SELAMAT BERJUANG “AHLI WARIS” WALISONGO MEMBANGUN INDONESIA YANG BERADAB

Published by achmad dharmawan on

Assalamualaikum wrwb.
Marilah kita bersyukur ke hadirat Allah ‘Azza wa Jalla. Hanya atas karunia dan pertolongan-
Nya kita sehat afiat dan dapat menjalankan aktifitas kita hari ini, tanpa halangan yang
mengganggu. Shalawat dan salam mari kita senandungkan mengiringi Allah dan Para Malaikat
yang senantiasa bershalawat pada junjungan kita Nabi Muhammad Rasulullah saw, keluarga,
sahabat, dan para pengikut beliau. Semoga Allah Ta’ala senantiasa memberi kemudahan dan
kelak di akhirat kita akan mendapat syafaat dari beliau.
Hari ini, 6/9/2018 UIN Walisongo menggelar Sidang Senat Terbuka dalam rangka me-
Wisuda 1.061 orang lulusan yang terdiri dari : 102 Ahli Madya (D3), 890 Sarjana (S1), 62
Magister (S2), dan 7 Doktor (S3). Meskipun sebagai direktur Pascasarjana, saya tidak bisa ikut
mewisuda teman-teman S2 Ilmu Agama Islam dan para Doktor, saya mengucapkan selamat dan
sukses atas selesainya tahapan menuntut ilmu dalam jenjang pendidikan formal. Teriring salam
dan doa dari tanah suci Makkah al-Mukarramah, semoga ilmu yang teman-teman semua
dapatkan dari Kampus UIN Walisongo, meskipun tidak banyak dibanding ilmu yang seharusnya
kita pelajari, dapat bermanfaat bagi masyarakat, dan Allah Yang Maha Alim, melimpahkan
berkah dan ridla-Nya pada kita semua.
Selamat berjuang para ahli waris keilmuan “Walisongo” para wali yang dahulu
menyebarkan dan mendakwahkan Islam di nusantara ini, dari segala macam aliran,
kepercayaan, dan agama yang menjadi kekayaan lokal, menjadi nyaris sembilan puluh lima
persen, tanpa ada penolakan dan reaksi dari masyarakat. Para Wali sembilan, dikenal dengan
Walisongo, yang kemudian nama
besar Walisongo, diambil menjadi nama kampus — dulu IAIN sekarang menjadi UIN —
Walisongo, adalah karena spirit dan nilai-nilai dakwah dan perjuangan para Walisongo tersebut.
Atas dasar itulah, saya memberanikan diri menyebet teman-teman para alumni UIN
Walisongo yang hari ini, Kamis, 6/9/2018, diwisuda sebagai “Ahli Waris keilmuan” Walisongo.
Untuk itu pula, teman-teman— saya sengaja menyapa dengan teman-teman, karena status dan
posisi di Kampus hanyalah status dan posisi formal — karena ketika sudah menjadi Alumni atau
keluarga alumni, status dan posisinya sama, kita punya tugas baru untuk mengamalkan ilmu
yang teman-teman dapatkan dari Kampus.
UIN Walisongo yang mengusung visi unity of sciences atau penyatuan ilmu umum dan
agama, muaranya adalah untuk membangun kemanusiaan dan peradaban. Ketika kita
beragama Islam, kita tidak harus melepaskan eksistensi kebangsaan kita sebagai bangsa
Indonesia. Bukankah dalam QS. Al-Hujurat : 13, Allah SWT menegaskan “Wahai manusia,
sesungguhnya Kami (Allah) menciptakan kamu sekalian terdiri dari laki-laki dan perempuan, dan
Kami jadikan kamu sekalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang-orang
yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal”.
Teman-teman sebagai alumni UIN Walisongo, berarti secara tidak langsung mendapatkan
“warisan tugas” untuk berdakwah mengajak masyarakat dengan mengolaborasikan Islam

sebagai ajaran yang rahmatan lil alamin dengan kearifan lokal. Bahwa dalam proses peng-
Islaman sasaran dakwah, memerlukan “pemurnian” atau “puritanisasi” ajaran agar tidak
menyisakan tradisi yang mengandung potensi kesyirikan atau penyelutuan Tuhan, perlu
dikemas dan dilakukan secara bijaksana. Meminjam kaidah berbahasa Arab, dinyatakan bahwa
“al-thariqah ahammu min al-maaddah” artinya “metode itu lebih penting daripada
materinya”.
Teman-temanku, Indonesia sebagai negara terbesar penduduknya keempat dunia,
menyimpan keragaman dan kemajemukan. Kemajemukan merupakan khazanah kekayaan
negeri nusantara ini. Perdebatan pun sudah muncul sejak Indonesia lahir, yang menyangkut
penatapan sila pertama Pancasila, yang sejarah mencatatnya ada Piagam Jakarta. Namun para
Ulama dengan kelegowoannya, demi berdirinya entitas Negara Kesatuan Republik Indonesia,
akhirnya tujuh kata dan sila pertama ditetapkan menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
Hasil pemilihan umum (pemilu) pertama, 1955, yang dicatat oleh sejarah sebagai pemilu
yang paling demokratis, ternyata sidang konstituante setelah bersidang bertahun-tahun,
mengalami jalan buntu. Indonesia pernah mengalami menggunakan Konstitusi Republik
Indonesia Serikat (RIS) 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950. Setelah itu berlaku UUDS 17
Agustus 1950 – Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dekrit Presiden tersebut dikeluarkan, karena Sidang
Konstituante yang mestinya sebagai Lembaga Negara Indonesia beranggotakan 550 orang hasil
pemilu 1955, yang ditugaskan untuk membentuk UUD atau Konstitusi baru untuk menggantikan
UUDS 1950, tidak mampu menyelesaikan tugasnya (id.m.wikipedia.org).
Di tengah ramainya perdebatan di media sosial tentang Islam Nusantara yang oleh sebagian
orang dianggap sebagai “bid’ah” karena seakan “Islam Nusantara” itu sudah keluar dari Islam
yang sebenarnya. Ada yang menuduh sebagai “bagian dari kelompok liberal” yang serba
permisif terhadap berbagai khurafat dan berbagai prilaku bid’ah yang bermula dari tradisi dan
kearifan lokal. Masih banyak kesalahpahaman muncul, karena belum faham apa sesungguhnya
yang dimaksud dengan Islam Nusantara. Sisa-sisa organisasi kemasyarakatan yang bermimpi
mendirikan khilafah dan ingin mengganti NKRI, yang sudah dibubarkan oleh pemerintah,
tampaknya juga masih “bersemangat” menunjukkan upaya-upayanya dengan berbagai cara.
Caranya pun menggunakan berbagai even yang memanfaatkan figur-figur yang populer di
masyarakat.
UIN Walisongo sudah mendeklarasikan sebagai “Rumah Kebangsaan” untuk menyemai
generasi muda yang beragama (Islam) secara moderat (wasathiyah), toleran (tasamuh),
berimbang (tawazun), berdasarkan prinsip persaudaraan (ukhuwwah Islamiyah, wathaniyah,
dan basyariyah), guna membangun dan membumikan nilai-nilai kemanusiaan dan peradaban
yang sekaligus memiliki spirit dan rasa kebangsaan ke-Indonesiaan yang kokoh. Inilah yang
menjadi tugas mulia para alumni UIN Walisongo. Anggaplah ujian “munaqasyah” di Kampus,
sebagai warming up, atau muqaddimah, dan Anda akan memasuki bab pertama, dalam
“munaqasyah” yang sesungguhnya oleh masyarakat.
Selamat, selamat berjuang teman-teman “Ahli Waris” keilmuan Walisongo, selamat
membangun kemanusiaan dan peradaban Indonesia ini, semoga mampu berkontribusi
membangun Indonesia menjadi lebih beradab dan mampu memanusiakan manusia. Rasanya
kita masih layak berharap akan terwujud Indonesia yang “baldatun thayyibatun wa Rabbun
Ghafur”.

In uriidu illaa l-ishlaah maa istatha’tu wa maa taufiiqii illaa bi Allah. Hasbuna Allah wa
ni’ma l-wakiil ni’ma l-maulaa wa ni’ma n-nashiir.
Wassalamualaikum wrwb.
Tsarawat Zamzam Hotel, Mekah, 6/9/2018.

Silahkan Hubungi Kami