Kanigoro

Published by achmad dharmawan on

Tanggal13Januari 2018
KANIGORO
Oleh: Ahmad Hasan Asy’ari Ulama’i
Masih lekat di ingatan Masdoeqi Moeslim peristiwa di Pondok Pesantren Al-Jauhar di Desa Kanigoro, Kecamatan Kras, Kediri, pada 13 Januari 1965. Kala itu, jarum jam baru menunjukkan pukul 04.30. Ia dan 127 peserta pelatihan mental Pelajar Islam Indonesia sedang asyik membaca Al-Quran dan bersiap untuk salat subuh. Tiba-tiba sekitar seribu anggota PKI membawa berbagai senjata datang menyerbu. Sebagian massa PKI masuk masjid, mengambil Al-Quran dan memasukkannya kekarung. “Selanjutnya dilempar ke halaman masjid dan diinjak-injak,” kata Masdoeqi saat ditemui Tempo di rumahnya di Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten Kediri (Tempo, Senin, 1 Oktober 2012 06:30 WIB)
Hari ini tanggal 13 Januari untuk mengingatkan kita semua akan peristiwa di atas, betapa idiologi tertentu yang ditunggangi politik dan dijauhkan dari nurani, maka sendi-sendi berbangsa menjadi hilang, tindakan pelecehan hingga kekerasan dihalalkan, pada saat itu pula kemanusiaan yang berada bmusnah.
Belajar dari sejarah, masyarakat Indonesia diikat kebangsaannya oleh ideology Pancasila, pada saat yang sama masyarakat Indonesia dengan ragam agama juga diikat keberagamaannya dengan masing-masing idiologi agamanya, belum lagi muslim sebagai mayoritas di negeri ini memiliki paham atau aliran tertentu sebagai pengikat pahamnya, maka sepatutnyalah jika terjadi persoalan paham agama di negeri ini hendaknya dikembalikan kepada ikatan idiologi yang lebih besar dalam hal ini idiologi Islam untuk menjaga keutuhan umat Islam di Indonesia, demikian pula saat terjadi persoalan antar umat beragama maka ikatan idiologi Pancasila harus dijadikan pengikat untuk keutuhan bangsa Indonesia ini.
Perbedaan sulit disatukan, namun pasti ada persamaan yang dapat disatukan, seperti ormasy tertentu tidak dapat bertemu dengan ormasy lain karena perbedaan fiqh, maka biarkanlah amalan ormasy tertentu tidak usah diganggu atau mengganggu oramsy lain, guna membangun ukhuwwah sesama muslim tetap berjalan. Demikian pula pada saat agama tertentu di negeri ini tidak dapat bertemu dalam ritual agama lain, maka biarkanlah agama tertentu menjalankan agamanya tanpa gangguan atau mengganggu pelaksanaan agama lainnya guna membangun ukhuwwah sesama anak bangsa yaitu bangsa Indonesia.
Mari kita renungkan surat As-Syura ayat 15
فَلِذَلِكَ فَادْعُ وَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءهُمْ وَقُلْ آمَنتُ بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ مِن كِتَابٍ وَأُمِرْتُ لِأَعْدِلَ بَيْنَكُمُ اللَّهُ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ لَا حُجَّةَ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ اللَّهُ يَجْمَعُ بَيْنَنَا وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ ﴿١٥﴾
Oleh karena itu serulah (mereka kepada agama itu) dan tetaplah sebagaimana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah: “Aku beriman kepada semua Kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil di antara kamu. Allah-lah Tuhan kami dan Tuhankamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amalkamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kembali (kita)”
Namun demikian upaya damai ini bukan meniadakan hukum, sebab mereka yang melampaui batas (mengganggu) tetap harus diperangi (dalam hal ini oleh seluruh komponen bangsa, melalui hukum yang berlaku). Perhatikan al-Hujurat 9.

13 januari

Silahkan Hubungi Kami