PEMIMPIN YANG MEMBAHAGIAKAN RAKYAT

Published by achmad dharmawan on

Assalamualaikum wrwb.
       Saudaraku yang disayangi Allah. Mari kita syukuri karunia dan nikmat-Nya yang tak berbatas, tanpa biaya kita bernafas,  tanpa bayar kita hirup udara segar. Semoga Allah menjaga, meringankan, dan memudahkan segala urusan kita. Tidak rekadaya dan kekuatan kecuali hanya milik Allah.
Shalawat dan salam mari terus kita senandungkan pada Rasulullah saw, keluarga, sahabat,  dan para pengikutnya. Semoga hati kita bertambah bersih, dan cinta kita kepada beliau makin membuncah, insyaa Allah syafaat beliau akan menyapa kita di akhirat nanti.
       Ada teman saya, saudara Nuryadi menulis, “ketika harga beras melambung engkau bilang, beras bukan satu-satunya makanan pokok……Ketika harga daging melambung engkau bilang berlebaran idul fitri tidak harus makan daging….Ketika harga cabai tak terjangkau ibu-ibu engkau bilang cabe bukan makanan pokok….. Kini giliran ketika harga harga bawang melambung engkau bilang bawang bisa diganti penyedap rasa lainnya……. inilah jawabanmu ketika engkau tidak mampu menghadirkan  bahan kebutuhan masyarakat….. dan anak kecilpun bisa menjawab seperti itu tanpa solusi apapun.  Aku ingat betul ketika engkau bertahta kami berharap engkau adalah harapan,  karena janji-janji manismu”.
       Minta ijin Saudaraku Nuryadi, karena sudah di FB, tulisannya itu menginspirasi saya untuk menulis sedikit lebih panjang. Memang tidak lugas menyebut kepada siapa tulisan tersebut disampaikan. Tetapi itulah pendekatan Jawa, “ngluruk tanpo bolo, menang tanpo ngasorake” yang digunakan, meskipun orang yang “cerdas” tentu mengetahui yang dimaksud kepada siapa tulisan tersebut ditujukan.
       Pemimpin secara umum dalam bahasa arab disebut راع  yang lebih tepat artinya “penggembala” atau “pemiara”, yang secara sederhana digambarkan sebagai orang yang menggembala. Seorang penggembala tentu ingin gembalaannya bisa makan kenyang, hidup nyaman, bekerja dengan tenang, penghasilannya lumayan, bisa menabung untuk masa depan, kebutuhannya berkecukupan, hidup damai tanpa ada permusuhan, masing-masing mendapatkan hak-haknya secara berkeadilan. Seorang penggembala, juga tidak bisa menghindar dari tanggung jawab, karena penggembala bukan pecundang. Penggembala adalah yang bertanggung jawab atas hidup dan matinya yang digembalakan. Penggembala yang menjamin keamanan dan kebahagiaan serta kemakmuran gembalaannya.
       Saudaraku, pemimpin agama atau politik disebut imam, amir, atau khalifah pada masa khulafa’ ar-rasyidun. Imam adalah jabatan untuk diikuti dan diteladani. Karena itu, akan menjadi bahan candaan dan ketawaan rakyatnya, apabila sampai terjadi ada pemimpin yang memilih kalimat dalam membuat pernyataan saja, justru menyakitkan rakyatnya. Apabila kata amir yang digunakan, artinya orang yang diserahi tugas untuk menyelesaikan semua urusan rakyat. Bukan orang yang memposisikan dirinya sebagai penguasa. Dalam ungkapan bijak berbahasa Arab disebutkan, امير القوم هو خادمهم واخرهم شربا. Artinya “pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka dan giliran paling akhir minumnya”. Itu nasihat bijak yang sangat dalam maknanya. Sungguh indah dan hebatnya, jika ada pemimpin di negeri ini bisa belajar dan mempraktikkannya dalam melayani dan membahagiakan rakyatnya. Segala kebutuhan sandang, pangan, dan papannya terpenuhi, dan suasananya aman, nyaman, dan menyenangkan. Tentu karena tersedia lapangan pekerjaan, iklim kerja kondusif, dan penghasilannya mencukupi. Kalau perlu melakukan monitoring untuk memantau jangan sampai ada warga dan rakyatnya yang tidak bisa makan dan minum, seperti yang dicontohkan oleh Umar bin al-Khaththab.
       Dalam terminologi khalifah, artinya adalah pengganti. Istilah ini muncul ketika sepeninggal wafat Rasulullah saw. Para sahabat terlibat pembahasan yang cukup alot dan seru untuk memilih pengganti (khalifah) beliau. Ketika Abu Bakar ash-Shiddiq terpilih, maka disebut sebagai khalifatu Rasulillah. Ketika Umar bin al-Khaththab dipilih oleh Abu Bakar menjadi khalifah, disebut dengan khalifatu-khalifati Rasulillah saw.
       Makna dan pesan pentingnya adalah, bahwa khalifah itu sebagai pengganti Rasulullah saw, yang memiliki kewajiban, tugas, dan tanggung jawab menjaga urusan agama dan mengatur urusan dunia, agar warganya mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Meminjam bahasa Abu al-Hasan al-Mawardy dalam al-Ahkam al-Sulthaniyah, “pemimpin itu diletakkan sebagai pengganti tugas kenabian (profetik) dalam menjaga agama (حراسة الدين) dan mengatur urusan dunia (سياسة الدنيا).
       Umar bin Abdul Aziz yang juga cucu Umar bin al-Khaththab ra., dicatat sejarah sebagai khalifah yang bersih, bahkan layak diteladani. Umar bin Abdul-Aziz (bahasa Arab: عمر بن عبد العزيز, diberi gelar Umar II, (682 – 720 M) khalifah Bani Umayyah yang berkuasa dari tahun 717-720 M. selama 2–3 tahun (wikipedia.org).
       Jabatan khalifah, dirasakan oleh Umar bin Abdul Aziz sebagai beban yang luar biasa berat. Suatu saat Umar sedang di rumah dan menangis sehingga ditegur isteri “Wahai Amirul Mukminin, mengapa engkau menangis?” Ia mejawab : “Wahai isteriku, aku diuji oleh Allah dengan jabatan ini dan aku dibayangi orang-orang miskin, ibu-ibu janda yang anaknya banyak, rezekinya sedikit, orang-orang dalam tawanan, dan para fuqara’ kaum muslimin. Aku sadar mereka akan menuntutku di akhirat kelak. Aku bimbang dan tidak dapat menjawab tuntutan mereka. Aku sadar, yang menjadi pembela mereka adalah Rasulullah saw. Isterinya pun akhirnya turut meneteskan air mata (ibid.).
      Saudaraku, suatu saat Umar bin Abdul-Aziz mengumpulkan semua anaknya. Kepada mereka Umar menyampaikan: “Wahai anak-anakku, sesungguhnya ayahmu telah diberi dua pilihan, pertama : menjadikan kamu semua kaya dan ayah masuk ke dalam neraka, kedua: kamu miskin seperti sekarang dan ayah masuk surga (karena tidak menggunakan uang rakyat). Sesungguhnya wahai anak-anakku, aku telah memilih surga”. Satu sumber menyebutkan pada awal menjabat kekayaan Umar bin Abdul Aziz adalah 400.000 dinar, akan tetapi pada saat menjelang wafatnya, hartanya tinggal 40.000 dinar. Jadi berkurang 90% selama menduduki jabatan.
       Saudaraku, tentu kita tidak berharap pemimpin di negeri yang tanahnya adalah irisan surga, kekayaan alamnya banyak, tetapi hanya dikuasai oleh sebagian kecil warganya. Sementara masih banyak yang hidupnya susah, termasuk para petani kecil, benih, pupuk, dan tenaga kerja mahal, ketika saatnya panen, harganya jeblok. Giliran stok panen sudah dijual murah, harga brambang melambung. Demikian juga barang-barang kebutuhan pokok lainnya.
       Kita doakan siapapun yang sudah memberanikan diri menjadi pemimpin dibukakan pintu hati dan pikirannya, untuk lebih berempati pada rakyatnya. Pemimpin hakikatnya adalah pelayan rakyatnya. Tidak semestinya pemimpin berbicara dalam situasi sulit dan resah, mengeluarkan kata-kata yang justru menyakitkan hati rakyatnya. Demikian juga pemimpin dalam bidang apapun, termasuk pemimpin agama dan masyarakat. Kalau pun misalnya apa yang dikatakan teman saya Nuryadi benar adanya, semoga diampuni oleh Allah dan dimaafkan oleh rakyat yang kecewa. Menjadi pemimpin tujuannya adalah membahagiakan rakyatnya. Kalau pun belum bisa dan belum mampu membahagiakan mereka, hendaknya janganlah kecewakan dan sakiti hati dan perasaan mereka dengan ucapan dan perkataan Anda.
Semoga Allah menunjukkan jalan yang benar dan lurus pada kita dan para pemimpin kita.
       Allah a’lam bi al-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.
Regency Hotel, Amman Yordania, 29/4/2017.

Silahkan Hubungi Kami