HARTA DAN KEKUASAAN

Published by achmad dharmawan on

Oleh Ahmad Rofiq
Assalamu’alaikum wrwb. 
Sahabatku yang disayangi Allah. Mari kita syukuri nikmat Allah yang tak terhingga. Meskipun belum atau tidak sebanding kewajiban yang kita laksanakan kepada-Nya, kita tetap mendapat limpahan karunia-Nya.
Shalawat dan salam terus kita lantunkan pada Baginda Rasulullah saw,  supaya hati,  pikir, dan perasaan kita semakin peka, bersih,  siap menerima kebaikan, dan yang penting merasa malu melakukan kesalahan atao dosa.
Saudaraku, kekagetan hari ini boleh jadi belum hilang ketika menyaksikan berita di media,  elektronik maupun sosial, bahwa seorang hakim Mahkamah Konstitusi (MK) ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi, setelah beberapa tahun lalu, menimpa ketua MK. Anda tidak usah membayangkan, berapa gaji seorang hakim MK. Belum lagi fasilitas lainnya. Apalagi mengaitkannya kenapa gaji besar, masih harus melakukan tindakan korupsi.
Prihatin dan sedih rasanya. Sebagai sesama warga negara, apalagi seagama, ini menambah daftar panjang tentang contoh, betapa keinginan dan cinta harta secara tidak benar, akan menyengsarakan manusia. Tidak sabar nunggu di akhirat nanti, tetapi di dunia nyata sekarang ini. Biasanya hukuman akan lebih lama dari masa kerjanya.
Allah sudah sangat banyak mengingatkan, “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat prrbuatanmu itu). Dan janhanlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yanh yakin. Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim. Dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin. Kemudian kamu pasti akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu) (QS. Al-Takatsur:4-8).
Masih banyak lagi peringatan semacam itu, dalam Al-Qur’an. Harta itu ujian (QS. Al-Anfal: 28). Jangan sampai harta melalaikan kamu dari ingat Allah (QS. Al-Munafiqun: 9).
Apakah harta yang tidak haknya dan haram itu termasuk rizqi? Apakah salah jika manusia senang harta. Manusia senang harta adalah wajar (QS. Ali Imran: 14). Menjadi kaya juga tidak dilarang, jika dengan jalan yang halal. Dengan kaya, seseorang dapat zakat, infaq,  sadaqah, hibah,  wakaf, dan membuka lapangan kerja. Membantu orang lain yang butuh pertolongan dan pekerjaan. Akan tetapi jika harta didapat dengan cara mencuri, korupsi,  merampok, menipu, dan cara lain yang tidak terpuji, tidaklah rizqi. Karena rizqi itu yang halal dan bermanfaat bagi kita.
Saudaraku, semoga kita bisa ambil pelajaran, dan waspada. Allah telah memberi bagian (jatah) rizqi masing-masing. Dan sebagian dilebihkan atas yang lain agar bisa saling tolong menolong (QS. Al-Zukhruf:32). Hidup di dunia ini, adalah kesenangan yang menipu (QS. Al-An’am: 130). Cinta harta dan jabatan berlebihan adalah biang kerok setiap kesalahan
(  حب المال والجاه رأس كل خطيءة )
Jabatan adalah amanat, yang pasti akan dimintai pertanggungjawaban. Khalifah Umar bin Abdul Aziz cucu Umar bin al-Khaththab, setiap malam selalu menangis, membayangkan ketakutannya kepada Allah, akan dituntut warganya yang hidup kekurangan, susah makan minum, dan hidup menderita, di hadapan Rasulullah saw. Hartanya berkurang 90% setelah menjabat 29 bulan. Hidup dalam kesederhanaan. Suatu saat Umar bin Abdul Aziz berpesan kepada Abdul Malik di Madinah “Jika Allah mengujimu dengan kekayaan,  maka sederhanalah dalam kekayaanmu. Rendahkan dirimu di hadapan Allah. Tunaikan hak Allah pada harta kekayaanmu”.
Harta hanyalah alat untuk hidup. Tujuan hidup kita hanya satu, ibadah. Mengabdi kepada Allah melalui ibadah ritual (mahdlah), diimplementasikan dengan menolong, membantu, dan peduli kepada sesama.
Rasulullah saw mengingatkan, “Orang yang beriman yang kuat lebih baik dari orang mukmin yang lemah. Kefakiran nyaris menjadikan seseorang kafir”. Tetapi apalah artinya kekayaan jika itu, tidak halal. Pasti akan menyengsarakan di dunia dan akhirat.
Jika Anda dapat uang milyaran hasil suap, korupsi, atau menipu, dijamin pasti “bingung”. Mau taruh di bank,  PPATK akan bilang rekening “gendut”. Mau dibelanjakan untuk apa, dibilang money laundring (cuci uang). Untuk bantalan,  jadi sakit leher dan kepala. Ditaruh bawah bantal, ngganjal. Bahkan keluar rumah saja, tidak nyaman,  tengok kanan-kiri bak pencuri yang mengendap-endap, padahal di rumah sendiri, karena takut dimalingi. Itu baru di dunia. Di akhirat, seseorang yang tidak bisa menjelaskan dari mana hartanya diperoleh dan untuk apa dibelanjakan, tidak akan bergerak kakinya (al-Tirmidzi). Na’udzu BiLlah.
Semoga kita jadi hamba yang terus bersyukur, menjemput rizqi yang halal, kerja keras, ikhlas, ridha dengan rizqi pemberian dan titipan Allah, dan bertawakkal kepada-Nya. Kita belanjakan untuk keluarga, mendidik anak, hidup sederhana,  tetapi bertabur kebahagiaan dan diembuni keberkahan. Harta tidak menjamin kebahagiaan, tetapi bersyukurlah kepada Allah,  terima kasih kepada sesama, maka Anda akan bahagia. Semoga. Allah yubarik fikum saudaraku.
Allah a’lam bi al-shawab.
Wassalamu’alaikum wrwb. 
Slipi Jakarta, 27/1/2017.

Silahkan Hubungi Kami