ISLAM INDONESIA DAN HADLRAMAUT

Published by achmad dharmawan on

Assalamualaikum wrwb.
       Saudaraku yang semoga berbahagia, mari kita syukuri anugrah dan pertolongan Allah, pagi ini kita sehat afiat, merasa segar, dan dapat memulai akitifitas hari ini. Kita awali dengan selalu menyebut Asma Allah, agar semua berjalan dengan baik dan bermakna ibadah kepada-Nya.
       Shalawat dan salam mari kita sanjungkan untuk Baginda Rasulullah saw, keluarga, dan para sahabat. Semoga syafaat beliau kelak memayungi kita kala panas matahari begitu menyengat tubuh kita di akhirat kelak, dan semua urusan kita diberi kemudahan oleh Allah.
       Saudaraku, judul tulisan ini semula diniatkan “Menyambung Kembali Islam Indonesia dan Hadlramaut” tetapi karena terlalu panjang, maka dibuat pendek, Islam Indonesia dan Hadlramaut. Dalam rangka menyambut dosen tamu dari Tarum Hadlramaut, di UIN Walisongo. Rombongan tamu atas nama Majelis al-Muwashalah baina Ulama al-Muslimin. Dua orang pakar, pertama, Habib Abu Bakar Adni al-Masyhur (1961), kedua, Syeikh Musaib Pendound, MA (23/09/1986), alumnus magister dari Menchester Inggris, dan melanjutkan belajar di Mesir dan Yaman.
      Kuliah umum mengambil tema adalah Metode al-Nabawy dalam Menjawab Problematika Kontemporer atau المنهج النبوي في حل المشكلات المعاصرة . Kalau saya coba nebak-nebak, boleh jadi karena mereka mendiagnosis bahwa di Indonesia belakangan ini, sebagaian kaum Muslimin sudah mengalami gejala makin tidak mengidolakan sosok Rasulullah Muhammad saw, sebagai pembawa risalah dan ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin, sebagai teladan atau اسوة حسنة  dalam menyelesaikan berbagai persoalan kontemporer.
       Bagi saya sendiri sebagai warga negara NKRI “harga mati” tampaknya kita harus merenungkan ulang dengan hati yang bening, suci, dan jujur, bahwa apa yang dirumuskan oleh para pendiri (the founding fathers) bangsa ini yakni, Pancasila sebagai landasan ideologi  NKRI, telah dilakukan secara serius, filosofis, dan sangat bijak. Mengapa, Indonesia sebagai bangsa yang sangat majemuk, dan filosofi dasar Bhinneka Tunggal Ika, adalah rumusan fundamental yang sangat cerdas. Inilah yang kemudian menginspirasi pimpinan UIN Walisongo meletakkan visinya unity of science, untuk membangun peradaban dan kemanusiaan di Indonesia. Selain itu, sebagai ahli waris dan sekaligus memilih nama Walisongo, tentu didasari semangat mengembangkan Islam dan ilmu agama Islam dengan manhaj Walisongo yang mengambil dari Rasulullah saw dan para Sahabat.
       Ketika kemudian Pancasila mengalami ujian dari masa ke masa, demokrasi yang dipilih pun, ada liberal, terpimpin, dan demokrasi langsung ketika orde baru diganti dengan reformasi, demokrasi berjalan secara langsung (one man one vote) yang sesungguhnya telah mendegradasi sila keempat “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”.
       Gagasan ingin kembali kepada Pancasila dan UUD 1945 yang asli, sebelum diamandemen, dirasakan menemukan momentumnya karena Sila keempat, dengan model demokrasi perwakilan, sudah disuarakan oleh para Ulama. Setidaknya Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Ijtima’ Ulama di Ponpes Cipasung Tasikmalaya, sudah sempat direspon oleh Pemeritahan SBY. Sayangnya ketika RUU diparipurnakan, setelah melalui proses panjang, endingnya tidak ada kesepakatan, tetapi banyak yang walkout, dan kembalilah demorkasi one man one vote atau demokrasi langsung ini menjadi pilihan.
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ ال عمران ١٥٩
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Maka, apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya” (QS. Ali ‘Imran:159).
       Saudaraku, musyawarah itulah yang dikembangkan oleh Rasulullah saw dalam mengelola negara dan pemerintahan. Tentu dibangun atas dasar etika yakni, sikap lemah lembut, pemaaf, memohonkan ampunan, dan yang tidak kalah pentingnya asalah bekerja keras dan bertawakkal kepada Allah. Sekarang ini, musyawarah mufakat tampaknya menjadi rumusan kata yang sangat mahal di negeri ini. Sebutlah sebagai contoh, ketika ada pemilu kepala daerah yang pasangan calonnya hanya satu, sudah disepakati seluruh partai, harus dipertandingkan dengan kotak kosong. Pasahal biaya yang dikeluarkan untuk melawan kotak kosong, sangat besar. Seandainya berdasar musyawarah mufakat, pasangan calon ditetapkan oleh KPU, dana pemilu bisa dihemat, dan digunakan untuk memberdayakan warga miskin, yang seharusnya menjadi tugas dan tanggungjawab pemerintah untuk mengentaskannya dari kemiskinan.
       Saudaraku, kebetulan saya pernah berkesempatan berkunjung ke provinsi Hadlramaut, selain ke pesantren besar yang santrinya banyak dari Indonesia, Dar al-Mushthafa pimpinan Habib Umar bin Hafidh dan Habib Ali Masyhur bin Muhammad Salim bin Hafidh yang didirikan tahun 1993, juga ke Universitas Dar al-Ahqaf. Waktu itu, diajak juga ziarah ke makam Zanbal, yang banyak dimakamkan para penulis kitab yang banyak dikaji di pesantren Indonesia. Dari kunjungan itu, saya berkesimpulan, bahwa Islam yang berkembang di Indonesia, bermadzhab Syafi’i yang juga diikuti oleh kebanhakan orang dari Hadlramaut. Bicara tentang teori masuknya Islam ke Indonesia, sudah banyak teori dirumuskan oleh ahli sejarah, ada yang mengatakan abad ke-7, seperti Harry W Hazard dalam Atlas of Islamic History (1954), Naquib al-Attas dalam Preliminary Statemate on General Theory of Islamization of Malay-Indonesian Archipelago (1969), dan T. W. Arnold dalam The Peeching of Islam a History of The Propagation on The Moslem Faith. Ada yang mengatakan abad ke-11 karena mendasarkan prasasti huruf Arab Riq’ah bertahjn 1082 M, di makam Fatimah binti Maimjn, Leran Gresik, Jawa Timur. Ada juga yang mengatakan abad ke-13, karena ada catatan perjalanan Marcopolo yng menjumlai kerajaan Islam Ferlec (Peureulack) Aceh 1292, K.F.H. Van Langen berdasar berita China yang menyebut kerajaan Pase (Pasai) di Aceh 1298 M.
       Saudaraku, soal teori masuknya Islam sudah dirumuskan oleh ahlinya. Yang terpenting bagi kita adalah bagaimana bangsa Indonesia yang majemuk ini dengan NKRI-nya, yang harus kita rawat baik-baik. Harus kita sirami dengan Islam moderat, Islam wasathiyah yang tidak ekstrem radikalis dan juga tidak ekstrem sekularis. Harus diakui belakangan ini, banyak upaya-upaya yang dilakukan oleh sekelompok orang yang ingin menegakkan negara khilafah, yang sudah barang tentu ini harus dicegah secara sistematik. Negara sudah saatnya harus tegas dan terukur, jangan sampai mereka ini, berkembang. Negara tidak boleh lengah, hanya karena tidak ada ada payung hukumnya. Indikasi mereka sudah mulai berani masuk ke perguruan tinggi keagamaan Islam, harus diwaspadai.
       UIN Walisongo yang sudah mendeklarasikan sebagai Rumah dan Rahim Kebangsaan dalam ikhtiar merawat kemajemukan dengan tagline, “Berbeda tetapi Kita Bersaudara”, harus dikampanyekan secara terus menerus. Mari kita jaga NKRI yang diperjuangkan oleh para pendiri bangsa dengan bersabung nyawa, dan pertumpahan darah, jangan sampai kalah dengan oleh rongrongan sekelompok kecil dan kelompok-kelompok yang mengajak menjauhkan atau meninggalkan agama yang menjadi panduan etik dan nilai Ketuhanan dalam mengelola bangsa dan negara ini.
       Saudaraku, kita semua memiliki spirit cinta tanah air adalah bagian dari iman atau حب الوطن من الايمان untuk menjaga dan mempertahankan entitas NKRI yang kita cintai. Tidak penting kita berdebat apakah حب الوطن من الايمان  itu hadits atau tidak, tetapi spiritnya sangat relevan. Semoga Allah memudahkan dan meridhai niat luhur kita, menjaga NKRI. NKRI Harga Mati. Selamat mengikuti kuliah umum dari Majelis al-Muwashalah baina Ulama al-Muslimin.
Waffaqana Allah wa Iyyakum ila Aqwam al-Thariq.
       Allah a’lam bi al-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.
Ngaliyan Semarang, 10/4/2017.

Silahkan Hubungi Kami