SPIRIT KEBANGSAAN UNTUK PERADABAN DUNIA

Published by achmad dharmawan on

Assalamualaikum wrwb.
      Saudaraku, mari kita syukuri anugrah Allah SWT yang terus berlimpah untuk kita. Itu kalau kita mau dan mampu mensyukurinya. Jika hati kita sempit, hati dan perasaan kita, tidka sensitif dan tidak mampu mensyukurinya. Shalawat dan salam mari kita terus senandungkan untuk Rasulullah saw, keluarga, dan para sahabat, mengiringi shalawat Allah dan para Malaikat untuk beliau, sayyid al-anbiya’ wa l-mursalin. Semoga syafaat beliau kelak memayungi kita di akhirat.
      Hari ini, Ahad, 14/5/2017 seluruh alumni UIN Walisongo Semarang dari semua angkatan menggelar Reuni Akbar dan mengusung tema besar Meneguhkan Spirit Kebangsaan untuk Peradaban Dunia. Tema tersebut sangat strategis setidaknya menurut hemat saya karena dua alasan, pertama, ini bagjan dari kampanye visi UIN Walisongo yang berbasis pada unity of science untuk peradaban dan kemanusiaan. Kedua, komitmen seluruh alumni UIN Walisongo, yang berbasis pada spirit dan nilai harmoni. Kolaborasi antara agama dan kearifan lokal (local wisdom) sebagaimana diajarkan dan dipraktikkan oleh 9 (sembilan) wali yang dalam bahasa Jawa disebut dengan Walisongo, yang mengedepankan harmoni, dan spirit kebangsaan (nasionalisme) inklusif, untuk membangun peradaban dunia. Peradaban harmoni Indonesia atau ke-Indonesiaan yang mengedepankan semangat kemanusiaan, kebangsaan, yang dibangun di atas fondasi kebhinnekaan atau keragaman, akan memberikan contoh dan teladan, jika mampu dikembangkan, dirawat, dan dikampanyekan, pada saatnya Indonesia akan menjadi icon penting dunia, dan menjadi kiblat peradaban dunia.
       Perjuangan seluruh rakyat Indonesia dari semua komponen bangsa, yang saling bahu membahu, saling asih, asah, dan asuh, penuh persaudaraan, saling menghormati, sampai pada pintu gerbang kemerdekaan. Kemerdekaan adalah hak setiap bangsa, karena penjajahan sangat tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan keadilan. Indonesia yang mayoritas beragama Islam, dengan spirit kebangsaannya yang inklusif, telah memberikan rambu dan nilai peradaban dan kemanusiaan, terutama yang dilakukan oleh Walisongo, hingga menjadi model kerukunan dan toleransi keberagamaan yang tidak tertandingi di dunia. Hingga Konghucu yang dari leluhurnya sebenarnya tidak termasuk agama, tetapi lebih menonjol sebagai budaya, diakui secara resmi oleh Negara sebagai agama, padahal warganya tidak mencapai 1% (satu persen).
       Pertanyaannya adalah, mengapa Para Alumni UIN Walisongo mengusung tema besar itu? Saudaraku, belakangan ini kita sama-sama menyaksikan bahwa peradaban dunia, sudah dikuasai oleh “keserakahan dan keangkuhan politik” beberapa gelintir negara. Negara paman yang katanya kampiun demokrasi, belakangan justru mempertontonkan praktik dan langkah politik yang rasis dan hegemonik, dan ini akan memicu instabilitas dunia. Kebijakan ini didukung oleh sekutu paling setianya di kawasan Timur Tengah, yang setiap hari menghabisi saudaranya di kawasan Palestina.
      Alibi yang disiapkan untuk merusak image Islam, dibuatlah ISIS atau Islamic State for Irak and Syria. Daulah Islamiyah atau negara Islam pun, dijadikan isu picisan, tetapi dibalut dengan keserakahan politik untuk menghancurkan dari dalam dan juga dari luar, agar seluruh dunia melihat bahwa praktik Islam ala daulah Islamiyah itu adalah seperti yang dilakukan oleh ISIS yang sama sekali tidak ada nilai dan dasar kemanusiaan sama sekali. Tetapi sebaliknya justru dengan tampilan ISIS itulah, peradaban dunia semakin hancur. Karena mereka ini lebih sadis dari binatang. Binatang membunuh lawannya, begitu mati selesai. Tetapi mereka ini mempertontonkan praktik-praktik genosida di depan kamera dan diunggah ke seluruh dunia.
       Lalu di mana letak visi, misi, dan tujuan Islam yang rahmatan lil ‘alamin ditunjukkan. Lebih dari itu, negara besar yang serakah ingin menguasai ladang minyak, gas, dan sumberdaya alam lainnya, sehingga hampir semua negara di kawasan timur tengah dihabisi secara fisik, semua bangunan bersejarah pun hancur berkeping-keping tata dengan tanah, jutaan nyawa melayang sia-sia, termasuk dari warga sipil, ibu-ibu, dan anak-anak yang tidak berdosa pun menjadi korban. Benar-benar tontonan jahiliyah modern dengan senjata modern dan super canggih. Ini masih ditambah dengan daftar praktik diskriminasi dan genosida warga Muslim Rohingnya oleh para tokoh agama tertentu di Myanmar, dan itu pun dilakukan dengan cara biadab. Rumahnya dan hartanya dibakar, bahkan manusianya pun dibakar hidup-hidup. Ironisnya, aktifis hak asasi manusia baik di tingkat regional maupun internasional, pada diam membisu, tak mampu lagi berkata-kata, karena tampaknya keadilan dan kemanusiaan di dunia, hanya tersisa di rak-rak buku perpustakaan, atau di mimbar-mimbar khutbah di tempat ibadah.
       Saudara kita di Palestina, sudah lebih dari setengah abad berjuang untuk menjadi negara merdeka, berdaulat, dan terbebas dari perang. Akan tetapi semua itu, hanya menjadi mimpi dan daftar ilusi, karena apa daya, badan dunia, PBB atau UNO (United Nations Organisation) tampaknya sudah terkooptasi oleh permainan para paman, dan tidak lagi mampu menjadi pemersatu dan penjaga perdamaian dunia.
      Belakangan ini kita menyaksikan dan merasakan “keserakahan politik dari “oknum” pejabat negara di Uni Eropa dan AS, sudah menampakkan permainan dan “intervensi” kepada para pemimpin negeri ini, terkait dengan vonis dua tahun bagi terdakwa penista agama di Jakarta.
      Saudaraku, acara Reuni Akbar UIN Walisongo hari ini, diharapkan tidak hanya sekedar pertemuan kembali para alumni yang biasanya habis untuk hura-hura, haha hihi, penuh dengan tawa canda, saling bertanya berapa anak dan cucu, masih aktif atau sudah pensiun, sudah punya berapa santri pondok pesantrennya, tetapi steering committe dan organizing committe benar-benar dapat membawa acara akbar dan penting ini untuk mengkampanyekan secara massif, canggih, dan terstruktur akan mulia dan pentingnya Meneguhkan Spirit Kebangsaan untuk Peradaban Dunia, yang nyaris kehilangan kemanusiaannya, karena perdamaian hanya menjadi lipservice diplomatik dari meja perundungan satu ke meja perundingan yang lain, tanpa mampu diwujudkan di dunia nyata.
      Saya menyarankan, Rektor dan Ketua Alumni untuk melakukan beberapa hal: pertama, bentuk komisi kampanye perdamaian dunia dengan spirit kebangsaan. Selain menyiapkan draft deklarasi juga membawa  langsung kepada RI 1, Pemimpin negara-negara yang tergabung dalam ASEAN, dan membawa ke Badan Dunia, yakni PBB atau UNO. Kedua, membentuk semacam badan usaha Keluarga Alumni UIN Walisongo, yang dipimpin oleh beberapa orang yang sudah terbukti sukses. Harapannya, untuk melakukan kegiatan usaha di bidang sosial, pendidikan, ekonomi, dan lain-lain.
Ketiga, membentuk divisi hukum dan advokasi yang diharapkan divisi ini akan menyiapkan draft dan nasah akademik, terkait berbagai bentuk ketidak adilan, dan bahkan belakangan ini ada upaya sistematis menjungkirbalikkan pemahaman demokrasi dan toleransi yang seakan-akan demokrasi dan toleransi hanya bisa diakui ketika kelompok minoritas yang menjadi pemimpin.
      Belakangan ini juga makin kental nuansa dimunculkan kemnaki semacam paerasaan ketakutan terhadap Islam yang dalam bahasa sehari-hari disebut dengan islamophobia. Padahal Islam sebagaimana awal mula diturunkan adalah agama perdamaian, ketertiban, dan kasih sayang bukan hanya bagi umat Islam tetapi untuk seluruh penghuni alam raya ini atau rahmatan lil ‘alamin. Boleh jadi hanya karena model pemahaman monopolistik dan tafsir tunggal sebagian umat Islam, dan menafikan pemahaman orang lain, dan dianggap kafir, didukung dengan penampilan yang keras, lalu melahirkan sikap ketakutan terhadap Islam. Inilah yang disebut dengan “gerakan” Islamophobia.
      Sikap dan prilaku para pemimpin negara dalam mengelola  negara ini jika tidak dilakukan secara adil dan berkeadilan, sesuai dengan rambu hukum, apalagi kemudian aparat penegak hukum tidak lagi independen, imparsial, tetapi sudah berpihak pada kelompok tertentu, juga sangat berpotensi besar melahirkan reaksi dari sebagian masyarakat yang bisa memicu radikalisme dan terorisme. Karena itu, siapapun yang menjadi pemimpin baik negeri kita NKRI maupun negara-negara di dunia ini, jika abai terhadap keadilan dan kesamaan di depan hukum, maka yang terjadi adalah saling memusuhi dan saling menghabisi. Dalam bahasa Rasulullah saw,
لولا عدل الامراء لاكل الناس بعضهم بعضا
“Sekiranya tidak ada keadilan para pemimlin (pejabat) sungguh manusia sebagian akan memakan sebagian lainnya”.
Dan tampaknya fenomena ini sudah dengan kasat mata terlihat. Yang terjadi saling bermusuhan dan pada saatnya akan bisa menjadi konflik horizontal. Begitu pecah secara fisik, maka perang saudara pasti di depan mata. Semoga ini tidak pernah akan terjadi.
       Saudara dan Sahabatku, selamat ber-Reuni Akbar. Semoga reuni kali ini Keluarga Alumni UIN Walisongo mampu Meneguhkan Spirit Kebangsaan (Indonesia) guna Memberikan Kontribusi Nyata bagi Terwujudnya Peradaban Dunia yang Berprikemanusiaan. Semoga misi mulia tersebut mampu mengeliminasi Keserakahan Politik dan Ekonomi baik di Tingkat Regional maupun Internasional, sehingga proxy war atau perang tanpa bersenjata yang sudah berlangsung bertahun-tahun dan sudah menguras hampis semua kekayaan alam negara kita Indonesia ini, bisa sedikit berkurang, dan diisi dengan persaudaraan kebangsaan sedunia, tanpa harus mendirikan negara khilafah baru. Dan kita masih nyaman menjadi tuan rumah di negeri sendiri, tidak sebaliknya menjadi abdi di negaranya sendiri. Semoga Allah SWT melindungi kita semua.
      Allah a’lam bi al-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.

Silahkan Hubungi Kami