VIRUS “ZOMBIE” DAN KUALITAS PERSAUDARAAN KITA

Published by achmad dharmawan on

Assalamualaikum wrwb.
Puji dan syukur hanya milik Allah, mari kita mensyukuri anugrah dan kasih sayang Allah
yang tak berhingga dilimpahkan pada kita. Hanya atas anugrah dan kasih sayang-Nya kita sehat
afiat dan dapat menjalankan tugas kekhalifahan di muka bumi ini dengan bai, semoga hidup
kita lebih bermakna. Shalawat dan salam mari kita senandungkan untuk Rasulullah Muhammad
saw, keluarga, sahabat, dan pengikut beliau. Semoga semua urusan kita dimudahkan dan
diberkahi oleh Allah, kelak di akhirat kita mendapat syafaat beliau.
Hari Ahad, 23/12/2018 saya mendapat kehormatan diundang Pengurus MUI Kabupaten
Demak, untuk bersama-sama “muthalaah” tentang Memperkokoh Kualitas Persaudaraan
Sesama Muslim dan Sesama Anak Bangsa dalam Menghadapi Pemilu 2019 bertempat di
Pendopo Kabupaten Demak. Hadir Bupati Demak, H Nasir, dan Forkompimda, Pengurus MUI
Kecamatan se-Kabupaten Demak.
Pemilu 17/4/2019 secara serentak akan memilih Presiden-Wakil Presiden, Anggota DPR-RI,
DPD-RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota seluruh Indonesia. Pemilu merupakan event
rutin lima tahunan, yang sudah biasa. Yang tidak biasa, karena pemilu kali ini durasi masa
kampanye paling lama dalam sejarah pemilu di Indonesia, 6,5 bulan, satu semester lebih. Tidak
heran, dan ini yang harus dipertimbangkan oleh para petinggi politik negeri ini, untuk
dipertimbangkan kembali ke depan.
Disadari atau tidak, dampak tahun politik dan durasi masa kampanye terlalu panjang,
sangat potensial merusak persaudaraan kita. Tampaknya masing-masing hanya bisa merasa
benar dan menyalahkan orang lain. Setiap ada isu baru, apakah itu gempa bumi, tsunami,
kejadian di luar negeri seperti berita perlakuan penguasa China terhadap suku Uyghur Muslim
di Provinwi Xinjiang yang kontroversial, yang layak untuk dijadikan amunisi untuk “menyerang”
lawan politik, maka semua dijadikan “peluru” untuk menghantam. Seakan-akan virus “Zombie”
sudah menyebar di sebagian besar dari kita, yakni virus “suka memakan daging saudaranya”
yang sudah mati. Hari-harinya dihabiskan untuk menghujat, mencemooh, mencela, membully,
dan membberkan kejelekan orang lain. Na’udzu biLlah.
Sabtu, 22/12/2018 MUI Provinsi Jawa Tengah rapat membahas isu dan fenomena yang
berkembang di media sosial dan merekomendasikan agar Pemerintah melalui Kementerian
Luar Negeri, sesuai dengan kebijakan politik luar negeri yang bebas dan aktif, hendaknya
mencari dan mendapatkan informasi yang akurat tentang kebenaran perlakuan pemerintah
atau penguasa China terhadap suku Uyghur di Provinsi Xinjiang. Dalam bahasa Al-Qur’an,
pemerintah melalui aparatnya di China, dapat mencari kebenaran informasi tersebut. Tentu
tidak cukup hanya melalui jalur diplomatik secara formal, apalagi jika itu dipahami sebagai
urusan dalam negeri pemerintah China.
Berita Uyghur yang kontroversial – karena ada yang mengatakan tidak benar, ada juga yang
mengirim gambar-gambar sadistis – ini di negeri ini menjadi “bola panas dan liar” yang
digunakan untuk “menyerang” lawan politik. Ini rasanya menjadi tidak sehat dan berpotensi
menimbulkan kerawanan. Dan yang paling dahsyat, hemat saya, ini adalah Ujian Kualitas
Persaudaraan kita sebagai sesama Muslim dan sesama anak bangsa.
Saudaraku, mari kita cermati secara saksama. Mengapa Allah ‘Azza wa Jalla, tidak mengatur
secara detail dan rinci tentang kaifiyat atau tata cara shalat di dalam Al-Qur’an? Sementara

tentang tata cara pergaulan antara hamba-hamba-Nya diatur detail dan rinci. Mari kita
perhatikan QS. Al-Hujurat yang artinya “kamar-kamar” isinya memberi rambu-rambu yang
mengatur tata cara komunikasi harian kita. Ayat 2 “melarang kita bersuara tinggi melebihi suara
Nabi, tetapi merendahkan suaranya di sisi Nabi, sebagai orang yang diuji hatinya, diampuni, dan
diberi pahala oleh Allah (ayat 3). Ayat 4, mencela orang-orang yang memanggil-manggil dari
luar kamar, ditegaskan sebagai orang yang tidak mengerti. Karena itu temui mereka (ayat 5)
dan mereka bersabar itu lebih baik (ayat 5).
Ayat 6 menegaskan, “jika kalian mengaku beriman, dan mendapatkan berita dari orang
fasik, maka periksalah dengan teliti (tabayyun) agar kalian tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum (pihak lain) tanpa mengetahui keadaannya. Karena kalian akan menyesal”.
Apabila dua golongan yang beriman itu berperang maka damaikanlah. Sesungguhnya orang-
orang yang beriman adalah bersaudara, karena itu damaikanlah (perbaiki hubungan) antara
kedua saudaramu itu, bertaqwalah kepada Allah, agar kalian mendapat rahmat (kasih sayang)
(ayat 10).
Ayat 11-12 secara detail mengatur: 1). Jangan saling mengolok-olok, boleh jadi orang yang
diolok-olok itu kebih baik. Bahkan kaum perempuan secara khusus disebut jangan saling
mengolok-olok. 2). Jangan suka mencela – atau menjelek-jelekkan —diri sendiri; 3). Jangan
memanggil dengan gelaran ejekan; 4). Jauhilah kebanyakan buruk sangka, karena itu dosa; 5).
Jangan mencari-cari keburukan orang; dan 6). Jangan menggunjing satu sama lain. Allah
mengumpamakan, orang yang suka melakukan perbuatan tersebut, laksana memakan daging
saudaranya yang sudah menjadi mayat.
Padahal Allah Rabbu s-Samawati wa l-Ardl, menciptakan manusia terdiri dari laki-laki dan
peremluan, dijadikannya hidup berbangsa-bangsa san bersuku-suku adalah untuk saling
mengenal slaing tolong menolong, dan saling membantu. Orang Islam satu dan lainnya itu
saudara, laksana satu tubun (jasad), jika anggota yang satu sakit, maka yang lain ikut
merasakannya. Hidup ini memang didisain untuk kontestasi, tetapi secara fair, saling
menghormati, guna meraih ketaqwaan dan kemuliaan di sisi Allah (AS. Al-Hujurat: 13).
Pemilu hanyalah instrumen untuk memilih pemimpin. Karena itu, janganlah sampai
merusak persaudaraan kita. Apalagi sesama muslim dan atau sesama partai, yang biasanya
“perseteruan san rivalitasnya” sangat intens dan berpotensi saling “menghabisi”. Kata leluhur
kita “ojo mburu uceng kelangan delek” artinya “janganlah mencari yang kecil, sementara yang
besa justru hilang”. Jangan hanya karena beda pilihan calon atau beda pilihan partai politik,
merusak kualitas persaudaraan kita.
Tentu kita wajib – setidaknya secara kifayah atau kolektif – memilih yang terbaik dari para
calon sesuai dengan aturan. Boleh jadi menurut Anda, tidak ada calon yang Anda anggap ideal,
tetapi risiko tentu akan lebih besar jika Anda tidak melakukan pilihan. Karena meskipun golput
alias golongan putih itu bagian dari hak politik, pilihan itu pasti tidak lebih baik daripada
memilih. Semoga kita termasuk hamba-hamba Allah yang terselamatkan dari serangan virus
“zombie” yang tega “memakan” daging saudara kita yang sudah menjadi mayat. Na’udzu
biLlah.
Waffaqana Allah ilaa sabili l-haqq. In uriidu illa l-ishlaah wa maa taufiiqii illaa biLlah. Allah
a’lam bi sh-shawab.
Nagoya Hill Hotel, Batam, 24/12/2018.

Silahkan Hubungi Kami