FORDIPAS DAN KOMITMEN KEBANGSAAN

Published by achmad dharmawan on

Assalamualaikum wrwb.
       Saudaraku yang dirahmati Allah, mari kita syukuri anugrah Allah Swt, hari ini kita sehat afiat dan dapat melaksanakan aktifitas kita tanpa ada halangan. Itu semua semata karena pertolongan-Nya. Jangan lupa kita niatkan untuk beribadah karena misi hidup kita diciptakan oleh Allah di dunia ini hanyalah untuk mengabdi kepada-Nya. Semoga kesyukuran kita Allah makin sayang pada kita dan menambah kenikmatan-Nya pada kita. Shalawat dan salam mari kita senandungkan untuk Baginda Rasulullah saw, keluarga, dan para sahabat. Dengan shalawat dan salam, semua kesulitan akan diberi jalan keluarnya dengan kemudahan oleh Allah Swt.
       Saudaraku, fordipas adalah singkatan dari Forum Direktur Pascasarjana Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN). Insyaa Allah hari ini 3-5/5/2017 menggelar acara rapat kerja bersama di IAIN Palangkaraya Kalimantan Tengah. Insya Allah akan hadir Direktur PTKI Prof. Dr. nizar, MA, Direktur Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi Kemristek dikti RI, Prof. Dr. Aris Djunaidi, MA, dan Kabiro Keuangan Kementerian Agama RI.
       Agenda yang dibahas adalah membahas tentang pertama, soal pola rekruitmen beasiswa 5.000 doktor yang difasilitasi oleh Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kementerian Agama RI. Selama ini rekruitmen dilakukan secara terbuka dan online dengan berbagai distingsi pasa masing-masing pascasarjana PYKIN. UIN Walisongo Semarang misalnya dipercaya menjadi distingsi mengelola program doktor (S3) Ilmu Falak, UIN Yogya tentang Kajian Islam Interdisipliner, UIN Sumatra Utara tentang Ekonomi Islam, UIN Malang tentang Bahasa Arab, dlsb.
       Gagasan yang pernah saya sampaikan kepada Dirjen Pendidikan Islam cq Direktur PTKI, agar mendapatkan raw input dan lulusan yang berkualitas, adalah dengan membuat skema baru, yaitu merekruit calon mahasiswa Pascasarjana dengan mengambil lulusan freshgraduate yang ber-IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) 3,5 ke atas, dengan skema kontrak selesai program S2 langsung S3. Alasannya, selama tiga tahun program 5.000 doktor ini, setelah dievaluasi, ternyata belum sesuai dengan yang diharapkan. Baik kualitas raw input, proses, maupun hasilnya, terutama dari target waktu penyelesaian, dirasakan kurang maksimal. Diharapkan dengan skema baru tersebut, kualitas calon secara kasat mata, dapat dihitung dan dikalkulasi secara lebih cepat dengan hasil yang maksimal.  Sebagai direktur pascasarjana UIN Walisongo, sudah tiga kali wisuda melakukan special treatment dengan mengirimi ucapan selamat by name by IPK kepada wisudawan yang ber-IPK 3,5 ke atas, agar mereka tertarik langsung meneruskan program S2. Ternyata hasilnya, mereka yang langsung meneruskan hanya wisudawan terbaik yang memang sudah menjadi tradisi sebagai penghargaan dan apresiasi UIN Walisongo kepada mereka, mereka diberi beasiswa sampai selesai S2.
       Ketika mereka ditanya, jawaban mereka rata-rata ingin mencari pekerjaan terlebih dahulu. Akan tetapi jika ada fasilitas beasiswa S2 pasti mereka akan langsung melanjutkan. Apalagi jika ada beasiswa lanjut ke S3 mereka akan semangat untuk melanjutkan ke jenjang doktor, yang menjadi impian banyak orang. Ini persis seperti zaman saya mendapat fasilitas beasiswa S2 langsung S3 jika rata-rata nilai A. Alhamdulillah proses penyelesaiannya pun bisa lebjh cepat. Yang masih menjadi persoalan adalah bagaimana Kementerian Agama dapat “mengikat” lulusan doktor ini supaya juga dapat mengabdikan ilmunya di Kampus PTKIN atau PTKI lainnya. Saya berharap pihak Ditjen Pendidikan Islam dapat menindaklanjuti usulan fordipas yang hemat saya cukup strategis dalam menyiapkan Doktor yang berkualitas tersebut.
       Kedua, soal Struktur Organisasi dan Tata Kelola (SOTK) Pascasarjana masing-masing PTKIN yang belum sama. Ada pascasarjana yang masih hanya memiliki “dirjen” atau “direktur ijen” karena tidak ada wakil direktur dan tidak ada kasubag tata usaha. Demikian juga nomenklatur masing-masing UIN atau IAIN/STAIN masih berbeda-beda, ada Program Pascasarjana (PPs), ada Sekolah Pascasarjana (SPs), dan Fakultas Pascasarjana ( FPs). Saya pernah mengusulkan langsung ke Prof Dr Phil Kamarudin Amin, MA, kalau bisa SOTK dibuat standar UIN dan IAIN, dan STAIN ditarget segera bertransformasi ke IAIN semua. Tentu SOTK Pascasarjana setidaknya ada Direktur, Wakil Direktur, dan Kasubag TU. Antara beban kerja dan SDM-nya berimbang, agar kualitas layanan dan penyelenggaraan pascasarjana bisa berjalan lebih baik lagi.
       Ketiga, komitmen kebangsaan. PTKIN dan PTKI sebagai wadah pengejawantahan dan candradimuka penyiapan SDM yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlakul karimah dan berkualitas, berdaya saing tinggi dan memiliki keunggulan kompetitif, diarahkan agar menjadi lulusan yang memiliki faham keagamaan Islam yang moderat, komitmen nasionalisme atau kebangsaan yang tinggi secara inklusif. Di tengah maraknya gagasan yang mencoba dan berusaha mengganti NKRI dan Pancasila, kiranya Fordipas perlu melakukan deklarasi komitmen tentang Islam moderat dan kebangsaan dalam upaya mempertahankan NKRI. Pengalaman kesejarahan Indonesia kiranya menjadi pembelajaran yang sangat penting, agar bangsa ini tidak terjebak dalam kubangan sejarah hitam masa lalu, dan jangan sampai terpecah belah, hanya oleh karena keinginan beberapa kelompok yang bermimpi dan berspekulasi ingin membelokkan NKRI. Selagi dengan NKRI kita bisa mengamalkan syariah Islam dengan nyaman dan tenteram, kitanya NKRI perlu dirawat, dijaga, dan dipertahankan dengan segala potensi dan kemampuan kita.
       Selamat bermusyawarah para direktur pascasarjana PTKIN, selamat kepada Pascasarjana IAIN Palangkaraya, yang menjadi tuan rumah. Semoga Fordipas 2017 ini akan menghasilman rumusan strategis bagi peningkatan mutu Pascasarjana PTKIN di Indonesia ini.
Allah a’lam bi al-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.

Silahkan Hubungi Kami