MAUT AL-‘ALIM MAUT AL-‘ALAM

Published by achmad dharmawan on

http://wizzluck.com/

Assalamualaikum wrwb.
     Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raji’un. Sesungguhnya kita milik Allah, dan sesungguhnya kita (pasti akan) kembali kepada-Nya. Saudaraku, hari ini Kamis, 16/3/2014, warga Nahdlatul Ulama (NU) dan saya yakin seluruh bangsa Indonesia merasa kehilangan putra terbaik Indonesia, Suaikhuna al-marhum dan al-maghfur lahu Dr. KH. Hasyim Muzadi. Bahkan warga muslim dunia, kehilangan tokoh faham moderat dan perdamaian dunia, yang selalu membawa dan menyampaikan pesan perdamaian dunia.
Mari kita bersyukur kepada Allah, kita mendapat nasihat (mau’idhah hasanah) yang tidak bicara. Rasulullah saw bersabda: كفى بالموت واعظا artinya “cukuplah kematian menjadi nasihat”. Semoga kesyukuran kita kepada Allah, menjadikan hati, pikiran, dan perasaan kita, makin sadar bahwa dunia ini membutuhkan sosok dan figur yang bisa menjaga dan mengawal perdamaian. Dunia ini sudah terlalu lelah dan miris dengan konflik dan pertumpahan darah, yang sudah terlalu banyak nyawa tercabut dengan sia-sia, akibat keserakahan. Lebih ironis lagi, organisasi yang konon buatan Amerika dan Israel, ISIS yang tak mengenal prikemanusiaan, dan telah menghabisi ribuan manusia dengan kepongahannya, tapi menggunakan term “negara Islam” atau al-daulah al-Islamiyah.
     Shalawat dan salam mari kita senandungkan pada Baginda Rasulullah saw, keluarga, dan para sahabat. Semoga hati kita makin peka dan mampu menangkap “nasehat” dan pelajaran berharga dari wafatnya seorang tokoh perdamaian dunia, yang terakhir masih menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden (wantimpres).
     Saudaraku, kata bijak yang diambil dari banyak riwayat menyatakan “موت العالم موت العالم” artibnya “wafatnya seorang alim laksana matinya (pelita) alam”. Saya melihat dan merasakan, KH. Hasyim Muzadi merupakan sosok kyai NU yang sangat visioner, memiliki prinsip yang sangat independen. Ketika MUI, karena beberapa fatwa dan pernyataan sikap keagamaannya, banyak dihujat dan dicaci orang, beliau tegas membela dan bahkan menyarankan supaya MUI diperkuat oleh para ulama.
     Dalam soal Hak Azasi Manusia (HAM) Kyai Hasyim juga tegas. Misalnya LGBT, almarhum menegaskan agama mana yang membolehkan LGBT? Ketika kasus umat Islam menjadi korban kekerasan, seperti Tolikara, mengapa aktifis HAM, tidak ada yang bicara.
     Dalam salah satu pidatonya, KH Hasyim Muzadi yang menjabat sebagai Presiden WCRP (World Conference on Religions for Peace) sekaligus Sekjen ICIS (International Conference for Islamic Scholars) secara cerdas menjawab sejumlah tuduhan PBB (perserikatan Bangsa-Bangsa) bahwa umat Islam Indonesia anti toleransi beragama. Dan inilah pidato ‘menggetarkan’ tersebut : “Selaku Presiden WCRP dan Sekjen ICIS, saya sangat menyayangkan tuduhan INTOLERANSI agama di Indonesia. Pembahasan di forum dunia itu, pasti karena laporan dari dalam negeri Indonesia. Selama berkeliling dunia, saya belum menemukan negara muslim mana pun yang setoleran Indonesia” (Kiriman Prof. Nurdin HK).            Saudaraku, kita benar-benar kehilangan, tidak ada lagi rasanya sosok seperti beliau di Indonesia ini, komitmen ke-Islaman dan ke-Indonesiaan-nya menyatu, visi, misi, dan komitmennya untuk perdamaian dan peradaban dunia sangat jelas.
     Setahun yang lalu, Al-mukarram Kyai Hasyim Muzadi menyampaikan taushiyah yang sangat menyentuh hati: “Saya lahir di dunia ini dengan tidak membawa apa-apa,  begitu pula ketika saya meninggal saya tidak akan membawa apapun. Pesantren sudah saya wakafkan, harta sudah saya berikan kepada anak-anak saya,  saya hanya punya tanah (2×1 meter) di samping asrama putra untuk dikebumikan nanti. Saya titip Pesantren (Al-Hikam) ini,  rawat dengan baik dan jaga, karena Pesantren adalah Ruh Agama, Bangsa, dan Negara.  Semoga Allah meridhai kita semua..”
      Kyai Hasyim juga tampilan sehari-hari sangat sederhana. Memberi pengajian di mana-mana cukup mengenakan sarung, hem putih (bukan baju koko) tanpa surban, dan berpeci hitam, tak ubahnya santri biasa. Ini menunjukkan bahwa keutamaan dan atau ke’allamahan, tidak harus diperlihatkan melalui busana lahiriah, tetapi kezuhudan, kesantunan, dan akhlaqul karimah sehari-hari.
Rasulullah saw bersabda:
مَوْتُ الْعَالِمِ مُصِيبَةٌ لا تُجْبَرُ ، وَثُلْمَةٌ لا تُسَدُّ , وَنَجْمٌ طُمِسَ ، مَوْتُ قَبِيلَةٍ أَيْسَرُ مِنْ مَوْتِ عَالِمٍ
“Meninggalnya ulama adalah musibah yang tak tergantikan, dan sebuah kebocoran yang tak bisa ditambal, dan laksana bintang yang padam. Meninggalnya satu suku lebih mudah bagi saya daripada meninggalnya satu orang ulama” (HR al-Thabrani, Mujam al-Kabir dan al-Baihaqi, Syu’ab al-Iman dari Abu al- Darda’).
Wafatnya ulama juga hilangnya pelita umat.  Manusia yang hidup betsama atau dekat ulama yang baik, adalah bagian dari irisan surga, nikmat yang indah di dunia.
     Semoga kita dapat belajar dan merenung,  memetik hikmah, mengambil pelajaran penting dari wafatnya seorang ulama. Selamat jalan Kyai Hasyim Muzadi, semoga Allah senantiasa memayungi perjalananmu menuju kedamaian abadi seperti perdamaian dan kedamaian yang Kyai perjuangkan. Al-fatihah.
     Wa ila Allah turja’u al-umur, Allah a’lam bi al-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.
Hotel Ibis Slipi, Jakarta, 17/3/2017.

Silahkan Hubungi Kami