SYA’BAN DAN NYADRAN

Published by achmad dharmawan on

Assalamualaikum wrwb.
      Saudaraku, alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Tuhan segala penghuni alam raya ini. Hanya karena anugrah dan pertolongan-Nya, kita dalam keadaan sehat afiat, memulai aktifitas kita, yang belajar semoga lebih rajin, yang bekerja tambah semangat, mari kita niatkan ibadah dan sekaligus bekal ibadah. Shalawat dan salam mari kita senandungkna pada Rasulullah saw, keluarga, dan para sahabat. Semoga syafaat beliau kelak akan memayungi kita di akhirat.
       Kita sekarang berada di pertengahan bulan Sya’ban 1438 H, bulan yang baru dari namanya, secara harfiyah artinya “cabang-cabang”. Bulan yang kata Rasulullah saw, adalah bulan beliau. Pada awal bulan Sya’ban, Rasulullah saw pernah bersabda: “Ini adalah hari permulaan Sya’ban yang mulia, Tuhan kita menamainya dengan Sya’ban karena terkumpulnya/terhimpunnya kebaikan-kebaikan di dalamnya, sungguh di bulan ini Tuhanmu membuka pintu-pintu surganya, memperlihatkan/membentangkan kepadamu istana-istana dan kebaikan-kebaikannya dengan membeli harga termurah dan urusan-urusan termudah”.
       Sebentar lagi kita akan mengakhiri bulan Sya’ban, yang dalam kebiasaan Jawa disebut dengan bulan ruwah dari bahasa Arab, arwah, dan memasuki bulan suci Ramadhan.
Para leluhur kita membuat tradisi nyadran, sebagai instrumen pendidikan spiritual untuk menyadarkan siapapun yang setahun bekerja dengan berbagai kesibukannya, agar masih mau menyisihkan dan menyisakan waktu untuk mengingat orang tua dan atau leluhurnya yang sudah meninggal dunia, agar membersihkan, menziarahi makamnya, dan yang paling penting adalah mendoakannya.
       Saudaraku, tidak jarang kita menyaksikan anak yang merasa sudah menjadi orang yang sukses hidupnya, jangankan membersihkan dan menziarahi makam kedua orang tuanya, ketika orang tuanya masih hidup saja sudah tidak mau mengakuinya. Bahkan ketika orang tua berusaha menemuinya, dengan membawa oleh-oleh atau buah tangan dari kampung berupa hasil kebun, anak tersebut dengan teganya mengusir orang tuanya.
      Alkisah ada seorang ibu yang matanya buta sebelah, selalu rajin mengantarkan putranya ke sekolah. Ketika teman-teman anaknya melihat bahwa ibunya matanya buta sebelah, pada mengolok-olok. Lama kelamaan anak ini tidak mau lagi diantar ibunya. Bahkan merasa kecewa, hingga dewasanya pun menganggap bahwa ibunya itu tidaklah ibu kandungnya. SubhanaLlah. Bertahun-tahun anak ini secara lahiriah sukses karir, ekonomi, dan kehidupannya. Dan selama itu pula anak ini tidak mau menemui dan menjenguk orang tua tunggalnya, yang dengan penuh keikhlasan merawat anaknya sebagai single parent karena suaminya mengalami kecelakaan dan meninggal dunia.
      Pada suatu saat, ketika si ibu sudah merasa sudah tidak lama lagi menghirup udara dunia ini, dengan sisa-sisa tenaganya ingin melihat anaknya yang katanya sukses itu, meskipun ia sadar bahwa anaknya itu telah menyia-nyiakannya. Akan tetapi kasih ibu, laksana samudra, yang siap menampung segala macam kotoran, sampah, dan apa saja yang masuk, diterimanya dengan penuh kesabaran. Sesampai di rumah anaknya itu, anak ini pun tetap saja merasa bahwa “saya tidak punya ibu yang buta sebelah matanya”. Diusirlah ibunya ini, dibentak-bentak, dan pembantunya disuruh menyeretnya keluar.
       Akhirnya di tengah kesedihan dan sisa usianya, si ibu ini menulis surat dan dikirimkan kepada anaknya, yang isinya menjelaskan mengapa matanya buta sebelah. Dengan berurai air mata, ibu menulis “Nak, aku ibu kandungmu, memang buta sebelah. Ini karena waktu kamu masih kecil, mengalami kecelakaan, yang menyebabkan mata kamu yang sebelah mengalami kebutaan. Ibu tidak ingin hidupmu nanti menderita, dan diolok-olok temanmu, biarlah ibu donorkan mata ibu untuk kamu. Biar ibu buta sebelah mata, yang terpenting kamu bisa hidup bahagia nak”.
       Begitu anaknya menerima dan membaca tersebut, dengan dada semakin sesak, ia baca kata demi kata, alunan suara khas ibu yang merawat dan membesarkannya dari kecil. Ia tidak kuat menahan air mata dan meledaklah teriakan histeris penuh dosa dan penyesalan, karena ternyata ibunya rela menderita demi kebahagiaan anaknya. Namun, penyesalan itu sudah terlambat, karena ibunya sudah tiada dan berbahagia di alam baqa.
       Saudaraku, kasih ibu tidak berbatas. Semua orang tua berjuang untuk kebahagiaan anaknya. Di saat bulan Sya’ban menjelang Ramadhan inilah, kita diingatkan untuk mengunjungi orang tua kita, baik yang masih hidup atau yang sudah meninggal dunia. Di sinilah, nyadran itu, menjadi bermakna dalam prosesi tahunan kehidupan kita, agar kita masih memiliki kesadaran untuk berdoa bagi orang tua kita.
     Dalam wikipedia.org disebutkan, Nyadran adalah serangkaian upacara yang dilakukan oleh masyarakat Jawa, terutama Jawa Tengah. Nyadran berasal dari bahasa Sanskerta, sraddha yang artinya keyakinan. Nyadran adalah tradisi pembersihan makam oleh masyarakat Jawa, umumnya di pedesaan. Dalam bahasa Jawa, Nyadran berasal dari kata sadran yang artiya ruwah syakban. Nyadran adalah suatu rangkaian budaya yang berupa pembersihan makam leluhur, tabur bunga, dan puncaknya berupa kenduri selamatan di makam leluhur.
       Saya sering menyederhanakan nyadran,  berasal dari kata shadran (صدرا) artinya “dada”. Dada adalah tempatnya hati (قلب) yang artinya berubah-ubah.  Akan tetapi jika qalbu ini baik, maka anggota badan hang lain akan baik, dan apabila qalbu itu buruk, maka anggota badan yang lainnya juga akan baik. Mengapa nyadran? Sebagai bagian dari ketaatan dan hormatnya anak kepada orang tua adalah mendatangi, menziarahi, dan membersihkan makam atau kuburan orang tua atau leluhurnya untuk mendoakan mereka.  Karena ketaatan anak kepada orang tua, tidak terbatas ketika orang tua masih hidup saja, akan tetapi ketika mereka sudah meninggal dunia pun masih harus tetap didoakan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:
اذا مات ابن ادم انقطع عمله الا من ثلاث صدقة جارية او علم ينتفع به او ولد صالح  يدعو له  رواه مسلم
 “Ketika manusia (anak Adam as) meninggal dunia, maka semua amalannya terputus, kecuali tiga hal: sadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakan kepada kedua orang tuanya” (Riwayat Muslim).
      Saudaraku, nyadran adalah perwujudan ajaran ziarah kubur yang diperintahkan oleh Rasulullah saw, yang dikemas dengan bahasa budaya. Rasulullah saw bersabda:
كنت نهيتكم عن زيارة القبور الا فزوروها فانها تذكركم الموت وفي رواية اخرى فانها تذكركم الاخرة رواه الترمذي
“Aku pernah melarang kamu sekalian ziarah kubur, ingat maka berziarah (kubur)-lah, karena sesungguhnya ziarah kubur itu akan mengingatkan kamu sekalian akan mati, dan dalam riwayat yang lain, “akan mengingatkan kalian akan kehidupan akhirat” (Riwayat at-Tirmidzi).
      Tujuan ziarah kubur adalah untuk mengingatkan orang yang berziarah akan mati atau kehidupan akhirat. Dengan mengingat mati dan kehidupan akhirat, seseorang akan pertama, siap memasuki bulan Ramadhan untuk memulai puasa dan melakukan amalan yang terbaik di dalamnya, karena pahala dilipatgandakan. Kedua, dengan mengingat mati dan kehidupan akhirat, maka seseorang kan berusaha secara maksimal untuk menghindari perbuatan salah, maksiyat, dan dosa yang menistakannya di akhirat nanti.
      Kehidupan dunia dalam bahasa Al-Qur’an disebut sebagai  tempat kesenangan yang menipu, sering menjebak manusia untuk menuruti keinginan dan dorongan hawa nafsunya untuk berburu materi duniawi yang hedonis, bahkan menumpuk-numpuknya dan melalaikan manusia akan jati dirinya. Sampai Allah pun mengingatkan manusia, jangan sampai perburuan berlomba paling banyak harta dan. bermegah-megahan melalaikan kamu, hingga kamu masuk dalam kubur  (QS. Al-Takatsur: 1-2).
     Bagi saudaraku yang hingga sekarang masih belum mau menerima soal kebiasaan ziarah kubur atau nyadran ini, bisa saja mendoakannya dari rumah. Apakah doa dari anak atau orang lain bisa sampai kepada orang yang meninggal dunia, bagi Allah itu urusan sepele. Jangankan hanya menyampaikan pahala, menciptakan dari yang tidak ada menjadi ada saja, tinggal kun fa yakun. Smartphone kita sekarang saja, maskh bisa menyimpan orang yang siap menyanyi, meskipun secara fisik sudah mati. Apalagi orang yang menjnggal duna itu, sesungguhnya hanya mati fisik saja, tetapi ruhnya tetap hidup. Di sinilah pentingnya anak shalih mendoakan kedua orang tuanya.
      Saudaraku, bagi yang ingin nyadran, niatkan sebagai penghormatan atau ta’dhim kepada orang tua dan para leluhur. Karena menurut sabda Rasulullah saw, mereka menunggu doa kita, sebagai anak-anaknya yang shalih. Apabila kita berbuat baik kepada kedua orang tua kita, yakinlah besok anak-anak kita akan juga berbuat baik kepada kita. Demikianlah ajaran Rasulullah saw kepada kita untuk selalu menghormati kepada kedua orang tua, baik ketika mereka masih hidup atau sudah meninggal dunia.
      Semoga Allah Swt memberkahi kita semua di dalam bulan Sya’ban ini dan Allah memberi umur panjang hingga sampai di bulan suci Ramadhan, dapat menjalankan ibadah puasa dengan khusyu’ untuk menghapus dosa-dosa kita selama setahun yang lewat, demi kebahagiaan hidup kita yang sesungguhnya.
      Allah a’lam bi al-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.
Ngaliyan, Semarang, 13/5/2017.

Silahkan Hubungi Kami