Pascasarjana UIN Walisongo Selenggarakan Studium General Semester Genap 2019-2020

Published by achmad dharmawan on

 

Pascasarjana UIN Walisongo Selenggarakan Studium General Semester Genap 2019-2020

 

Hari Rabu 26 Februari 2020 bertempat di Auditorium 1 Kampus 1, Pascasarjana UIN Walisongo menyelenggarakan Studium General untuk semua mahasiswa Pascasarjana UIN Walisongo. Acara cukup ramai dihadiri peserta hingga kursi penuh. Studium General kali ini mengundang speaker dari Australia, yaitu Dr. Fida Sanjakdar dan Dr. Melanie Brooks yang secara khusus membicarakan Pendidikan Islam di Australia sebagai tema Studium General untuk membuka wawasan mahasiswa Pascasarjana UIN Walisongo tentang dinamika pendidikan Islam dari berbagai tempat khususnya dari luar negeri. Acara yang dibuka oleh Wakil Rektor 1 (Dr. H. Mukhsin Jamil M.Ag.) dan diberi sambutan oleh Wakil Direktur Pascasarjana (Dr. H. Muhyar Fanani M.Ag) berlangsung lancar sejak pukul 08.00 hingga 12.00.

Sesi pertama dibuka dengan realita bahwa banyak anak muda di Australia adalah tipe manusia yang memiliki daya kritis tinggi. Berbagai topik yang menjadi pembahasan anak muda di sana seperti understanding anti-muslim retoric, want to talk versus teacher silence, fake news-how i cope, important issues, LGBTQI and Rainbow, terrorism, current events, prayer in the school timetable, teacher yelling and school discipline. Di australia sering dijumpai berbagai bendera rainbow (ikon LGBTQI). Australia banyak anak yang mempunyai 2 bapak dan 2 ibu. Sekolah di Australia sudah melegalkan muatan bahwa tidak apa-apa menjadi gay, dan lain sebagainya. Selain itu anak  muda Australia tidak takut menanyakan isu-isu yang tidak normal diungkapkan oleh anak muda di Indonesia. Di Australia, pertanyaan mengapa harus sholat, itu sering diungkapkan di Australia.

Sama dengan Indonesia, muncul kekhawatiran terkait anak muda yang mudah mengakses sosial media, yang mana hal tersebut tidak mudah dikontrol di Australia. Dampak dari sosial media, berdampak pada tingkah laku para anak muda di Australia. Cyber bullying sering terjadi di Australia sehingga tidak sedikit korban yang bunuh diri. Bahkan pornografi dan kekerasan seksual juga terjadi di sekolah Islam Australia. Sekolah Islam di Australia mahal, sehingga tidak sedikit orang tua Muslim tidak mendaftarkan anaknya di sekolah Muslim.

Di Australia, anak muda berani mengungkapkan bahwa dia gay. Lalu bagaimana sekolah merespon terjadinya fenomena yang menyimpang dari al-Quran? Salah satu yang dilakukan oleh sekolah, yaitu behaviour team. Secara teori itu bagus, tapi tidak berjalan secara baik dan butuh penelitian lebih lanjut. Dr. Fida mengatakan bahwa mengapa berhentinya anak muda menonton pornografi bukan karna alquran yang menjadi sumber atau alasan, namun karena hal yang belum dapat kita dapatkan. Sekolah Islam di Australia terlalu Islam. Seperti, laki-laki dan perempuan dipisahkan, sehingga komunikasi susah antar-gender. Dr. Melanie mengatakan bahwa salah satu kegagalan dari behaviour team yaitu tidak banyak melakukan networking dengan wali murid. Guru lepas tangan tekait permasalahan, dan menyerahkan ke mufti atau guru agama.

Sesi tanya jawab berlangsung cukup hangat. Mahasiswa menanyakan tentang sosok pemuka agama di Australia, kurikulum pendidikan Islam di Australia, peran pemerintah Australia terhadap pendidikan Islam, hingga pendidikan seksual di sekolah Islam di Australia. Namun karena keterbatasan waktu, sesi tanya jawab harus diakhir ketika azan Dzuhur berkumandang. Di akhir acara, Wakil Direktur Pascasarjana menyerahkan kenang-kenangan kepada para speaker. (maola)

Categories: BERANDABERITA

Silahkan Hubungi Kami