PELAJARAN DARI MUSABAQAH MTQN XXVII (8)

Published by achmad dharmawan on

Assalamualaikum wrwb.
Segala puji dan syukur hanya milik Allah semata. Mari kita ungkapkan syukur kita kepada
Allah Dzat Yang Maha Mengatur hidup ini, semoga anugrah dan kenikmatan-Nya senantiasa
ditambahkan dan semua urusan kita dimudahkan. Shalawat dan salam, marilah kita
senandungkan untuk Baginda Rasulullah Muhammad saw, keluarga, sahabat, dan pengikut yang
berkomitmen meneladani beliau. Kita merindukan dan syafaat Beliau kelak di akhirat.
Saudaraku, mati dan hidup ini diciptakan dan ditetapkan oleh Allah adalah untuk menguji
kita, mana di antara kita yang amal perbuatannya paling baik (QS. Al-Mulk: 2). Dengan kata lain,
hidup ini adalah bermusabaqah atau berkontestasi. Sudah barang tentu bermusabaqah dalam
kebaikan. Allah ‘Azza wa Jalla menegaskan : “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri)
yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana
saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat).
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS. Al-Baqarah: 148).
Demikian juga Musabaqah Tilawatil Qur’an Nasional (MTQN) ke XXVII di Medan Sumatera
Utara, 4-13/10/2018 usai sudah. Saya yang diamanati sebagai Ketua Majelis Hakim di cabang
Syarah Al-Qur’an yang merupakan pengalaman pertama, mendapatkan banyak pengalaman
dan sekaligus menghasilkan pemikiran yang sebagian sudah saya lakukan pada saat final lomba.
Yaitu, meminta para peserta yang akan tampil maju dalam final, mereka tidak ikut melihat atau
menyaksikan jalannya lomba. Alhamdulillah Ketua Dewan Hakim dan Dewan Pengawas
menyetujui dan panitia daerah juga secara sigap dan cepat, menyediakan ruang khusus peserta
sebelum tampil sesuai dengan urutan nomor undiannya.
Setelah memimpin jalannya lomba cabang Syarah Al-Qur’an ini, pelajaran yang dapat
diambil adalah, terasa sekali adanya kesamaan materi, pilihan ayat dan hadits serta referensi
lainnya, meskipun boleh jadi hanya kebetulan, yang disampaikan oleh regu peserta dan lainnya.
Kiranya, perlu dipikirkan oleh para petinggi Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ)
Pusat, dan senior-senior dewan hakim, agar aturan main dan tata tertib musabaqah juga
disempurnakan.
Saya mengusulkan, urutan tampil bisa diundi, misalnya untuk tampilan dalam satu hari.
Akan tetapi materi judul agar supaya dapat menghindari tindakan ketidakadilan oleh sistem
dan aturan kepada peserta yang tampil pertama kali dan lebih awal lainnya, katimbang yang
urutan belakangan, maka pilihan judul akan lebih baik jika diundi menjelang tampil. Alasannya,
pertama, di sini peserta ditantang untuk menguasai banyak tema yang sudah disiapkan oleh
panitia pusat. Kedua, untuk mengarahkan agar peserta tidak melakukan duplikasi atas materi
dan gaya yang ditunjukkan oleh peserta sebelumnya.
Ketiga, suasana dan jalannya musabaqah akan terasa lebih adil dan egaliter, karena baik
yang tampil awal, tengah, maupun akhir, sama-sama tidak memiliki kesempatan untuk
merencanakan dan menyiapkan materi tampilan yang cenderung mengarah ke model hafalan,
katimbang penguasaan materi. Bagi yang hafalan, meskipun hanya sedikit, begitu mereka lupa
sambungannya, maka pensyarah ini tiba-tiba berhenti, seperti blank, dan setelah itu baru
nyambung. Itu pun dengan intonasi dan diksi kalimat yang kurang ritmik. Keempat, komposisi
majelis hakim dari masing-masing LPTQ Daerah yang mengirim, sebaiknya tidak lebih dari satu
yang berasal dari daerah yang sama. Mengapa, karena seobyektif-obyektifnya manusia, ia pasti

menyimpan subyektifitas. Bahkan dalam perspektif filsafat ilmu, obyektifitas manusia itu
sebenarnya tidak ada. Yang ada adalah inter-subyektif, dan dari situ menjadi obyektif. Sentimen
kedaerahan pasti tidak bisa dihindari. Ini yang ke depan harus ditata dan diatur secara lebih
baik.
Kelima, aturan penilaian yang sudah diprogram menurut information technology (IT),
tentang toleransi selisih interval nilai, pengalaman pertama ini sudah bagus. Akan tetapi untuk
saat final, selisih intervalnya mestinya cukup satu antar hakim majelis, dan ini belum diprogram
oleh tim IT, sehingga aturan untuk babak penyisihan dan final masih sama ketentuan
penilaiannya.
Saudaraku, bagi kafilah yang “memenangi” musabaqah, itu adalah amanat agar Anda dapat
kesempatan untuk menjadi lebin menghayati dan mengamalkan spirit, nilai, panduan, dan
rambu Al-Qur’an secara lebih baik lagi. Bagi yang belum berhasil, sudah pasti harus tetap
bersyukur kepada Allah yang Maha Mengatur, dan harus membuka hati, diri, dan emosi, untuk
terus belajar lebih baik lagi.
Hukum sejarah memang mudawalah atau bergantian. Laksana roda yang bundar, kadang di
bawah dan kadang di atas. Lalu bagaimana yang belum pernah samlai di ujung atau puncak
prestasi secara umum, ini memerlukan penyikapan, respon, dan tindaklanjut yang nyata,
kongkrit, dan berkelanjutan. Mengapa, karena event MTQN adalah even yang membutuhkan
kerja keras, anggaran yang memadai, dan model pencairannya tersistem dengan baik. Karena
keterampilan membutuhkan pelatihan, pembiasaanyang lama, dan juga pembiayaan yang tidak
sedikit. Ada baiknya, para pemangku kebijakan dari pimpinan Provinsi, Lembaga Legislatif yang
sekaligus berwenang menentukan budgeting, sebagai dukungan politik yang memadai,
pengurus LPTQ, bisa melakukan studi banding, agar ibarat tampil, kualitas kendaraan, materi,
dan kecanggihannya sama. Yang diuji adalah keterampilan dan penguasaan bermusabaqahnya.
Hukum mudawalah atau perputaran sejarah memang demikian. Karena juara umum hanya
satu, jiara satu dalam setiap cabang musabaqah juga hanya satu. Karena ada yang lebih penting
dari pelaksanaan MTQN ke XXVII atau di mana dan kapan saja diselenggarakan, adalah
bagaimana optimalisasi Al-Qur’an dapat dirasakan pancaran nur hidayahnya, daya pengobatan
pada hati dan pikiran bangsa ini yang sedang sakit, pencerahan Al-Qur’an pada perasaan, dan
pemikiran yang masih sering didominasi oleh kegelapan, dan pencerdasan Al-Qur’an pada otak
dan pikiran yang masih sering dikuasai oleh alam pikiran kejahiliyahan.
Allahumma irhamna bi l-Qur’an, wa ij’alhu nuran wa hudan wa rahmah, Allahumma
dzakkirna minhu ma nasina wa ‘allimna minhu ma jahilna wa urzuqna tilawatahu ana-a l-laili wa
athrafa n-nahar. Allah a’lam bi sh-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.
Ngaliyan, Semarang, 14/10/2019.

Silahkan Hubungi Kami