SAKIT : UJIAN ATAU GANJARAN

Published by achmad dharmawan on

http://frontiersofbiology.org/

Assalamu’alaikum wrwb. Sahabat dan saudaraku, semoga Anda sehat afiat. Mari kita syukuri nikmat sehat. Sehat itu mahal, lebih mahal lagi jika sudah sakit. Tentu bukan semata hitungan uang,  tetapi kala sakit menimpa,  kita tidak bisa ibadah sempurna, tidak bisa bekerja,  dan tidak bisa lagi berbahagia. Berarti pahala kita berkurang banyak.
Dalam keadaan apapun, mari bershalawat untuk Raaulullah saw. Insya Allah semua urusan kita jadi mudah. Bahkan Rasulullah saw menjanjikan sepuluh kebaikan pada orang yang bershalawat sekali pada beliau.
Hari Ahad kemarin,  Allah menggerakkan hati dan fisik saya untuk menjenguk dua tetangga yang sedang dirawat di rumah sakit, di RSU Kariadi dan RSU Tugu. Yang satu sudah sakit bertahun-tahun, yang satunya lagi baru satu minggu. Selain mengikuti anjuran Rasulullah,  sebagai kewajiban sosial pada sesama,  juga sekaligus sebagai penyadaran diri untuk setelah melihat orang yang sakit, senantiasa mensyukuri nikmat Allah,  bahwa sehat adalah mahkota yang harus dijaga dan dipertahankan.
Ini mengingatkan waktu masih di Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau SD, ketika diajarkan tentang sifat jaiz para Nabi, yakni halangan kemanusiaan (عوارض البشرية). Nabi saja boleh sakit, jadi manusia biasa, tentu wajar saja sakit.
Apakah sakit itu ujian atau pahala? Jawabanya bisa dua-duanya. “Allah menguji kita dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Hanya kepada Kami,  kalian dikembalikan” (QS. Al-Anbiya’: 35).
Banyak orang tidak sabar ketika sakit,  sebaliknya banyak yang gagal,  ketika menerima kenikmatan. Namun demikian,  Allah mengingatkan, “bahwa musibah yang menimpa kita,  adalah karena akibat perbuatan manusia,  dan Allah akan mengampuni” (QS. Al-Syura:30).
Sakit juga sebagai adzab, agar kita sadar. “dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebagian adzab yang kecil di dunia sebelum adzab yang lebih besar di akhirat, agar mereka kembali ke jalan yang benar” (QS. Al-Sajdah:21).
Sakit bermakna mengangkat derajat dan kebaikan. Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah seorang muslim yang tertusuk duri atau yang lebih dari itu, melainkan ditulis untuknya satu derajat dan dihapus darinya satu kesalahan” (Muslim).
Sakit untuk menebus dosa dan kesalahan. Rasulullah saw mengumpamakan,  bagaikan gugurnya dedaunan dari pohon (Riwayat Ahmad).
Sakit sebagai wasilah kebaikan, sebagaimana Raaulullah saw menegaskan, “Barangsiapa yang Allah SWT menghendaki kebaikan dengannya,  niscaya Dia menimpakan musibah kepadanya” (al-Bukhari).
Sakit juga sebagai peristiwa untuk melakulan muhasabah atau introspeksi diri. Karena biasanya, bagi yang sadar, ketika badannya tidak berdaya,  ia ingat akan berbagai macam kesalahan yang pernah dikerjakan, dan ingin memohon ampunan dan bertaubat kepada Allah.
Saudaraku,  tidak mudah memang,  memaknai bahwa sakit itu sebagai sesuatu yang indah, kecuali yang terbuka hati dan fikirannya oleh sinar petunjuk Allah.
Yang jelas,  ketika sakit, wajib berikhtiar untuk berobat. Allah tidak menurunkan penyakit,  kecuali memberikan obatnya (Riwayat Ahmad).
Saudaraku, selagi kita sehat,  kita jaga supaya tetap sehat. Caranya kita ikuti Rasulullah, “makanlah setelah lapar, dan berhentilah makan sebelum kenyang”. Karena sumber penyakit adalah dari makanan. Yang lebih penting lagi adalah menjaga hati dan pikiran, agar mampu mensyukuri pemberian Allah, ridla, ikhlas, dan tawakkal atas jatah rizki yang diberi oleh Allah, setelah bekerja keras.
Allah a’lam bi al-shawab.
Wassalamu’alailum wr wb.
Ngaliyan, 16/1/2017.

Silahkan Hubungi Kami