UIN WALISONGO CEGAH PAHAM ANTI NKRI DAN ANTI PANCASILA

Published by achmad dharmawan on

Assalamualaikum wrwb.
Saudaraku, mari kita syukuri anugrah Allah, kita ditakdirkan oleh Yang Maha Kuasa menjadi warga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasar Pancasila dan UUD 1945. Semoga Allah senantiasa melindungi seluruh warga bangsa ini menjadi bangsa yang rendah hati, sadar akan kemajemukan bangsanya, mencintai toleransi dan perdamaian. Karena damai itu indah. Karena kemajemukan itu khazanah laksana orkestra yang diramu dari berbagai alat musik yang bentuk, jenis, dan bunyinya berbeda, namun menggaungkan harmoni, keindahan, dan kesyahduan.
Shalawat dan salam mari terus kita lantunkan untuk baginda Rasulullah Muhammad saw, keluarga, dan para sahabat. Semoga hati kita terus membara dengan api cinta untuk meneladani uswatun hasanah beliau, menjadi manusia yang mampu memberi manfaat kepada umat dan bangsa ini.
UIN Walisongo beberapa waktu lalu (15/3) telah memelopori gerakan Silaturrahim Kebangsaan, Beragam/Berbeda tapi Bersaudara, yang dihadiri para Profesor dan Pimpinan Perguruan Tinggi baik negeri maupun swasta di Jawa Tengah. Pada tanggal 7 April 2017 UIN Walisongo, setelah mencermati dinamika sosial-politik yang terjadi, maraknya ideologi transnasional yang nati-NKRI dan Anti-Pancasila, secara resmi mengeluarkan surat No. B-1018/Un.10.0/R/PP.00.9/04/2017 tentang Himbauan kepada para Dekan dan Direktur Pascasarjana untuk: 1. Menjunjung tinggi pelaksanaan Tri Darma Perguruan Tinggi sesuai dengan asas Pancasila, UUDN RI 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika. 2. Melakukan upaya nyata pencegahan terhadap masuknya paham anti-NKRI dan anti-Pancasila di kalangan civitas akademika UIN Walisongo. 3. Melakukan pembinaan secara rutin bagi dosen dan pegawai agar tetap setia serta teguh menjaga NKRI dalam bingkia kebhinnekaan. 4. Semua dosen supaya membina dan mendidik mahasiswa tentang cinta tanah air dan persatuan bangsa. 5. Tidak memberi ijin kepada dosen, karyawan, dan mahasiswa berorganisasi yang bermaksud mengembangkan paham anti NKRI dan anti Pancasila. 6. Tidak memberikan ijin penggunaan fasilitas kampus untuk kegiatan yang berpaham anti NKRI dan anti Pancasila.
Saudaraku, sikap tegas dan upaya pencegahan tersebut, sebagai antisipasi atau sadd al-dzari’ah. Karena itu, apabila ada yang mempersoalkan tentang kebebasan mimbar akademik, juga perlu ada tafsir atau penjelasan, sehingga secara yuridis akademik juga dapat dipertanggungjawabkan. Apabila dicermati secara mendalam, edaran tersebut, juga sebagai upaya mencegah terjadinya faham sekuler di kampus UIN Walisongo. Dengan kalimat yang lebih vulgar lagi, tidak ada ekstrem kanan dan juga tidak ekstrem kiri. Tidak ada radikalisme agama dan tidak ada radikalisme sekuler, ynag belakangan ini juga ikutan marak. Apalagi yang menyampaikan agar agama tidak dibawa-bawa ke dalam urusan politik, adalah orang yang mempunyai posisi dna kedudukan penting, tentu sangat disayangkan.
Dalam paradigma hubungan agama dan negara, tampaknya ada tiga model, pertama, integralistik, kedua, simbiotik, dan ketiga, sekularistik. Indonesia yang menempatkan Pancasila sebagai landasan ideologinya, tampaknya yang cocok adalah model simbiotik. Antara agama dan negara tidak dipisahkan tetapi juga tidak menyatu. Indonesia bukan negara agama, tetapi juga bukan negara sekuler. Ini sejalan dengan pesan-pesan substantif Piagam/Dustur/Mitsaq Madinah yang meletakkan nilai-nilai penting bagi pengembangan masyarakat madany (civil society) seperti: konsep umat untuk semua etnis dan suku, persamaan (equality before the law), persaudaraan (ukhuwah, brotherhood), keadilan (‘adalah/justice), toleransi (tasamuh/tolerant), hidup bersama berdampingan, saling menghormati, dan tolong menolong.
Dalam negara Pancasila layaknya hanya boleh dihuni oleh orang yang mengakui dan loyal pada NKRI dan Pancasila. Yakni, orang yang berketuhanan Yang Maha Esa. Orang yang berpaham ateis, anti tuhan tidak patut menjadi warga negara Indonesia. Demikian juga orang yang berkemanusiaan yang adil dan beradab. Orang-orang yang berprilaku tidak manusiawi dan tidak beradab tidak layak menjadi warga negara Indonesia. Demikian juga orang yang tidak menjaga persatuan Indonesia, apakah itu kelompok separatis, atau kelompok yang mengusung ideologi yang bertentangan dengan Pancasila, lebih baik dipersilahkan meninggalkan NKRI ini. Sebagai rakyat Indonesia, dalam mengelola kedaulatan negara ini, rakyat lah yang berkuasa dengan menggunakan paradigma permusyaratan perwakilan. Inilah yang perlu perenungan kembali oleh para pemimpin negara ini. Karena permusyawaratan perwakilan telah makin menipis, tergantikan dengan model voting. Bahkan model pemilihan kepala daerah yang hanya ada satu pasangan calon pun harus dipertandingkan dengan kotak kosong. Meskipun secara yuridis formal dan proses demokrasi dibenarkan, tetapi dari nalar permusyawaratan, ini tidak masuk akal. Anehnya lagi faktanya, kotak kosong pun dapat suara 25,3 % dari total suara yang masuk. Naif memang!
Saudaraku, sebagai warga negara Indonesia, kita perlu merenungkan bersama Firman Allah :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ الحجرات ١٣
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya jamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (QS. Al-Hujurat:13).
Ayat tersebut menegaskan, berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Artinya adalah, bahwa kita yang dikehendaki Allah lahir, hidup, berkarya, dan nantinya akan menghadap Allah di bumi, atau tanah air Indonesia, adalah bagian dari skenario-Nya. Ini yang harus kita syukuri, jaga, rawat dengan baik, dan kita perhatikan. Mengapa, Indonesia adalah “irisan” surga yang ditampakkan di dunia ini. Negara yang dilalui garis Katulistiwa, kekayaan alam berlimpah, musim berganti, negara kepulauan yang kaya kehidupan nabati dan hayawani, dan negara maritim yang kaya dengan hasil lautnya. Mereka yang masih bermimpi ingin merubah Pancasila, boleh jadi adalah manusia-manusia yang tidak pandai mensyukuri nikmat dan anugrah Allah.
Rasulullah saw tidak pernah mengajarkan soal bentuk negara, karena memang di dunia ini, faktanya ada kerajaan (kingdom) seperti Arab Saudi, Yordania, Inggris, Belanda, ada  Republik seperti Mesir, China, dan Federal seperti Amerika. Karena itu, NKRI ini asalah bagian dari anugrah dan rahmat Allah Yang Maha Kuasa. Tentu anugrah tersebut harus diperjuangkan dengan pengorbanan nyawa, darah, dan harta benda. Karena kebaikan itu harus diperjuangkan. Ibaratnya, menanam padi rumputnya pasti ikut tumbuh, akan tetapi ketika tidak menanam padi, kita tidak akan pernah punya hatapan akan panen padi.
Mengakhiri tulisan ini, mari kita renungkan bersama ayat berikut:
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan orang-orang yang berjihad (bekerja/berusaha keras) untuk mencari keridhaan Kamk, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik” (QS. Al-Ankabut:69).
Saudaraku, semoga kita warga NKRI mau dan mampu mensyukuri nikmat dan anugrah Allah, kita jaga, rawa, dan pertahankan agar kita dapat beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla, karena tujuan diciptakannya kita semua adalah untuk beribadah kepada Allah, dengan berbuat yang bermanfaat bagi orang lain.
ان اريد الا الا صلاح ما استطعت وما توفيقي الا بالله
Allah a’lam bi al-shawab.
Wassakamualaikum wrwb.
Ngaliyan Semarang, 12/4/2017.

Silahkan Hubungi Kami