PRESTASI DAN PAILIT AMAL

Published by achmad dharmawan on

Assalamualaikum wrwb.
    Saudaraku, jangan pernah lupa mensyukuri nikmat Allah. Nikmat dan kasih sayangnya begitu besar. Pagi ini Anda sehat afiat, adalah buktinya. Shalawat dan salam kita senandungkan pada baginda Rasulullah saw, Keluarga, Sahabat, dan para pengikutnya. Semoga syafaat beliau di akhirat menjemput kita.
     Manusia dilahirkan di bumi ini sebagai makhluk yang paling sempurna secara jasmani. Namun secara ruhani, tergantung pada pilihan manusia itu sendiri. Dengan karunia akal dan hati, manusia dinilai sempurna jika ia mampu dapat mengembangkan potensi tauhid dalam fungsi iman dan amal shalihnya. Kemuliaan manusia di sisi Allah, ditentukan dari mana yang paling bertaqwa (QS. Al-Hujurat:13). Ini bentuk sistem evaluasi prestasi manusia.
     Allah menciptakan mati dan hidup bertujuan untuk menguji manusia, agar berkompetisi secara sportif meraih prestasi, mana yang paling baik amal shalihnya (QS. Al-Mulk:2). Kata Rasulullah saw : “Barangsiapa (amal shalih) hari ini-nya lebih baik dari hari kemarin maka dia orang yang beruntung, barangsiapa yang (amal shalih) hari ini-nya sama dengan hari kemarin, dia termasuk orang yang merugi, dan barang siapa (amal shalih) hari ini-nya lebih buruk dari hari kemarin, maka dia termasuk orang terlaknat” (Riwayat al-Hakim dan al-Thabrany).
     Manusia diberi naluri “komersial” atau bahasa anak muda “meterai” karena apapun yang dikerjakan, selalu mengkalkulasi apa imbalan yang didapatkan. Wajar juga jika Allah menempatkan harta (مال /أموال) menjadi sesuatu yang diminati oleh manusia. Karena harta merupakan salah satu kebutuhan dlarury manusia. Jika tidak dipenuhi, kehidupan manusia akan tidak normal. Rasulullah saw pun wanti-wanti bahwa “kefakiran nyaris menjadikan seseorang dalam kekufuran” (كاد الفقر ان يكون كفرا). Ini dimaksudkan agar manusia mau mencari ilmu, bekerja keras, dan bertawakkal kepada Allah, agar bisa dengan mudah mendapatkan rizqi sebagai bekal untuk menjemput rizqi yang banyak dan halal, agar meraih derajat yang tinggi di sisi Allah (QS. Al-Mujadilah: 11).
     Allah SWT juga menggunakan istilah bisnis (تجارة) dalam soal beriman kepada Allah, Rasul-Nya, dan jihad di jalan-Nya dengan harta dan jiwanya (QS. Al-Shaff: 10-11). Kewajiban menjalankan shalat yang merupakan barometer ibadah misalnya, Allah menjanjikan pahala 27 kali derajat jika dilaksanakan secara berjamaah dibanding shalat sendirian (munfarid). Jika shalat dilaksanakan di Masjidil Haram Mekah, pahalanya dilipatgandakan 100.000 kali lipat, di Masjid Nabawi Madinah 1.000 kali lipat. Ini tentu dimaksudkan, agar manusia semangat karena janji pahala yang menarik dan menggiurkan.
     Dalam soal pemanfaatan harta dan rizqi yang kita dapatkan, apabila kita dapat dengan ikhlas menyisihkan kepada orang yang membutuhkan, Allah menjanjikan pahala 700 kali lipat (QS. Al-Baqarah: 261). Bahkan jika sadaqah yang dikeluarkan berifat jariyah, kata Raaulullah saw, seperti membangun masjid, sekolah, dan jalan, maka pahalanya akan terus mengalir kepada yang bersadaqah meskipun sudah meninggal dunia (Riwayat Muslim).
     Ilustrasi di atas menggambarkan bahwa nilai dari prestasi kita sebagai manusia adalah manakala kita memiliki amal ibadah ritual-vetikal (عبادة محضة) dan ibadah sosial-horizontal (عبادة غير محضة). Prestasi tersebut perku dirawat dan terus dikembangkan hingga dapat berlangsung secara berkesinambungan (استقامة). Jika dapat berjalan secara istiqamah, Allah menjanjikan surga dan kehidupan yang menyenangkan, karena malaikat pembawa rahmat akan terus mendampinginya (QS. Fushshilat:30, Al-Ahqaf:13).
     Saudaraku, sebagai makhluk sosial, kita sebagai manusia sering tidak mampu menjaga lisan dan kekuasaan kita. Kita sering lupa, kita mencaci maki, mencari-cari aib dan kesalahan orang lain, ghibah,  tajassus, memfitnah, dan mengumpat. Inilah yang diingatkan oleh Rasulullah saw, akan menjadi orang yang pailit atau bangkrut (المفلس). Orang yang pailit atau bangkrut,  bukanlah orang yang tidak memiliki apa-apa,  tetapi orang yang sesunggihnya amal shalihnya banyak, rajin shalat, zakat lancar,  haji dan umrah berulang-ulang, tetapi ia tidak bisa menjaga hati dan lisannya, karena perilaku dan lisannya yang suka melukai, mencaci, memfitnah, ghibah, dan tajassus (Riwayat Muslim).
     Saudaraku, belakangan ini di era gadget dan smartphone, ujaran kebencian (hate speech) menjadi demikian marak, viral di media sosial. Seakan keluhuran budi pekerti dan akhlak mulia bangsa Indonesia, yang dikenal santun, religius, dan lemah lembut, seakan runtuh dan hancur berkeping-keping. Ulama dicaci dan dimaki, tokoh diolok-olok, pejabat dihujat, bahkan kriminalisasi menjadi “semacam modus” dari penegakan hukum. Pisau hukum tampaknya hanya tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas. Orang yang terduga salah tampak mendapat perlindungan.
     Saudaraku,  semoga Anda, saya, dan bangsa ini tidak termasuk kelompok orang atau bangsa yang pailit karena terjebak dalam kubangan ujaran kebencian, sering menebar fitnah, tetapi tetap menjadi orang atau bangsa yang sukses, istiqamah, bahagia di dunia, dan sejahtera di akhirat. Semoga.
    Allah a’lam bi al-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.
Tembalang, Wisuda Teknik Sipil,
Semarang, 2/2/2017.

Silahkan Hubungi Kami