SELAYANG PANDANG ISLAM DI RAJA AMPAT (19)

Published by achmad dharmawan on

Assalamualaikum wrwb.
Alhamdu liLlah wa sy-syukru liLlah. Mari kita memuji dan mensyukuri anugrah Allah yang
tak terkira dan kita tidak mampu menghitungnya. Hanya atas anugrah dan pertolongan-Nya
semata, kita dapat menjalankan tugas ibadah kita sebagai hamba Allah. Termasuk di dalamnya
ibadah sosial kita. Shalawat dan salam mati kita senandungkan untuk Baginda Muhammad
Rasulullah saw, keluarga beliau, sahabat, dan para pengikut yang setia meneladani beliau.
Semoga kelak kita mendapat syafaat dari beliau.
Saudaraku, di tengah kunjungan akademik di Pascasarjana STAIN — yang insyaa Allah tidak
lama lagi akan bertransformasi menjadi IAIN — Sorong Papua Barat, juga mendapat
kesempatan berkunjung di kecamatan atau distrik Saonek Kabupaten Raja Ampat. Kunjungan
ini dilakukan setelah mengunjungi kepulauan Piaynemo dan menaiki 350 anak tangga yang
tampaknya belum lama dibuat, guna menyaksikan keindahan air laut berwarna hijau kebiruan
di antara gugusan pulau-pula kecil di di bawahnya.
Sungguh luar biasa, keindahan alam tersebut. Hanya ungkapan kesyukuran dan kekaguman
atas ke-Mahabesaran Allah yang menciptakan alam dengan penuh keindahan yang menjadi
daya tarik dan daya tarik tersendiri, bagi warga Raja Ampat untuk menjemput rizqi dari Allah
Yang Maha Pemberi Rizqi. Saya memang sempat unggah foto ketika di puncak Piaynemo yang
untuk menaiki tangga saja agak ngos-ngosan dan menguras keringat, dalam waktu singkat
mendapat respon dari teman-teman medsos tidak kurang dari 300-an. AlhamduliLlah Allah
masih memberi kekuatan dan kesehatan. Lagi-lagi ini membuat saya makin bersyukur. Dari
Waiwo menyebrang dengan fery sekitar dua jam, dan harus berganti speedboat untuk bisa
merapat di Piaynemo.
Dari Piaynemo turun dengan speedboat ke kapal fery dan perjalanan ke Saonek ditempuh
satu jam 45 menit. Kami di Saonek disambut oleh para tokoh agama dan kepala adat Saonek,
yang sebagian mengenakan busana gamis, batik, dan lain-lain. Kami sempat shalat dhuhur dan
ashar di Masjid Hidayatullah dan mengabadikannya. Hemat saya masjid Hidayatullah di Jl. Raja
Rafana, luas tanahnya 12.588 m2, luas bangunan 1.312 m2 dengan daya tampung 200 jamaah
(Setiawan, 2018). Masjid ini dibangun tahun 1505. Tokoh dai yang terkenal adalah Habib Rafana
yang sekarang digunamakan sebagai nama jalan menuju masjid tersebut.
Setelah shalat berjamaah, kami dijamu makanan khas ubi, pisang, dan nasi juga, dengan
ikan bakar, dan lain-lain, oleh kepala distrik yang juga tokoh agama dan beberapa tokoh
masyarakat lainnya di kantor adat yang persis berhadapan dengan laut luas.
Dalam catatan Rana Setiawan (2018) di Papua Barat ada sekitar 610 pulau, dan hanya 35
pulau yang dihuni oleh pnduduk. Islam di Saonek dan Raja Ampat tidak bisa dipisahkan dari
sejarah Islam Kerajaan Islam Ternate dan Tidore, ketika mereka berusaha melawan musuh-
musuh Islam. Ada yang menyebut, Islam di Saonek Raja Ampat sudah berjalan tahun 1500-an
agau abad ke-15, yang awalnya menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Kesultanan Tidore di
Kepulauan Maluku. Sultan Tidore menunjuk empat orang raja lokal untuk berkuasa di pulau
Waigeo, Batanta, Salawati, dan Misool yang merulakan empat pulau terbesar.
Besar dugaan, dari empat raja lokal yang ditunjuk oleh Sultan Tidore itulah, nama Raja
Ampat itu ditetapkan. Setelah itu, wilayah yang semula menjadi bagian dari Kabupaten Sorong,
tahun 2003 berdiri sendiri menjadi Kabupaten Raja Ampat, yang sekarang menjadi destinasi

wisata alam yang terkenal dengan keindahan alamnya. Infra struktur pelabuhan dan angkutan
darat publiknya masih sedang dalam penataan, tetapi tidak mengurangi daya tarik wisatawan
baik domestik maupun mancanegara. Bahkan ada pulau yang menurut penuturan teman yang
memandu, dihuni oleh wisatawan Italia.
Raja Ampat menurut beberapa sumber lima puluh persen warganya memeluk agama Islam
dan dipimpin oleh Bupati Muslim, Abdul Faris Umlati, SE. Saya berkesempatan untuk
berbincang dengan Bupati Pak Faris, untuk mengenalkan diri sebagai Ketua Fordipas (Forum
Direktur Pascasarjana PTKIN se-Indonesia) sekaligus menawarkan kemungkinan Fordipas
mengarance suatu efen acara pertemuan Fordipas di Raja Ampat tahun 2019. Beliau siap
memfasilitasi dan mendukung acara tersebut.
Selain Saonek, Raja Ampat juga terdapat Islamic Center di Waisai, sebagai pusat pendidikan
dan dakwah Islam pertama di pulau paling timur Indonesia. Misi Islamic Center ini adalah untuk
membentengi generasi muda Muslim di Papua Barat dari pengaruh globalisasi. Karena sebagai
risiko Raja Ampat sebagai destinasi wisata internasional, sudah mulai terdampak budaya
mengumbar aurat (Alfarisi Labagu, 2018).
Ada juga Masjid Agung Nuruk Yaqin, di Waisai tidak jauh dari pantai Waisai Torang Cinta
(WTC) Jl. Waisai Kota. Masjid ini terletak di tanah seluas 30.000 m2 dan luas bangunan 1.800
m2 dibangun tahun 2006.
Masjid yang diyakini paling tua dan menjadi saksi bisu penyebaran Islam di wilayah Kokas,
Fakfak, adalah Masjid Tua di kampung Patimburak. Sumber sejarah menyebutkan, masjid ini
dibangun oleh Abuhari Kilian tahun 1870. Masih menurut Setiawan (2018) ada masjid yang
lebih tua lagi, karena dibangun 1524. Yakni Masjid Abu Bakar Sidik. Luas tanahnya 900 m2 dan
luas bangunan 400 m2.
Saudaraku, ternyata suasana di Raja Ampat Papua Barat ini kehidupannya dapat
memberikan pelajaran berharga buat saya yang baru pertama kali menginjakkan kaki di
Kabupaten Raja Ampat. Selain wisata alam yang indah, juga bisa bersilaturrahim dengan
saudara-saudara kami yang menghuni pulau-pulau kecil dari pulau-pula yang menjadi wilayah
Raja Ampat Papua Barat.
Mengakhiri renungan ini, mari kita syukuri semua kenikmatan yang Allah berikan pada kita.
Keindahan dan kebahagiaan adalah bagaimana kita bisa dan mampu memenej hati kita, semoga
kebahagiaan kita di dunia, akan mampu menjadi instrumen dan wasilah untuk meraih
kebahagiaan akhirat. Allah a’lam bi sh-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.
Hotel Vega Sorong Papua Barat, 25/11/2018.

Silahkan Hubungi Kami