’ah bin Ka’ab! Kekayaan dunia akan lenyap. Mengapa engkau tidak meminta kepada Rasulullah agar mendoakan kepada Allah kebajikan akhirat untukmu?”
Kemudian setelah merasa hatinya mantap dan merasa lega ia sowan menghadap kepada Rasulullah dan menyampaikan permohonan: “Wahai Rasulullah, ijinkan saya mohon kiranya engkau berkenan mendoakan saya kepada Allah agar saya menjadi temanmu di surga.” Menanggapi permohonan Rabi’ah bjn Ka’ab, agak lama juga Rasulullah SAW terdiam. Sesudah itu barulah beliau berkata: “Apakah tidak ada lagi permintaamu yang lain?” “Tidak, ya Rasulullah. Tidak ada lagi permintaan yang melebihi permintaanku,” jawab Rabi’ah bin Ka’ab mantap. Beliau menjawab : “Kalau begitu, bantulah aku dengan dirimu sendiri. Perbanyaklah sujud,” kata Rasulullah.
Riwayat Rabi’ah bin Ka’ab al-Aslamy mengatakan:
” كُنْتُ أَبِيتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَأَتَيْتُهُ بِوَضُوئِهِ وَحَاجَتِهِ ، فَقَالَ لِي : سَلْ ، فَقُلْتُ : أَسْأَلُكَ مُرَافَقَتَكَ فِي الْجَنَّةِ ، قَالَ : أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ ، قُلْتُ : هُوَ ذَاكَ ، قَالَ : فَأَعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ “. رواه مسلم في ” صحيحه“(489).
“Aku pernah bermalam bersama Rasulullah saw, lalu aku menyiapkan air wudhu` dan keperluan beliau. Beliau saw bersabda kepadaku: “Mintalah sesuatu”. Maka sayapun menjawab: “Aku memohon agar Engkau berkenan memberi petunjuk kepadaku tentang sebab-sebab agar aku bisa menemanimu di Surga”. Beliau menjawab: “Ada lagi selain itu?”. “Itu saja cukup ya Rasulullah”, jawabku. Maka Rasulullah bersabda: “Jika demikian, bantulah aku atas dirimu (untuk mewujudkan permohonanmu) dengan memperbanyak sujud (dalam shalat)‘” (HR. Muslim, no. 489).
Saudaraku, bagaimana kita meniru Rabi’ah bin Ka’ab? Sementara kita sudah hidup di zaman sekarang, 1439 dari peristiwa hijrah beliau dari Mekah ke Madinah. Kata ulama bijak “barangsiapa mencintai sesuatu maka ia akan banyak menyebutnya” (من احب شيئا كثر ذكره). Kita tidak bisa melayani beliau, seperti Rabi’ah bin Ka’ab yang bisa menghabiskan waktu dengan melayani beliau. Namun yang menarik, Rasulullah saw justru memerintahkan Rabi’ah untuk menikah dengan perempuan Anshar. Karena tampak di sini Rasulullah saw ingin memanusiakan Rabi’ah bin Ka’ab yang mempunyai hak-hak kemanusiaannya.
Marilah kita terus menerus berkesinambungan untuk bershalawat dan bersalam pada Nabi Muhammad Rasulullah saw, meneladani beliau dengan ketulusan dan istiqamah, merasa nyaman dan berbahagia hadir dalam majlis shalawat atau masjlis Rasulullah saw, semoga kita kelak akan diijinkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla bersama beliau di surga-Nya.
اللهم صل وسلم اشرف الصلاة والتسليم على سيدنا وحبيبنا محمد الرؤوف الرحيم اللهم صل وسلم وبارك عليه وعلى اله واصحابه
Allah a’lam bi sh-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.
Ngaliyan, Semarang, 2/12/2017 M/11 Rabiul Awal 1439 H.

Silahkan Hubungi Kami