BERILMU DAN TAHU DIRI

Published by achmad dharmawan on

Assalamualaikum wrwb.
       Saudaraku yang dirahmati Allah, mari kita syukuri anugrah dan nikmat Allah yang tak terhingga, karena hanya karena kebesaran dan masih sayang-Nya, kita dalam keadaan sehat afiat dan dapat memulai aktifitas kita. Jangan lupa kita niatkan untuk ibadah, karena dari niat itulah, pekerjaan kita menjadi bermakna dan bermanfaat bagi orang lain. Shalawat dan salam mari kita senandungkan untuk Baginda Rasulullah saw, keluarga, dan para sahabat. Semoga hati kita menjadi bersih, semua urusan dimudahkan oleh Allah, dan syafaat beliau kelak akan memayungi kita di akhirat.
       Kata ulama, manusia ini dalam soal mengenali dirinya sendiri, ada empat katagori:
رجل يدري ويدري انه يدري ورجل يدري ولا يدري انه يدري ورجل لا يدري ويدري انه لا يدري ورجل لا يدري ولا يدري انه لا يدري
“Seseorang yang tahu dan tahu bahwa dirinya tahu, seseorang yang tahu tetapi tidak mengetahui bahwa dirinya tahu, seseorang yang tidak tahu dan mengetahui bahwa dirinya tidak tahu, dan seseorag yang tidak tahu, dan tidak mengetahui, bahwa dirinya tidak tahu”.
       Dari katagori tersebut, yang pertama, secara lahiriyah adalah katagori yang terbaik, yakni seseorang yang tahu dan mengetahui bahwa diirnya tahu. Biasanya orang yang katagori ini, dia akan bersikap rendah hati (tawadlu’), laksana padi yang kian berisi kian merunduk. Karena orang yang tawadlu’, dia memahami bahwa ilmu yang dikaruniakan Allah kepadanya, sungguhlah tidak seberapa. Ibarat air yang membasahi jari yang kita celupkan ke samudra. Dan orang yang demikian inilah, kiranya yang dijanjikan oleh Allah dalam Al-Qur’an:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انشُزُوا فَانشُزُوا يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ.  المجادلة ١١
Hai orang-orang yang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Mujadjlah:11).
       Orang-orang tua kita membuat peribahasa, “tong kosong berbunyi nyaring” artinya “orang yang ilmunya sedikit, biasanya ngomongnya banyak dan apa yang diomongkan juga tidak banyak arti dan manfaatnya”.
Orang yang berilmu, diharapkan dapat mengamalkan ilmunya dengan baik, agar memberi manfaat kepada banyak orang. Dalam konteks inilah, Rasulullah saw mengingatkan:
بلغوا عني ولو اية
“Sampaikankah olehmu (kepada orang lain) meskipun hanya satu ayat”.
Sudah barang tentu orang yang berilmu, dia diharapkan mengamalkannya terlebih dahulu, baru menyampaikannya kepada orang lain. Karena ilmu yang tidak diamalkan asalah laksana pohon yang tidak berbuah, atau laksana lebah tak bermadu. Ia bisa membahayakan, ketika tidak memberi manfaat kepada orang lain.
       Saudataku, jika Anda belum bisa menjadi orang yang tahu dan mengetahui bahwa Anda tahu, maka berusahalah menjadi orang yang tidak tahu tetapi mengetahui bahwa Anda tidak tahu. Dan karena itu, Anda membuka diri untuk belajar dan mencari tahu. Hindarilah sifat dan sikap menjadi orang yang tahu, tetapi tidak mengetahui bahwa Anda orang yang tahu. Demikian juga, hindari jauh-jauh menjadi orang yang tidak tahu, dan tidak mengetahui bahwa Anda orang yang tidak tahu. Ini tingkatan orang yang paling menyedihkan, karena orang semacam ini bisa disebut dengan jahil murakkab, dan menutup diri untuk belajar dna belajar. Padahal belajar itu, diperintahkan sejak dari buaian hingga di liang lahat.
      Saudaraku, mari kita berusaha sebisa mungkin bahwa ilmu yang kita dapat dari Allah, seberapapun yang kita dapat, dapat bermanfaat bagi orang lain. Karena ini akan menjadi tabungan atau investasi kita ketika kita sudah berada di alam penantian (alam barzakh). Karena ilmu yang bermanfaat bagi orang lain  ketika ilmu yang kita sampaikan itu diamalkan oleh orang lain, maka kita akan mendapatkan pahala dari amalan yang dikerjakan, tanpa mengurangi pahala orang yang mengamalkannya itu. SubhanaLlah.
       Saudaraku, orang yang berilmu rawan terjebak untuk menjadi sombong dan angkuh. Karena itu, pelajaran ilmu padi, yang kian berisi kian merunduk, dapat kita hayati secara seksama dan diamalkan, agar selain kita harus berusaha untuk belajar terus menerus, juga makin bertambah ilmu makin tawadlu’ atau rendah hati. Apalagi jika kita kemudian tidak bisa mengamalkannya, bisa-bisa dimasukkan pada kelompok orang yang berdosa karena ilmu.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ. كَبُرَ مَقْتًا عِندَ اللهِ أَن تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ.
“Hai orang-orang yang beriman kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan” (QS. Al-Shaff:2-3).
      Saudaraku, semoga kita termasuk hamba-hamba Allah yang senantiasa semangat untuk terus menuntut ilmu, berusaha mengamalkannya dengan sebaik-baiknya. Kita tularkan kepada orang lain sebisa mungkin, meskipun hanya satu ayat, karena akan menjadi investasi di alam barzakh dan di akhirat nanti. Dan yang lebih penting lagi adalah, kita makin rendah hati dan tawadlu’ karena dengan kerendahharian itulah, tanpa harus mengaku sebagai orang yang tawadlu’. Ketawadlu’an atau kerendahhatian adalah sikap dan ekspresi serta prilaku, bukan hanya kata-kata dan dikatakan saja.
Allah a’lam bi al-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.
Susur Sungai Kahayan Palangkaraya, 5/5/2017.

Silahkan Hubungi Kami