ISTAFTI QALBAKA WA LAU AFTAAKA N-NAS (56)

Published by achmad dharmawan on

Oleh Ahmad Rofiq

Assalamualaikum wrwb.

       Segala puji hanya milik Allah.  Mari kita ungkapkan syukur kita kepada Allah Rabbu s-Samaawaat wa l-Aradli. Hanya atas karunia dan pertolongan-Nya semata, kita sehat afiat dan dapat menjalankan tugas kekhalifahan kita di muka bumi ini. Semoga Allah Yang Maha Pemurah menambahkan anugerah dan nikmat-Nya pada kita dan keluarga kita. Shalawat dan salam mari kita senandungkan untuk Baginda Rasulullah Muhammad saw, keluarga, sahabat, dan pengikut yang setia meneladani beliau. Semoga semua urusan kita dimudahkan, dan kelak di akhirat kita akan mendapatkan syafaat beliau.

        Saudaraku, sebagai bagian dari bangsa besar Indonesia, hamparan dan irisan surga Allah yang digelar di bumi nusantara ini, kita menghadapi even politik, untuk menentukan pilihan kita, siapa pemimpin yang kita amanati untuk mengurus semua urusan bangsa ini, besok Rabu, 17/4/2019. Kampanye dan debat pasangan calon presiden-wakil presiden sudah digelar demikian lama, 6,5 bulan.  Debat nasional sudah lima kali dilaksanakan. Iklan dari masing-masing calon, termasuk calon anggota DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota sudah muncul tiap hari belakangan ini.

        Variasi kasus dan kejadian juga ikut mewarnai “hiruk-pikuk” perjalanan bangsa ini, pun menyeruak mewarnainya. Ada calon yang terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Yang jelas, berbagai kasus tadi, makin mengkristalkan pemahaman dan kesimpulan bahwa biaya politik di negeri ini, begitu mahalnya. Terlepas dari penghalusan bahasa atau eufimisme terhadap bahasa-bahasa yang semula, sebagai larangan agama yang harus dijauhi, akan tetapi kemudian bermetamorfosis menjadi istilah-istilah yang seakan semakin menggejala, dan bahkan dianggap wajar. Seperti suap atau risywah, menjadi “mahar politik”, gratifikasi menjadi “hadiah”, bahkan sebagian “oknum” masyarakat kita ada yang secara vulgar berinisiasi membuat backdrop besar-besar “kami siap menerima serangan fajar”. Ada juga yang menyatakan “kami siap menerima serangan dhuha”. Masyaa Allah.

       Dalam perbincangan on air di TV swasta di Semarang ini, kami sudah bahas. Apakah model demokrasi langsung yang sedang dipraktikkan bangsa Indonesia yang besar dan kaya raya dengan sumber daya alam ini, akan terus menerus berjalan demikian? Bahkan kata medsos, ada sebagian calon legislatif yang harus mengambil pembiayaan di bank tertentu? Boleh jadi bagi mereka yang sudah mempunyai sumber rizqi relatif mapan, ketika upayanya tidak terealisasi, mungkin hanya kaget atau shock sebentar saja. Akan tetapi bagi mereka yang belum mempunyai penghasilan tetap, dan dengan spekulasinya mencalonkan diri, yang demikian itu, akan bisa menyengsarakan dirinya dalam waktu panjang.

         Persoalannya sekarang adalah, Anda besok akan memilih siapa? Tentu ini urusan Anda, akan memberikan delegasi kewenangan mengurus berbagai persoalan negeri dan bangsa ini kepada siapa? Siapapun yang akan Anda pilih, setidaknya dalam melaksanakan pilihan dengan prinsip bahwa memilih pemimpin itu adalah wajib (kifayah). Karena itu, jangan sia-siakan hak pilih Anda. Soal bahwa pasangan calon yang ada mungkin belum sesuai dengan harapan Anda. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Karena kesempurnaan itu hanya milik Allah.

           Rasulullah saw menasehati kita supaya meminta fatwa kepada hati (nurani) kita masing-masing, meskipun orang lain sudah memberi fatwa kepadamu. Dalam bahasa Arabnya: “Istafti qalbaka wa lau aftaka n-nas”. Boleh jadi kita sudah mendapatkan banyak bahan pertimbangan yang sangat rasional, dari sisi kemashlahatan bangsa besar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kemashlahatan masa depan anak-anak muda bangsa ini yang jumlahnya sangat banyak, masa depan dan keutuhan bangsa ini, yang dulu diperjuangkan dengan sabung nyawa, cucuran darah dan air mata. Kita sudah sama-sama menyimak iklan di media, debat capres-cawapres, perjalanan bangsa ini dan arahnya seperti apa, dan kenyamanan bangsa ini ke depan seperti apa?

       Masyarakat kita kiranya sudah sangat cerdas. Mereka sudah mampu memilah dan memilih mana pasangan calon yang diyakini akan mampu membawa bangsa Indonesia lima tahun ke depan, sebagaimana dicita-citakan para founding fathers negeri ini dan tujuan nasional didirikannya NKRI ini.

        Memilih pemimpin adalah kewajiban kolektif yang wajib ditunaikan. Tujuannya, supaya bangsa ini memiliki pemimpin yang sah. Tanpa ada pemimpin yang sah, maka sebuah bangsa akan terjebak dalam dalam kekacauan, caos, faudla, dan lawless. Saking begitu penting dan strategisnya pemimpin, Ibnu Taimiyah menyatakan “sittuuna ‘am ‘ala imamin jairin, afdlalu min lailatin bila sulthanin” artinya “enam puluh tahun di bawah pemimpin (atau penguasa) yang brengsek, masih lebih baik dari pada satu malam tanpa pemimpin”.

       Karena itu, gunakan hak pilih Anda secara baik. Agar kita dan bangsa ini mendapatkan pemimpin yang terbaik. Rasulullah saw mengingatkan kita, “ada dua kelompok manusia apabila keduanya baik, maka manusia lainnya juga baik. Namun jika kedua manusia itu tidak baik (rusak), maka manusia lainnya juga akan rusak, yakni Ulama dan Umara”. Jika Ulama lahir dari masyarakat melalui ilmunya, ilmu fiqih, keseniorannya, dan kewiraiannya, maka Umara sebagai pejabat negara, dipilih melalui mekanisme demokrasi secara langsung.

          Semoga bangsa Indonesia periode 2019-2024 mendapatkan pemimpin yang tasharrufuhu ‘ala r-ra’iyyati manuuthun bi l-mashlahah, tindakan, kebijakan, dan perjuangannya untuk rakyatnya senantiasa berorientasi pada kemashlahatan. Semoga Allah SWT melindungi niat baik dan perjuangan seluruh bangsa ini untuk membangun demokrasi dan mewujudkan kehidupan yang lebih aman, tenteram, baik, dan membahagiakan lahir dan bathin, duniawi dan ukhrawy.

       Allah a’lam bi sh-shawab.

Kampus Pascasarjana UIN Semarang, 16/4/2019.

Silahkan Hubungi Kami