GENERASI MUDA MELEK EKONOMI

Published by achmad dharmawan on

Assalamualaikum wrwb.
     Mari kita bersyukur kepada Allah. Hanya dengan karunia dan pertolongan-Nya kita dalam sehat afiat, tetap beriman dan berislam, semoga bisa kita jaga sampai akhir hayat kita. Shalawat dan salam terus kita wiridkan untuk idola dan teladan terbaik kita, Rasulullah saw, keluarga, dan sahabat beliau. Semoga hati kita makin lembut, sensitif menerima sinar hidayah Allah, dan makin bersyukur atas karunia dan anugrah-Nya.
      Saudaraku, sebagai hamba Allah yang berwujud jasmani dan rohani, kita membutuhkan menu makanan yang bergizi, minuman yang sehat, sehingga energi yang kita butuhkan untuk beribadah, baik ibadah ritual (mahdlah) maupun ibadah sosial (ghairu mahdlah), dapat terpenuhi. Untuk memenuhi kebutuhan hidup kita sehari-hari, baik kepentingan pribadi maupun keluarga atau rumah tangga, agar bisa berjalan dengan baik, dipelajari dalam ilmu ekonomi.
      Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari aktivitas manusia berkaitan produksi, distribusi, dan konsumsi. Term “ekonomi” dari bahasa Yunani,  οἶκος (oikos) yang berarti “keluarga, rumah tangga” dan νόμος (nomos) yang berarti “peraturan, aturan, hukum”. Secara umum, ekonomi adalah “aturan rumah tangga” atau “manajemen rumah tangga” agar terpenuhi dengan baik.
     Kebutuhan ekonomi bagi manusia, adalah kebutuhan primer (al-dlarury). Apabila tidak terpenuhi, maka kehidupan manusia akan terganggu. Banyak orang, hanya karena soal kebutuhan ekonominya tidak terpenuhi, kalau kurang sabar, bisa menggadaikan atau bahkan “menjual” agamanya, dan melakukan tindakan kriminal hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar ekonominya.
     Secara dasar, manusia dikarunia karakter cinta kepada harta, sebagaimana firman Allah:
 زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)” (QS. Ali ‘Imran: 14).
     Manusia cinta atau tertarik pada harta adalah wajar. Jika manusia sudah tidak tertarik pada harta yang merupakan kebutuhan ekonominya, berarti ada kelainan atau ketidakwajaran. Bahkan seorang sufi pun, ia butuh ekonominya terpenuhi, agar ibadah dan taqarrubnya kepada Allah dapat berjalan dengan baik.
     Sikap zuhud yang menjadi tahapan atau etape dalam kehidupan tasawwuf, artinya, bukanlah membenci atau meninggalkan sama sekali pada harta, akan tetapi ia tidak tergantung apalagi sampai diperbudak oleh harta. Akan tetapi meskipun ia butuh harta, tetapi ia menjadikan harta sebagai alat, wasilah, atau instrumen untuk beribadah kepada Allah. Harta sama sekali bukan tujuan itu sendiri.
     Harta yang merupakan kebutuhan ekonomi manusia, apabila orang yang menerima amanah dan titipan rizqi tidak dapat menjelaskan dari mana diperoleh dan setelah itu untuk apa dibelanjakan, maka akan mudah terjebak dalam perbuatan tidak terpuji. Ungkapan bijak behasa Arab menegaskan:  حب المال راءس كل خطيئة artinya “cinta harta secara berlebihan adalah biang dari semua perbuatan yang salah”.
     Sudah terlalu banyak contoh betapa banyak orang, baik pejabat, pengusaha, yang hanya karena soal harta, jadi “gelap mata” dan berusaha mendapatkannya dengan menghalalkan berbagai cara. Ujung-ujungnya mereka harus menjalani hukuman dunia “disekolahkan” di lembaga pemasyarakatan. Meskipun boleh jadi ada orang yang “disekolahkan” di LP itu pasti bersalah secara material.
     Saudaraku, Allah SWT mengingatkan kepada kita untuk tidak mudah lupa dan tergoda karena harta, hingga lupa kepada Allah. Firman Allah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَن ذِكْرِ اللهِ وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta dan anak-anakmu melalaikan kamu dari ingat kepada Allah, dan barangsiapa yang mengerjakan demikian, maka mereka itu adalah orang-orang yang merugi”. (QS. Al-Munafiqun: 9).
     Sahabatku, belakangan ini banyak lembaga keuangan yang menawarkan investasi bodong atau abal-abal, yang menurut rilis OJK Pusat, ada 800 lembaga. Bahkan “menghasut” nasabah yang masih punya tangggungan pembiayaan, agar tidak usah membayar kepada api menyetor ke mereka antara Rp 350.000,- – Rp 500.000,- nanti mereka yang akan “melunasinya” ke bank. Akibatnya, banyak yang tergoda, tapi kemudian menumbulkan korban, yakni banyak bank yang melapor nasabahnya tidak membayar tanggungan pembiayaannya.
     Banyak juga oknum biro haji dan umrah, yang juga menawarkan jasa, dengan membayar 3-5 juta rupiah, tanpa ada pelunasan, akan bisa umrah dan haji, tetapi ujung-ujungnya menipu. Dan kenyataannya banyak korban. Karena itu, Anda harus waspada dan cerdas. Ingin haji dan umrah, sangat bagus, ingin kaya melalui investasi bagus, asal halal, dan rasional dan masuk akal. Karena terlalu amat sangat banyak lembaga-lembaga yang biasanya menawarkan bunga, bagi hasil, atau imbalan yang melebihi bank. Ujung-ujungnya adalah menipu. Ingat pesan leluhur kita, “hemat pangkal kaya”. Artinya kalau mau kaya, bekerja secara benar dan halal, hasilnya sebagian ditabung, dan konsumsi secara hemat.
     Saudaraku, kita berkewajiban mempersiapkan generasi muda kita agar mereka faham ekonomi. Karena ekonomi adalah bagaimana kita memenuhi kebutuhan konsumsi, produksi, dan lain-lain, agar tujuan hidup kita untuk beribadah kepada Allah, bisa kita implementasikan dalam kehidupan sosial kita kepada masyarakat. Kita boleh kaya dengan cara wajar, halal, dan thayyib. Dengan kaya, kita bisa membayar zakat, infaq, dan sadaqah yang banyak.
     Semoga kita dikarunia rizqi yang halal, lancar, dan barakah, agar hidup kita lebih bermakna. Kita jadikan harta atau ekonomi kita sebagai instrumen untuk menungkatkan ibadah kita. Karena inilah yang akan menjadi bekal kita untuk kita bawa dalam perjalanan panjang hidup di alam keabadian nanti. Allah a’lam bi al-shawab.
     Wassalamualaikum wrwb.
Pascasarjana UIN Walisongo, 8/3/2017.

Silahkan Hubungi Kami