MENGELOLA DISRUPSI PERADABAN (302)

Published by achmad dharmawan on

MENGELOLA DISRUPSI PERADABAN (302)
Oleh Ahmad Rofiq
Assalamualaikum wrwb.
Segala puji dan syukur hanya milik Allah. Mari kita syukuri semua anugrah dan kasih sayang Allah, agar hati kita lebih terasa dingin, kita iringi tarikan dan hembusan nafas kita dengan berdzikir, karena hanya karena kasih sayang-Nya, kita sehat afiat dan bisa melaksanakan aktifitas kita. Kebahagiaan itu, jika kita mampu mensyukuri nikmat Allah.
Shalawat dan salam mari kita senandungkan untuk Baginda Rasulullah saw, keluarga, sahabat, dan pengikut yang setia dan berkomitmen meneladani beliau. Semoga urusan kita dimudahkan oleh Allah.
Saudaraku, istilah “disrupsi” dari bahasa Inggris “disruption” artinya “gangguan, kekacauan, dan atau memecah belah” (kamus offline, Inggris-Indonesia). Gangguan dan atau kekacauan ini tampaknya karena implikasi dari laju perkembangan information dan tekhnologi (IT) bukan saja akan menghadang peran-peran manusia yang masih konvensional. Rhenald Kasali mengatakan, disrupsi semakin hari semakin menguat. Hal ini sejalan dengan berkembangnya teknologi saat ini. Rhenald menyebut disrupsi akan berlangsung terus menerus dan lama” (kompas.com, 7/12/2017). Rhenald menulis buku “Disruption: Menghadapi Lawan-Lawan Tak Kelihatan dalam Peradaban Uber” yang pernah dibedah Rabu (6/12/17) di Gramedia Matraman, Jakarta Timur.
Saudaraku, kekacauan peradaban ini, adalah dampak dari peradaban digital, yang tak bisa dibendung. Mereka merangsek ke rumah-rumah, bahkan langsung ke kamar-kamar, atau bahkan boleh dikatakan dua puluh empat jam, “menempel” di tangan kita. Dari anak-anak usia bermain, mereka sudah mengenali smartphone dan gadget. Ini ditimpali dengan paket kuota yang semakin murah. Dan ini tentu ajang bisnis yang luar biasa bagi para provider. Rhenald menyebut, bagi masyarakat yang merayakan perubahan, disrupsi adalah masa depan. Namun, bagi mereka yang sudah nyaman dengan keadaan sekarang dan takut dengan perubahan, mereka akan berpikir bahwa ini adalah awal kepunahan.
Dunia kampus, apabila masih mau memposisikan diri sebagai agen perubahan, maka mau tidak mau harus merespon dan mengambil sikap proaktif, krearif, dan innovatif, atau jika diperlukan bisa berfikir dan memimpin dan mengelola disrupsi peradaban tersebut.
Atas dasar pemikiran untuk mengelola disrupsi peradaban tersebut, digelar Konvensi Kampus XIV dan Temu Tahunan XX Forum Rektor Indonesia (FRI) di Kampus Universitas Hasanuddin Makassar, yang dihadiri oleh 527 Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta (PTN dan PTS) seluruh Indonesia. Tema yang diusung adalah “Memperkuat Karakter Bangsa dalam Menghadapi Disrupsi Peradaban” (rakyatsulsel.com, Jumat (16/2).
Ada beberapa poin Rekomendasi dan Pernyataan Sikap Deklarasi Makassar FRI 2018 (kompas.com):
1. Mendorong perguruan tinggi untuk melakukan inovasi dan riset yang dapat dimanfaatkan secara optimal dalam menyokong sektor ekonomi dan daya saing bangsa di tengah arus percaturan global yang secara masif akan mempengaruhi sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. Mendorong Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Ristekdikti) melakukan debirokratisasi kelembagaan dan deregulasi perijinan bagi pembentukan prodi-prodi baru serta terobosan baru untuk menjawab persoalan era disrupsi dan revolusi industri 4.0.
3. Meminta kepada Pemerintah menyusun dan menetapkan kebijakan yang mendorong pihak industri agar bekerjasama dengan perguruan tinggi untuk melakukan riset dan inovasi yang memiliki nilai ekonomi dan berdampak langsung kepada kesejahteraan masyarakat.
4. Mengembalikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui berbagai strategi dan langkah yang harus dilakukan oleh semua institusi, khususnya perguruan tinggi. Dengan mengembalikan nilai-nilai Pancasila, persoalan karakter bangsa yang menjadi pondasi utama dalam mempersiapkan kader dan sumber daya manusia berkualitas yang memiliki daya saing tinggi menghadapi disrupsi peradaban.
5. Miminta kepada DPR, DPD, dan Pemerintah bersama MPR mengadakan joint session untuk untuk menyusun haluan negara dalam perencanaan pembangunan nasional. Dengan GBHN tersebut diharapkan dapat dikembalikannya kedaulatan rakyat untuk mencapai kesejahteraan dan pembangunan nasional yang berkeadilan sosial.
6. Dengan adanya revolusi industri generasi ke-4, FRI menetapkan kelompok kerja-kelompok kerja (Pokja) sesuai dengan dinamika perkembangan di era revolusi industri 4.0, diantaranya a) Pokja Pembangunan Ekonomi Nasional, b) Pokja Penguatan Demokrasi Pancasila, c) Pokja Pendidikan Tinggi berdaya saing, d) Pokja Kepemimpinan Nasional Cerdas dan Berkarakter, dan e) Pokja Ketahanan Pangan.
Saudaraku, rekomendasi tersebut, tentu sudah dipersiapkan langkah nyata atau action plan-nya, mengingat yang hadir adalah para rektor. Jika RI-1 sudah dengan sangat lugas “menantang” bagaimana PT di Indonesia tidak disibukkan dengan persoalan SPJ, tetapi bisa dan mampu mengelola disrupsi dan memimpin peradaban baru yang mau tidak mau harus diambil.
Banyak hal yang harus diselesaikan pada tingkat regulasi dan model peng-SPJ-an. Kementerian dan lembaga terkait mutlak harus bersinergi dalam membenahi sistem dan tata kelola kerja yang efisien, inovatif, profesional, amanah, dan akuntabel. Jebakan-jebakan “industri” bisa disikapi secara lebih arif dan smart, agar substansi keilmuan demi untuk mengelola disrupsi bisa dijalankan, apalagi political will untuk menjawab disrupsi bisa direalisasikan secara nyata. Banyak potensi dan keunggulan dari anak-anak bangsa ini, yang perlu dipupuk, disemangati, dan diberdayakan, demi masa depan anak bangsa kita sendiri.
Tentu ada yang lebih penting lagi, adalah sikap arif, bijaksana, demi menjaga kedaulatan rakyat dan negara Indonesia, NKRI yang kita cintai bersama, dan tidak semuanya “diserahkan” kepada pihak manapun yang diprediksi akan bisa mengganggu marwah dan kedaulatan negeri yang dibangun dengan sabung nyawa, cucuran darah, air mata, dan sumber daya alam yang terkuras habis akibat penajajahan mereka.
Bangsa Indonesia, adalah bangsa besar. Hanya kita sendiri yang bisa dan mampu merawat, mengelola, dan membanggakannya. Karena itu, kampus dan FRI, harus melakukan langkah konkrit, nyata, berkedaulatan, dan berkeadaban. Perubahan adalah sunnatuLlah atau natural law. Karena itu, harus dimanaj secara baik. Sebagaimana kata bijak Ulama:
المحافظة على القديم الصالح والاخذ بالجديد الاصلح
“Memelihara sesuatu yang lama yang baik, dan mengambil sesuatu yang baru yang lebih baik”.
Semoga langkah nyata segera direalisasikan, syukur kampus dan pimpinan PTKIN mampu menjadi yang terdepan dalam mengawal dan mengelola disrupsi peradaban agar arah bangsa ini, tidak menyimlang dari visi dan misi bangsa Indonesia, meraih masa depannya yang baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafur.
Allah a’lam bi sh-shawab.
Wasaalamualaikum wrwb.
Ngaliyan Semarang, 18/2/2018.

Silahkan Hubungi Kami