MENGELOLA IRI HATI

Published by achmad dharmawan on

Assalamualaikum wrwb.
     Saudaraku, semoga kita hari ini sehat afiat, mengawali pagi dengan rasa optimis, insya Allah, Allah akan memudahkan semua urusan kita, dan sore nanti kita mendapat keberkahan dari-Nya. Mati kita syukuri semua anugrah dan pemberian-Nya, agar kita merasakan makna kebahagiaan.
     Shalawat dan salam, terus kita lantunkan pada Baginda Rasulullah saw, keluarga, dahabat, dan pengikutnya. Yakinlah, sekali kita bershalawat, Allah membalas sepuluh kebaikan dan kemudahan dari-Nya. Semoga kita di akhirat nanti mendapatkan syafaat beliau. Amin.
     Saudaraku, sebagai manusia biasa, yang disayangi Allah, kota dikarunia hati atau qalbu, artinya “berubah-ubah”. Kadang baik kadang tidak baik, dalam bahasa leluhur “wong kuwi yen atine lagi bolong yo apik, ananging yen atine bumpet, dadine sumpek”. Artinya, “orang itu apabila hatinya lagi plong atau lega (baik) maka jadinya baik, akan tetapi jika hatinya tertutup, maka jadinya suka marah, tidak jelas”.
Orang yang hatinya bersih, baik, dan ikhlas, hidupnya akan terasa lapang, nyaman, dan bahagia. Meskipun dari segi materi, hidupnya pas-pasan. Kebalikannya, orang yang hatinya didera rasa iri, dengki, hasud, maka sepanjang hidupnya, ia buruk sangka pada orang lain, marah-marah, dan tidak akan pernah bahagia, meskipun materi dan kekayaan dunianya sudah bertumpuk-tumpuk.
     Saudaraku, iri atau hasud adalah bagian dari isi hati kita sebagai manusia. Karena Allah menciptakan mati dan hidup ini, agar kita bersaing, berlomba, dan berkompetisi secara sehat, sportif, jujur, agar prestasi atau amal shalih kita bertambah banyak (QS. Al-Mulk: 2). Allah juga menegaskan:
وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللهُ جَمِيعًا إِنَّ اللهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS. Al-Baqarah: 148).
     Saya memahami kedua ayat tersebut menjelaskan bahwa manusia itu harus punya sifat dan sikap iri, asal iri untuk hal-hal yang baik, positif, dan mashlahat. Jika manusia sudah tidak memiliki sifat iri, maka ia tidak akan pernah maju. Karena iri dalam beragama, menuntut ilmu, dan iri dalam beramal, bersadaqah, berinfak, berwakaf, dan ibadah sosial lainnya, sangat dianjurkan. Dan ini akan menjadi modal kebahagiaan seseorang. Akan tetapi jika sifat dan sikap iri tersebut, dalam hal yang justru akan merusak dirinya, negatif, dan madlarat, terutama dalam soal materi, model hidup materialis dan hedonis, maka kita dilarang dengan keras dan tegas. Karena isi yang negatif ini, akan merusak hatinya, pikirannya, dan perasaannya, yang akan makin menjauhkan dirinya dari sikap menerima, qana’ah, dan ridla atas pemberian Allah, maka di situlah awal kehancuran manusia.
Dalam hadits riwayat Al-Bukhary, dari Ibnu Mas’ud,
قال رسول لله صلى الله عليه وسلم لا حسد الا في اثنتين رجل اتاه الله مالا فسلط على هلكته في الحق ورجل اتاه الله الحكمة فهو يقضي بها ويعلمها رواه البخاري
“Rasulullah saw bersabda: “Tidak boleh mendengki kecuali terhadap dua hal; (terhadap) seseorang yang Allah berikan harta lalu dia pergunakan harta tersebut di jalan kebenaran, dan seseorang yang Allah berikan hikmah lalu dia mengamalkan dan mengajarkannya kepada orang lain”.
     Saudaraku, hidup ini memang penuh dengan saingan, intrik, dengki, egoisme, dan bahkan ketamakan atau keserakahan. Tidak salah kalau ada yang bilang, manusia itu kelompok homo homini lupus. Bahkan dalam konteks kepemimpinan manusia, apabila seorang pemimpin tidak adil, maka manusia akan saling memangsa antara satu atas yang lainnya.
     Ilustrasi di atas, mengajarkan kepada kita untuk mampu, mau, dan siap untuk mengelola atau memanaj sifat iri yang ada dalam diri kita. Mari kita tanamkan sifat dan wujudkan dalam sikap iri yang positif, iri dalam kebaikan, baik salam hal yang bersifat hubungan vertikal kita kepada Allah, maupun dalam ibadah sosial seperti dijelaskan dalam sabda Rasulullah saw tersebut di atas. Mari kita kikis, syukur bisa kita buang jauh-jauh dalam iri soal materi duniawi, jabatan, fasilitas, yang akan membuat hati kita menderita. Jangan besar pasak dari pada tiang. Kalau Anda rizqinya baru kelas mengendarai sepeda motor, lihatlah yang bersepeda ontel, jangan yang mengendarai mobil.
      Jika posisi Anda hanya baru dosen biasa bergelar master, maka irilah kepada yang sudah doktor, supaya Anda semangat belajar dan selesaikan doktor. Inilah sunnatuLlah yang digariskan. Dalam soal jabatan juga demikian, jika Anda baru staf yang sadarkan diri Anda dan jalankan sebagai staf yang baik. Sementara yang sudah menjadi pejabat, laksanakan jabatan tersebut dengan amanah dan adil, karena sebentar lagi jabatan Anda akan perti atau hilang.
     Saudaraku, rizqi atau apapun anugrah Allah, berapapun, Allah yang mencukupi dan mencukupkan sesuai “jatah” atau “takaran” kita. Bekerja keraslah, rizqi akan mengikuti Anda. Janganlah lupa teruslah bertaqwa kepada Allah, karena orang yang senantiasa bertaqwa kepada-Nya, Allah akan menjamin kemudahan dalam segala urusan, memberi rizqi kepada kita yang sering tidak terduga, dan dibukakan jalan keluar dalam setiap menghadapi kesulitan.
حسبنا الله ونعم الوكيل نعم المولى ونعم النصير لا حول ولا قوة الا بالله العلي العظيم
     Semoga Allah senantiasa melindungi kita dari sifat iri yang negatif, yang madlarat, dan merusak diri kita sendiri. Semoga Allah membikakan hati kita untuk selalu mampu dan mau merasa cukup atas segala pemberian Allah, dan bermanfaat bagi diri kita, anak-anak, keluarga kita dunia dan akhirat.
Allah a’lam bi al-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.
Pascasarjana UIN Walisongo, 20/3/2017.

Silahkan Hubungi Kami