MAHALNYA KETELADANAN DI NEGERI INI

Published by achmad dharmawan on

Assalamualaikum wrwb.
     Saudaraku yang dirahmati Allah Swt. Mari kita terus syukuri nikmat dan anugrah-Nya, kita sehat afiat, menghirup udara segar tanpa bantuan alat, darah kita beredar lancar tanpa sumbagan di pembuluh, dan keluarga semua sukses, adalah berbagai macam kenikmatan yang pasti kita tidak mampu menghitungnya.
     Shalawat dan salam mari senantiasa kita wiridkan dalam setiap kesempatan, pada Baginda Rasulullah saw, keluarga, sahabat, dan para pengikut beliau, mengiringi dzikir kita kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Semoga cinta kita terus membara kepada beliau, sehingga kita konsisten meneladani beliau, di tengah makin susahnya mendapatkan teladan di negeri ini.
     Saudaraku, memasuki bulan Rajab 1438 H, nanti malam, kita yang cinta pada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan semua pimpinan di negeri ini, kiranya perlu melakukan muhasabah atau introspeksi diri. Tentu tidak ada maksud menggurui siapapun, karena ajakan atau himbauan, adalah bagian dari perintah agama, تواصوا بالحق وتواصوا بالصبر  artinya “saling berwasiat dalam kebenaran dan saling berwasiat dalam kesabaran” (QS. Al-‘Ashr: 3). Ini karena manusia biasa, diingatkan oleh Allah, “sungguh dalam keadaan merugi, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih” dan saling mengingatkan agar supaya selalu berusaha berturut kata, berprilaku, dan bertindak yang benar, dan sabar di dalam menghadapi segala macam cobaan dan ujian.
     Saudaraku, tidak mudah melupakan bagi kita mencuatnya kasus e-KTP yang diduga merugikan uang rakyat dan uang negara hingga 2,3 trilyun rupiah. Yang diduga terlibat juga tidak tanggung-tanggung, mereka para pejabat atau petinggi negeri ini. Tentu kita tidak bisa berkesimpulan apakah mereka yang disebut nama-namanya —  baik dari lembaga legislatif, eksekutif, atau pun pihak rekanan —  di media itu benar-benar bersalah, karena proses peradilan sedang berjalan, terutama pemeriksaan para saksi. Sudah ada dua orang yang dinyatakan sebagai terdakwa. Karena NKRI menganut asas presumption of innocence atau praduga tidak bersalah. Biar para aparat penegak hukum, terutama para hakim yang menerima, memeriksa, mengadili siapapun yang terlibat dan memutuskannya dengan seadil-adilnya. Tidak ada tebang pilih, semua mendapat perlakuan hukum yang sama (equality before the law), sehingga kesan bahwa pisau hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas, dapat sirna dari negeri ini, atau setidaknya dapat dikikis atau diminimalisasi.
     Sebagai negara hukum (rechtstaat), NKRI yang kita cintai ini, para pejabat dan petingginya, tidak sepatutnya bermain-main atau tidak serius dalam menegakkan hukum. Karena apabila ini masih terjadi, bahaya yang mengancam adalah lahirnya ketidakpercayaan masyarakat (distrust) kepada hukum dan aparat penegak hukumnya. Implikasi berikutnya, adalah makin menggejalanya  anggota masyarakat “main hakim sendiri”, konflik horizontal makin sering terjadi, dan ketika sudah membesar, aparat tidak cukup powerful untuk mengatasinya dengan cepat.
     Saudaraku, kita ingat nasihat leluhur yakni tokoh pendidikan kita, Ki Hadjar Dewantara, ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani”. Artinya “di depan memberikan teladan, di tengah membangun kreasi, rencana, dan program, dan di belakang mendorong dan mendukung dengan daya dan kekuatan”.
Dalam ungkapan Arab, seseorang dijadikan pemimpin itu karena untuk diikuti. Kita simak hadits berikut:
ففي الصحيحين من حديث أنس رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “إنما جعل الإمام ليؤتم به، فإذا كبر فكبروا، وإذا ركع فاركعوا، وإذا رفع فارفعوا وإذا قال: سمع الله لمن حمده، فقولوا: ربنا ولك الحمد، وإذا سجد فاسجدوا” الحديث.
Dalam kita Shahih (al-Bukhary dan Muslim) riwayat dari Anas ra. berkata, Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya seseorang dijadikan imam (pemimpin) adalah untuk diikutinya, maka ketika imam bertakbir, maka bertakbirlah, jika ruku’ maka ruku’lah, jika bangun dari ruku’ maka bangunlah, jika (imam) mengatakan sami’a Allah liman hamidah (Allah mendengar pada orang yang memuji-Nya), maka berkatalah kamu, Rabbana wa lakal hamdu (Ya Tuhan kami, dan bagi-Mu segala puji), dan jika (imam) sujud, maka sujudlah kamu” (al-Hadits).
      Imam dalam kontek politik, negara, pemerintahan, atau lembaga apapun termasuk legislatif, eksekutif, yudikatif, dan organisasi kemasyarakatan pun, adalah pemimpin. Idealnya seorang pemimpin adalah orang-orang yang memiliki integritas moral yang baik dan terpuji, berpengetahuan yang memadai, memiliki sifat sidiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), tabligh (komunikatif, terbuka), dan fathanah (cerdas, sensisitif, dan peka dalam berbagai permasalahan untuk segera mencari solusi, bukan menambah masalah).
Karena itu, sifat dan sikap keteladanan atau ing ngarso sung tulodho, qudwah hasanah, dari para pemimpin apapun posisinya, merupakan suatu keniscayaan, conditio sine quanon.
     Pemimpin yang tidak jelas integritas moralnya, mulutnya kasar, tindakannya tidak santun, pasti akan melahirkan prilaku masyarakat yang menirunya. Ini bagian dari sunnatuLlah atau hukum alam. Karena adil tidak cukup dan tidak akan banyak membawa dampak positif, jika pemimpin tidak bisa diteladani ucapannya, sifat, dan prilakunya. Apabila Rasulullah saw mengingatkan, bahwa pemimpin yang tidak adil maka warganya akan saling memangsa (لولا عدل الامراء لاكل الناس بعضهم بعضا ), maka ketiadaan teladan dan keteladanan dari pemimpin, akan melahirkan sifat dan sikap meniru. Eh ternyata menjadi pemimpin itu boleh ngomong kasar, bertindak semaunya, menggusur warga miskin yang tidak mampu membayar pajak, dan lain-lain, maka rakyat akan meniru dan mempraktikkannya.
     Saudaraku, mari kita sama-sama melakukan introspeksi diri atau muhasabah sebagai bangsa besar ini. Bagi Anda yang mempunyai hak pilih, dalam lingkup besar maupun kecil, pilihlah pemimpin yang memang menurut hati nurani Anda, mereka itu memenuhi syarat, berakhlak baik, memikirkan nasib rakyatnya, dan memberi keteladanan dalam hidup yang sederhana. Jangan pertaruhkan masa depan Anda dengan salah memilih pemimpin. Karena dampak yang timbul dari seorang pemimpin, meskipun hanya lima tahun akan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk memperbaikinya. Kita semua berharap kasus e-KTP dan kasus-kasus besar lainnya, dapat segera diselesaikan secara cepat, kalau perlu maraton, agar tidak terlalu lama masyarakat kita, terutama yang masih anak-anak dan remaja, tidak terlalu lama melihat dengan mata kepala mereka, adegan-adegan para pemimpinnya, yang dapat mematrikan bekas luka karena hilangnya keteladanan dari pemimpin negeri ini di hati dan perasaan mereka.
     Kita hanya bisa berusaha sesuai dengan aturan, di mana pun kita berada, dan berdoa, semoga Allah Tuhan Yang Maha Kuasa, memberikan kuasa dan kehendak-Nya memberikan NKRI yang kita cintai ini, pemimpin yang memang layak diikuti dan memberi teladan dan keteladanan yang baik. Dengan demikian kita masih punya sisa wujudnya baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafur.
     Allah a’lam bi al-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.
Ngaliyan Semarang, 28/3/2017.

Silahkan Hubungi Kami