ISLAM DAN BUDAYA LOKAL

Published by achmad dharmawan on

Oleh Ahmad Rofiq
Assalamu’alaikum wrwb.
Puja puji hanya milik Allah, kita wajib mensyukuri nikmat dan karunia-Nya. Yakinlah Allah akan menambah kenikmatan pada kita. Sehat afiat sangat berharga, lebih berharga lagi,  nikmat iman dan Islam. Semoga kita mampu merawat hingga akhir hayat kita (QS. Ali ‘Imran: 102). Shalawat dan salam kita senandungkan pada Rasulullah saw, semoga hati kita selalu baik (قلب سليم). Karena hanya hati yang baik saja, yang diberi kesempatan berjumpa dengan Allah, di saat harta dan anak-anak kita tidak memberi manfaat apapun (QS. Al-Syu’ara: 89).
Saudaraku yang dicintai Allah, belakangan ada yang menyoal tentang wayang, yang dianggap bid’ah, bahkan minta supaya wayang diberangus saja. Saya tadinya cuek saja,  karena ini sudah menjadi aset budaya dan aset belajar. Tapi ada banyak teman yang meminta saya menulis, semoga tulisan ini bermanfaat.
Wayang merupakan karya seni para pendahulu, dan oleh para pendakwah Islam dijadikan sebagai instrumen atau media dakwah. Karena dalam berdakwah,  Allah menyerukannya dengan cara, metode, dan pendekatan yang bijaksana, nasihat yang baik,  dan diskusi dengan cara yang lebih baik (QS.  Al-Nahl: 125)
(ادع الى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي أحسن ان ربك هو اعلم بمن ضل عن سبيله وهو اعلم بالمهتدين )
Apa bid’ah itu? Secara bahasa bid’ah adalah sesuatu – atau kreasi – yang baru yang belum ada contohnya. Seperti,  Allah adalah pencipta langit dan bumi atau بديع السموات والارض (QS. Al-Baqarah: 117). Atau “katakanlah,  aku bukanlah rasul yang pertama di antara para rasul” (QS. Al-Ahqaf: 9). Secara syara’,  bid’ah adalah kreasi baru yang belum ada contoh sebelumnya.
Bid’ah dalam ibadah atau agama secara prinsip dilarang. Rasulullah saw bersabda: “barangsiapa mebgadakan hal baru yang bukan dari kami,  maka perbuatannya ditolak” (Abu Dawud dan at-Tirmidzi).
Bid’ah ada dua: 1). Bid’ah hasanah,  kreasi yang baik. 2). Bid’ah sayyiah,  kreasi yang buruk. Inilah yang termasuk sesat (ضلالة). Sebenarnya cakupan bid’ah itu lebih pada persoalan ibadah mahdlah. Karena dalam soal karya seni, ilmu pengetahuan,  dan innovasi dan kreasi manusia,  justru dianjurkan demi kemashlahatan manusia.
Pada zaman Rasulullah saw,  kendaraan adanya unta dan himar. Apakah jamaah haji menggunakan pesawat, yang tidak atau belum ada pada masa Rasulullah saw adalah bid’ah? Padahal haji itu ibadah? Bagi warga Arab Saudi boleh jadi tidak ada masalah karena dekat. Karena itu,  kalau hari ini masih ada yang mengatakan bahwa pesawat, mobil, speaker,  gadget atau smartphone adalah bid’ah,  maka dipersilahkan menjalani hidup seperti zaman Rasulullah saw.
Apakah tahlil, mebaca barzanji dzibaan,  atau shalawatan dengan dilagukan, bid’ah. Bagi yang pemahaman agamanya sempit,  tentu semuanya itu bid’ah. Tetapi para Ulama yang memahami agama secara komprehensif,  bahwa kebiasaan yang baik itu ditempatkan sebagai medium untuk dakwah,  maka dikategorikan sebagai bid’ah hasanah. Atau bahkan sebagai tradisi atau kebiasaan yang baik (سنة حسنة). Dalam kaidah fiqh dikenal “adat kebiasaan itu dijadikan hukum” atau العادة محكمة. Lebih dari itu ditegaskan, bahwa menetapkan hukum dengan kebiasaan sama halnya menetapkan hukum secara syara’ (الثابت بالعرف كالثابت بالشرع).
Soal wayang yang dianggap akan menjadikan syirik,  tentu tergantung pemahaman yang bersangkutan. Apalagi pada masa para Walisongo menyampaikan dakwah,  memilih metode dan pendekatan persuasif tidak konfrontatif, damai tidak memusuhi,   merangkul tidak memukul, mengajak bukan membajak, dan ternyata itu lebih sukses. Memang sejarah mencatat, ada masa-masa singkretik,  tetapi secara perlahan,  fenomena yang diduga singkretik itu hilang.
Islam yang dirancang sebagai Rahmatan lil ‘Alamin, akan kehilangan misinya jika dipahami secara sempit dan tidak mendunia. Islam yang selaras dengan tuntutan waktu dan ruang (الاسلام صالح لكل زمان ومكان) akan kehilangan nilai dan universalitasnya, jika dipahami secara kerdil. Bisa-bisa saudara-saudaraku yang masih setia dengan wayang,  atau karya seni budaya loka, akan lari berbondong-bondong meninggalkan Islam, jika wayang dipersoalkan karena dianggap bid’ah.
Saudaraku yang dicintai Allah,  tugas dan kewajiban kita menjalankan tugas dakwah,  masih sangat banyak. Kadang-kadang saya khawatir pada Anda yang merasa cara dan prilaku beragama harus berpegang dengan tradisi dan adat yang bukan Islam, tetapi adat lokal,  justru secara perlahan mengebiri Islam yang Rahmatan lil ‘alamin. Dan ini akan bisa menjadi “kesombongan baru” dalam beragama,  yang menjadi awal “bentuk kemusyrikan” baru sebagaimana dikhawayiekan oleh Syeikh Ibnu ‘Athaillah al-Sakandary.
Saudaraku, terutama yang hoby wayang dan kreasi budaya lokal lainnya, silahkan saja diuri-uri dan diteruskan. Dulu Sultan Agung Mataram mengislamkan tradisi muludan menjadi grebeg maulid,  musiknya gamelan dari جميلا artinya indah atau bagus,  sekaten dari syahadatain atau dua kalimat syahadat,  dan masih banyak lagi. Raja disebut khalifatullah fil ardli sayyidin panatagama,  atau khalifah Allah di muka bumi,  tuan yang bertugas menata kehidupan beragama.
Islam itu melindungi dan mengayomi. Islam mengajarkan harmoni dan keindahan. Mari kita tingkatkan ibadah ritual-vertikal kepada Allah, dan kita wujudnyatakan dalam ibadah sosial-horizontal kepada sesama. Sebaik-baik manusia adalah yang akhlaknya mulia.  Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberi manfaat kepada orang lain. Sebaik-baik manusia adalah yang panjang usianya dan baik atau shaleh amal perbuatannya.
Semoga Allah meringankan dan menolong kita untuk beramal shaleh, guna masa depan kita. Allah al-musta’an,  Allah tempat memohon pertolongan. Allah a’lam bi al-shawab.
Wassalamu’alaikum wrwb. 
 Ngaliyan,  24/1/2017.

Silahkan Hubungi Kami