BELAJAR PADA SAUDARAKU YANG TUNA NETRA

Published by achmad dharmawan on

Assalamualaikum wrwb.
       Saudaraku, mari kita syukuri anugrah dan karunia Allah yang sungguh kita tidak mampu menghitungnya. Itu pun kita sering nggrundel, suudhan, dan bahkan tidak mampu memanfaatkan pemberian Allah, khususnya penglihatan atau netra. Sementara banyak saudara kita yang secara fisik lahiriyah, tidak bisa melihat, bisa karena bawaan dari lahir, atau karena sebab tertentu, yang justru “mata hati”-nya lebih tajam dari kita, dan bahkan lebih awas, terutama dalam menjaga diri dari hal-hal yang oleh agama dan kepatutan tidak seharusnya dilakukan.
       Shalawat dan salam, mari terus kita wiridkan untuk Baginda Rasulullah saw, keluarga, dan para sahabat. Semoga kita yang menjadi pengikut atau ummat beliau, senantiasa berhati baik, dan hanya mampu menerima kebaikan semata.
       Alkisah, suatu malam, seorang tuna netra berjalan dengan membawa tongkat di tangan kanan dan lampu di tangan kirinya. Ada seorang laki-laki normal netranya, dengan lugu bertanya: “Mengapa Anda yang tidak melihat, membawa lampu? Bukankah akan lebih nyaman sekiranya, hanya membawa tongkat saja, toh Anda juga tidak melihat? Saudaraku yang tuna netra ini dengan kelembutan menjawab: “Saya memang tidak bisa melihat, tetapi dengan lampu ini, orang lain yang sama-sama dalam gelap, bisa melihat saya. Dengan lampu ini jalan menjadi terang, dan dapat menghindarkan orang lain untuk menabrak saya. Dengan kalimat yang lebih mengharukan lagi, “lampu ini adalah untuk menerangi jalan yang aku lalui”.
       Saudaraku, dialog dua saudara kita tadi, mengandung pelajaran yang sangat berharga. Terkadang karena “kedangkalan” atau “keluguan” kita sering melihat, memahami, menikmati, dan merasakan betapa besar Allah menunjukkan kebesaran-Nya melalui saudara kita yang tuna netra tadi. Akan tetapi ternyata “mata hati dan mata batinnya” lebih cerdas atau lebih tajam penglihatan akalnya dari pada kita yang secara fisik sempurna. SubhanaLlah.
Bayangkan, di tengah tertutupnya penglihatan, ternyata saudaraku itu memikirkan membantu dan menyelematkan orang lain yang semestinya tidak perlu pertolongan. Ia berfikir untuk memberi kepada kita yang melihat, supaya kita yang secara lahir melihat, tidak sampai menabrak dirinya yang tidak melihat dengan wasilah lampu tersebut.
       Saudaraku, apabila kita berbuat baik, meskipun kita sendiri tidak secara langsung membutuhkannya, tetapi itu bermanfaat bagi orang lain, maka sebaiknya kita lakukan. Kalaulah nanti manfaatnya menolong orang lain, maka sesungguhnya di situlah kita menolong diri kita sendiri. Kebaikan yang kita lakukan kepada orang lain, pada hakikatnya adalah kebaikan untuk diri kita sendiri. Karena itu pula, Rasulullah saw mengajarkan kepada kita, kita memulai kebaikan itu dari diri kita sendiri.
عن أبي هريرة : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم  أفضل الصدقة ما كان عن ظهر غنى ، واليد العليا خير من اليد السفلى ، وابدأ بمن تعول رواه البخاري ومسلم
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: “Paling utamanya sadaqah adalah apa yang berasal dari posisi orang kaya, tangan di atas itu lebih utama dari pada tangan di bawah” dan mulailah dengan orang yang lebih tinggi. (Riwayat al-Bukhary dan Muslim).
     Peribahasa leluhur kita, “becik ketitik olo ketoro”. Kebaikan yang kita semai, kita rawat, dan kita jaga, maka pasti hasilnya akan lebih baik. Allah mengingatkan kepada kita:
منْ عَمِلَ سَيِّئَةً فَلَا يُجْزَىٰ إِلَّا مِثْلَهَا وَمَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَٰئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ يُرْزَقُونَ فِيهَا بِغَيْرِ حِسَابٍ. غافر ٤٠).
“Barang siapa mengerjakan perbuatan jahat, maka diatidak akan dibalasi melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan barang siapa mengerjakan amal shaleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga. Mereka diberi rezeki di dalamnya tanpa hisab” (QS. Ghafir: 40).
       Karena itu, mari kita terus berusaha menyemai kebaikan, meskipun kita tidak menikmatinya sendiri. Riwayat dari Anas bun Malik: “Tidaklah seorang muslim menanam tanaman, kemudian tanaman itu dimakan burung, manusia, atau binatang ternak, melainkan hal itu sudah termasuk sedekah darinya” (Imam Bukhari). Dalam versi Imam Muslim, Rasulullah saw bersabda : “Tidaklah seorang muslim menanam tanaman kecuali yang dimakan darinya merupakan sedekah, apa yang dicuri darinya adalah sedekah, apa yang dimakan binatang buas adalah sedekah, apa yang dimakan oleh burung adalah sedekah, dan apa diambil oleh orang lain juga adalah sedekah”. Dan ini akan berkelanjutan hingga akhir kiamat”.
       Saudaraku, rasanya kita malu dan harus meningkatkan kualitas bersyukur kita kepada Allah. Kita boleh iri dalam soal bersyukur pada saudara kita yang secara fisik tidak bisa melihat atau tuna netra. Akan tetapi ketulusan hatinya membawa lampu di tangan kirinya, karena tangan kanannya memegang tongkat, ternyata memberikan pelajaran yang sangat berharga dan mahal bagi kita yang semoga masih memiliki sisa ketajaman mata hati. Boleh jadi kita memang memiliki penglihatan yang bagus secara fisik, akan tetapi mata hati dan batin kita, sering tertutup oleh kabut keangkuhan, kesombongan, dan egoisme (ananiyah). Kelebihan sedikit ilmu, sedikit kekayaan, dan sedikit jabatan, sering berakibat membutakan mata hati dan batin kita, dan lupa berbuat kebaikan meskipun itu sangat kecil. Sudah saatnya kita buang jauh-jauh, segala macam sifat dan sikap yang menjadi kabut dan menutupi mata hati dan batin kita itu, dengan memperbanyak istighfar dan mohon ampunan kepada Allah. Kita memulai sekarang juga untuk berbuat kebaikan, Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman akan melihat dan menyaksikannya.
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ. التوبة ١٠٥
Dan katakanlah: “Berbuatlah kamu maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat perbuatanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”.
       Saudaraku, tidak seharusnya kita malu untuk belajar kepada siapapun, termasuk saudara kita yang tuna netra, atau tuna lainnya, karena kebajikan atau hikmah bisa datang dan ditemukan di mana saja. Ibarat berlian, didapatkan di mana saja, jatuh di kubangan sekalipunm ia tetap berlian. Jika itu bermanfaat, harus diambil sebelum terlambat. Semoga Allah makin sayang pada kita semua, dan mata hati dan batin kita, makin terbuka, semoga sinar inayah dan hidayah-Nya semoga akan menyejukkan sisa hidup kita. Wa ila Allah turja’u al-umur.
       Allah a’lam bi al-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.
Garuda Lounge Bandara Soekarno Hatta, 21/4/2017.

Silahkan Hubungi Kami