MEMILIH PEMIMPIN

Published by achmad dharmawan on

Oleh Ahmad Rofiq
Assalamu’alaikum wrwb. 
     Saudaraku, mari kita awali pagi yang cerah ini dengan mensyukuri nikmat Allah. Atas karunia-Nya, Alhamdulillah kita sehat afiat, dan tetap beriman. Semoga kita bisa menambah amal kebajikan (shalih) sebagai bekal akhirat yang abadi (QS. Al-A’la: 17), bukan ramalan masa depan. Shalawat dan salam, terus kita lantunkan pada Rasulullah saw menyertai shalawat Allah dan malaikat-Nya, supaya hati kita baik, istiqamah, dan berlimpah keberkahan.
     Hari-hari terakhir ini kita menyaksikan saudara-saudara kita yang dengan berani mencalonkan diri sebagai kepala daerah,  berdebat visi, misi, dan program mereka, untuk menarik perhatian. Pada gilirannya Anda akan menentukan pilihan, siapa di antara pasangan calon yang kompeten dan kredibel menjadi pemimpin, gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, walikota-wakil walikota sesuai preferensi Anda. Apakah Anda akan memilih karena visi, misi, dan program mereka, atau karena rekam jejak mereka, atau karena integritas pribadi mereka. Jawabannya,  استفت قلبك artinya “mintalah fatwa pada hati (kecil) Anda”.
     Memilih pemimpin (نصب الامام) adalah kewajiban kolektif (كفاية) yang harus dilakukan,  demi ketertiban masyarakat. Begitu para ulama sepakat. Karena jika tidak ada pemimpin, masyarakat bisa kacau. Saking pentingnya pemimpin, Ibn Taimiyah berkata ” ستون عام على امام جاءر افضل من ليلة بلا سلطان ” artinya “enam puluh tahun di bawah pemimpin yang brengsek, lebih baik dari pada satu malam tanpa pemimpin”. Tentu ungkapan tersebut harus dimaknai secara cerdas. Karena itu hanya menunjukkan betapa penting eksistensi pemimpin bagi maayarakat. Tidak berarti kita boleh memilih pemimpin yang brengsek.
     Pemimpin sangat menentukan kebijakan dan arah sebuah negara, bangsa, dan nasib warga atau rakyatnya. Apalagi di tengah pusaran,  serbuan, perebutan ekonomi, politik, dan “penjajahan” bangsa lain. Ini mengingatkan kita pada pesan Rasulullah saw : “Dua kelompok manusia yang apabila baik, maka baiklah masyarakat, dan apabila rusak, maka rusak juga masyarakatnya, yakni Ulama dan Umara” (Riwayat ).
     Karena itu, jika Anda salah menentukan pilihan, maka akibatnya,  bukan hanya lima tahun dirasakan dampaknya, tetapi bisa berkelanjutan. Karena untuk merubah kembali tentu tidak mudah dan butuh waktu lama. Karena sudah terlanjur meluas dampak negatifnya (ngombro-ombro). Sementara jika pilihan Anda tepat,  hasilnya juga tidak selalu bisa langsung dirasakan kebaikannya.
     MUI dalam forum Ijtima’ Ulama di pondok pesantren Suryalaya Tasikmalaya beberapa waktu lalu, merekomendasikan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota tanpa pasangan dan tidak dipilih langsung oleh rakyat tetapi oleh anggota DPRD. Alasannya, pilihan langsung dengan model one man one vote, ternyata menyisakan banyak persoalan. Money politic, “serangan fajar,  serangan dluha”, dan “mahar” politik, menjadi “ukuran dan preferensi” seseorang dalam menentukan pilihan. Jadinya, ongkos untuk bisa menduduki kursi “panas” jabatan menjadi sangat mahal. Pasangan calon begitu terpilih, banyak sekali sudah pecah kongsi, dan sering seperti “konflik terbuka”. Apalagi akhirnya berhadap-hadapan sebagai sesama calon. Ini memberikan tontonan yang tidak elok kepada masyarakat. Berbeda misalnya, yang dipilih hanya gubernur,  bupati. atau walikota. Untuk memilih wakil dipersilahkan kepada pejabat yang terpilih. Memang ada sisi “kelemahan” terkait dengan ongkos politik yang mahal.
     Karena ongkos yangvmahal itulah,  ujung-ujungnya, si empunya “kursi panas” akan mencari celah dan jalan untuk minimal mengembalikan modal atau break event point (BEP). Bisa dengan “mengotak-atik” APBD atau melalui “dana partisipasi” lelang jabatan eselon. Itu kalau aman dan tidak terendus oleh KPK.  Maka tren mutasi pejabat birokrasi, ditengarai akan dimulai setelah “kursi panas” sudah terasa “agak dingin” untuk melakukan roling, dan di masa-masa orang lupa, termasuk menjelang akhir masa jabatan. Sepertinya, ini momen tepat, untuk petahana yang akan mencalonkan lagi. Berapa banyak pejabat yang kena Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK, dan akhirnya “disekolahkan” di lembaga pemasyarakatan “university”. Biasanya lebih lama dari mada jabatannya.
     Dalam politik Islam, dikenal ahl al-hall wa al-‘aqd atau lembaga yang mencopot dan mengangkat,  yang dipilih oleh rakyat untuk mewakili mereka, agar memperjuangkan aspirasi dan nasib mereka. Sebenarnya keberadaan DPRD mirip atau bahkan sama dengan ahl al-hall wa al-‘aqdi tersebut (Al-Mawardy: 3). Maka ketika MUI mengusulkan kembali kepada model lama, karena yang duduk sebagai anggota DPRD relatif terpilih dan pilihan rakyat. Sayangnya, meskipun awalnya sudah direspon oleh pemerintah dan DPR, tetapi ketika mau disahkan dalam sidang pleno, tiba-tiba partai “penguasa” walk out  dan yang lain, menolak.
     Analogi memilih imam shalat, pemimpim hendaknya dipilih calon yang: 1). A’lam (اعلم)  ilmunya paling tinggi; 2).ilmu fiqhnya paling tinggi (افقه) 3). Paling wira’i (اورع)  hidupnya bersih, hati-hati, tidak suka berbuat dosa, bahkan yang makruh saja ditinggalkan; 4). Akbaru sinnan (اكبر سنا), paling senior. Tentu ini agak utopis. Tetapi di tengah cengkeraman praktik politik sekarang yang cenderung pragmatis, masyarakat perlu lebih cermat, hati-hati, karena akan menentukan masa depan daerahnya.
     Pilihlah pemimpin yang diyakini akan bisa amanah, adil, jujur, layak jadi panutan, santun, dan memakmurkan serta membahagiakan rakyatnya. أمير القوم هو خادمهم وأخرهم شربا artinya “pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka dan paling akhir giliran minumnya”. Tidak mudah memilih pemimpin yang seperti ini. Karena godaan jabatan yang paling berat adalah korupsi untuk dirinya, keluarga, kelompok dan golongannya. Kata Lord Acton, the power tend to corrupt, the absolute power tend to corrupt absolutely”. Artinya “kekuasaan cenderung korupsi, dan kekuasaan yang mutlak cenderung korupsi secara mutlak.
     Semoga Anda yang memiliki hak suara, diberi kekuatan dan ketenangan untuk memilih pemimpin yang amanah sesuai kata hati nurani, mendapatkan pemimpin yang benar-benar memikirkan dan berkomitmen pada rakyatnya (تصرف الامام على الرعية منوط بالمصلحة) agar kita punya harapan menjadi umat yang terbaik,  dan dapat mewujudkan impian adanya baldatun thayyibatun wa Rabbun ghafur.
     Allah a’lam bi-shawab.
Wassalamu’alaikum wrwb.
Ngaliyan Semarang, 29/1/2017.

Silahkan Hubungi Kami