HAJI : MADRASAH JIWA DAN AKHLAQ AL-KARIMAH

Published by achmad dharmawan on

Assalamualaikum wrwb.
Marilah kita ungkapkan puji dan syukur kita kepada Allah ‘Azzawa Jalla. Hanya atas karunia
dan anugrah-Nya kita dalam keadaan sehat afiat. Mari kita niatkan semua aktifitas kita sebagai
perwujudan ibadah kita kepada Allah, sesuai dengan bidang tugas dan tanggung jawab kita
masing-masing. Shalawat dan salam mari kita wiridkan, mengiringi Allah dan para Malaikat yang
senantiasa bershalawat pada Baginda Rasulullah Muhammad saw, keluarga, sahabat, dan
pengikut yang berjuang meneladani beliau. Semoga semua urusan kita dimudahkan oleh Allah,
dan kelak di akhirat kita mendapat perlindungan syafaat beliau.
Saudaraku, wuquf bagi jamaah haji yang tahun 2018 ini akan dilaksanakan Senin, 20/8,
adalah saat-saat menggetarkan hati seluruh jamaah haji. Bagi Panitia Penyelenggara Ibadah Haji
maupun petugas kloter, adalah saat-saat mendebarkan, karena seluruh jamaah haji harus
dipastikan berada di situasi puncak pelaksanaan ibadah haji di padang Arafah. Persiapan pun
dilakukan secara berlapis dan bertahap. Dari tingkat kloter, maktab, sektor, dan daerah kerja
(daker) Mekkah, dan bahkan seluruh petugas PPIH Arab Saudi di Madinah dan di Jeddah semua
dikerahkan ke Armuzna (Arafah, Muzdalifah, dan Mina).
Rasulullah saw melaksanakan ibadah haji hanya sekali, disebut dengan haji wada’,
merupakan perjuangan panjang. Karena menurut Sayyid Muhammad bin Alawy al-Malikiy al-
Hasany, Rasulullah saw telah melaksanakan ibadah umrah sebanyak empat kali, yakni: Umrah
al-Hudaibiyah, Umrah al-Qadla’, Umrah al-Ji’ranah pada tahun terbukanya Mekah (‘Am al-Fath),
dan Umrah pada Haji Wada’ sebagaimana ditunjukkan nash-nash sharih dan yang diikuti
Jumhur atau Mayoritas Ulama (‘Alawy al-Maliky, al-Hajj : Fadlail wa Ahkam, 2003:8).
Seluruh ibadah dari shalat, puasa, zakat, dan haji, meskipun waktunya, gambaran, dan cara
pengamalannya berbeda, mempunyai satu tujuan untuk merealisasikan makna ibadah kepada
Allah, dengan ikhlas mematuhi, menghadap, dan memohon pertolongan kepada-Nya, serta
membersihkan diri dari kedzaliman dan kehelapan kemanusiaan bendawi, agar ruh manusia
mampu kembali pada tugas kekhalifahan dari Allah Rabbu l-Ka’bah.
Haji merupakan ibadah yang termasuk supra-rasional untuk mengasah rasa cinta hamba
kepada Allah, yang kekhususan dan keistimewaannya berbeda dengan ibadah lainnya. Ibadah
haji sebagai ibadah gabungan dan sekaligus untuk memersihkan hati, badan jasmani, dan harta
sekaligus. Karena itulah, haji diwajibkan hanya sekali seumur hidup.
Sayyid Muhammad bin ‘Alawy (2003: 28) agar ibadah haji dapat mencapai tujuannya,
orang yang menjalankan ibadah haji musti mengawali dengan: pertama, bertaubat dari segala
maksiyat, syaratnya menyesali dan menghentikan perbuatan maksiyat yang dikerjakan dan
bertekad untuk tidak mengulanginya lagi. Taubat adalah tahapan awal orang-orang yang
menempuh laku untuk menggapai ridla Allah.
Kedua, menempuh perjalanan dan musafir. Rasulullah saw bersabda:

ان سياحة امتي الجهاد في سبيل الله والحج جهاد في سبيل الله رواه ابو داود
“Sesungguhnya perjalanan umatku (untuk tujuan ibadah) adalah jihad di jalan Allah, dan haji
adalah jihad di jalan Allah” (Riwayat Abu Dawud).
Ketiga, haji meningkatkan rasa cinta dan rindu pada setiap orag Islam pada tempat-tempat
syiar yang suci dan peninggalan Islam yang abadi, agar kita mampu menghormatinya.
Sebagaimana firman Allah:

ذَٰلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ.
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka
sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati” (QS. Al-Hajj: 32).
Karena itu, orang yang sudah melaksanakan ibadah haji, pada umumnya kecintaan dan
kerinduan untuk bisa beribadah kembali di tanah suci dan di Ka’bah akan terpatri begitu kuat
dan dahsyatnya, karena rasa cinta yang membara kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Semakin
seseorang dekat dengan Allah maka akan semakin kuat kerinduan dan kecintaannya kepada
Allah.
Ketiga, ibadah haji menumbuhkan kesadaran atas kelemahan akal manusia, sekaligus
membangun kepasrahan total kepada hukum dan rambu-rambu Rabbani. Ada makna ritual haji
yang yang tidak mudah dicerna secara nalar, seperti melempar jamarat dan perjalanan
berulang-ulang dari bukti Shafa dan Marwa. Ini menunjukkan perlunya totalitas penghambaan
dan pengabdian. Ini berbeda dengan zakat dan puasa. Berbeda pula dengan puasa untuk
menahan syahwat yang menghambat ketaatan kepada Allah. Beda pula dengan ruku’ dan sujud
dalam shalat yang di dalamnya untuk merendahkan hati (tawadlu’) dengan perbuatan
merendahkan diri di hadapan Allah.
Keempat, orang yang menjalankan ibadah haji, menjadi instrumen transformasi berfikir,
bertadabbur, berkontemplasi, dan mengambil pelajaran berharga dari berbagai tempat dan
prosesi ibadah dari alam nyata yang kasat mata ke alam meta dan ghaib. Berfikir adalah kunci
pembuka cahaya dan dasar-dasar penglihatan yang tidak kasat mata (al-istibshar). Ibadah haji
berisi banyak berdzikir dalam berbagai keadaan, berdiri, duduk, baring, dan senantiasa berfikir
tentang penciptaan langit dan bumi, yang sedikitpun tidak ada yang sia-sia (QS. Ali ‘Imran: 191).
Rasulullah saw memerintahkan pada kita, agar memperbanyak ingat mati, hal ihwal kubur, hari
kebangkitan, dan padang mahsyar.
Wuquf di Arafah adalah panggilan yang sangat kuat (Muhammad bin Alawy, 2003: 38) pada
jamaah haji pada jamuan kebaikan, dan prosesi untuk pengampunan dan kasih sayang Allah
guna mendapatkan kebahagiaan, keberuntungan, dan kesuksesan. Dengan wuquf diharapkan
para jamaah haji mampu mencapai makrifat, atau pengenalan keberadaan dirinya, dari mana
dia berasal, untuk apa diciptakan di muka bumi ini, dan ke mana tujuan hidupnya musti
dipertanggungjawabkan.
Di padang Arafah inilah Allah mencuci dan mengampuni semua dosa dan kesalahan
manusia, meskipun sehamparan pasir di padang tak bertepi. Demikianlah kasih sayang Allah
kepada hamba-bamba-Nya yang datang dari berbagai penjuru dunia. Adalah orang yang paling
dosa besar, manakala ada jamaah haji yang wuquf di padang Arafah, akan tetapi ia menyangka
bahwa Allah tidak mengampuni dosa-dosanya. Demikian Rasulullah saw menjelaskan.
Semoga saudara-saudaraku yang tahun ini menjalankan ibadah haji, dapat melaksanakan
semua rangkaian ibadah haji dengan baik dan sempurna.. Dan mampu melewatinya sebagai
madrasah dan lulus dengan sempurna mendapatkan haji yang mabrur. Kemabruran haji itu,
indikatornya adalah menebar ketenteraman, dermawan, rajin silaturrahim, dan istiqamah
menjalankan shalat tahajjud atau qiyamullail di saat kebanyakan manusia pada tidur nyenyak
(Riwayat at-Tirmidzi).
Allah a’lam bi sh-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.

Tsrawat Zamzam Mekah, 18/8/2018.

Silahkan Hubungi Kami