MENJADIKAN INDONESIA KIBLAT MODERATISME (251)

Published by achmad dharmawan on

MENJADIKAN INDONESIA KIBLAT MODERATISME (251)
Oleh Ahmad Rofiq

Assalamualaikum wrwb.
Mari kita mensyukuri nikmat dan karunia Allah yang kita tidka mampu menghitungnya. Hanya karena anugrah-Nya, pagi ini kita sehat afiat dan bisa memulai aktifitas dengan senang hati. Banyak saudara kita yang dirawat di rumah sakit, bahkan ada yang dijemput malaikat Izrail, semoga mereka husnul khatimah. Mari kita niatkan semua amalan kita sebagai ibadah, semoga Allah menambah nikmat-Nya pada kita dan keluarga kita.
Shalawat dan salam, kita wiridkan mengiringi Allah dan Para Malaikat yang senantiasa bershalawat untuk Baginda Rasulullah saw. Semoga kasih sayang-Nya meluber pada keluarga, dan para sahabat. Semoga hati kita makin bersih dan siap menampung hal-hal yang baik dan membuang yang tidak baik, dan semua urusan kita dimudahkan oleh Allah.
Saudaraku, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen Pendis) Kementerian Agama menggelar even internasional ke-17, yaitu Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) dan International Islamic Education Expo (IIEE) di kawasan ICE BSD City Tangerang Selatan, 21-24 November 2017. Tempat yang representatif, namun kawasan ini, dari sisi keterjangkauan masyarakat untuk mengikuti even ini, memerlukan persiapan tersendiri. Selain itu tempat pelaksanaan agak jauh dari hotel-hotel tempat menginap para peserta.
Thema yang diusung dalam AICIS dan IIEE ini adalah Indonesian Islamic Education for Global Peace. Atau bahasa kampung saya, Pendidikan Islam Indonesia untuk Perdamaian Global atau perdamaian dunia. Banyak pakar kajian ke-Islaman dari berbagai kampus bergengsi internasional hadir di acara ini. Ini karena Kementerian Agama sebagai pengawal dan pemandu masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, harus terus menerus memposisikan pendidikan Islam di Indonesia, di bawah Ditjen Pendis, membawa arah pemahaman dan penhamalan ajaran Islam yang benar-benar rahmatan lil ‘alamin dalam bingkai pemahaman Islam wasathiyah atau moderat.
Di tengah maraknya ideologi trans-nasional, atau meminjam bahasa Masdar Helmy (21/11/2017) masyarakat dunia tengah dilanda disorientasi visi keagamaan yang cenderung bergerak ke arah “kanan” atau konservatisme. Ia menyebut gerakan salafisme atau rasikalisme seperti Al-Qaedah, ISIS, Jabhah Nushrah di Syria, Iraq, dan Libya, Boko Haram di Nigeria dan Kamerun, dan lain-lain.
Pertanyaannya adalah, dan ini yang boleh jadi serung luput dari pengamatan, apakah kelompok dan gerakan konservatisme atau bahkan barbarisme seperti ISIS, mereka ini muncul karena inisiasi kelompok yang bersifat bottom up ideologi, atau kah mereka ini adalah buatan sebagai “proyek islamophobia internasional”?
Kalau jawabannya mereka adalah memang murni gagasan dari konservatisme ideologi dan pemahaman keagamaan yang muncul dari bawah, maka diseminasi gagasan dan faham moderatisme Islam, menemukan momentumnya secara tepat. Akan tetapi jika jawabannya, kelompok-kelompok konservatif dan radikalis tersebut, adalah “proyek internasional”, maka sudah barang tentu perjuangan untuk membangun peradaban dunia menjadi semakin berat. Karena itu, Indonesia yang menjadi negara berpenduduk terbesar ke empat dunia, setelah India, China, Amerika, tidak boleh merasa lelah dan capai, untuk terus menggelorakan Islam wasathiyah atau Islam moderat di dunia manapun.
Al-Quran dengan tegas menyatakan, manusia diciptakan oleh Allah terdiri dari laki-laki dan perempuan, dan dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar mereka saling mengenal, kemudian berkompetisi menjadi hamba-hamba Allah yang paling mulia melalui taqwa serta amal shalihnya yang didasari keimanan kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa (QS. Al-Hujurat: 13). Kesempurnaan jatidiri manusia adalah manakala bersosialisasi, berinteraksi, dan bisa memberi manfaat pada orang lain. Kata Rasulullah saw, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling memberi manfaat pada manusia yang lain” (Riwayat al-Thabrany).
Dalam konteks negara bangsa (nation-state) tampaknya Allah memang menghendaki hidup manusia dalam wadah model berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Karena memang fakta dan realitasnya demikian. Jika Indonesia atau nusantara ini, kemudian oleh para pendiri bangsa ini dibentuk, dibangun, dan dikembangkan menjadi sebuah negara bangsa, adalah bagian dari kehendak dan tujuan Allah sebagaimana QS. Al-Hujurat : 13 tersebut.
Rasulullah saw sebagai pembawa risalah Islam, telah menunjukkan contoh dan teladan, bahwa beliau adalah pemimpin agama, negara, dan pemerintahan. Melalui Piagam Madinah (Madinah Charter, Mitsaq Madinah, atau Dustur Madinah) Rasulullah saw meletakkan fondasi penting sebagai dasar hidup bersuku-suku, bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa. Inilah gambaran awal dalam sejarah umat Islam dalam hidup berbangsa dan bernegara.
Gagasan fundamental yang diusung oleh Rasulullah saw dalam Piagam Madinah pun lebih bersifat substansial bukan yang tekhnikal, yang universal bukan yang parsial, seperti gagasan tentang entitas sebuah bangsa (ummah), persamaan (equality, musawah), keadilan (justice, ‘adalah), toleran (tasamuh, tolerant), persaudaraan (ukhuwwah, brotherhood), moderat (tawasuth), keseimbangan (tawazun, balance), dan saling tolong menolong (ta’awun). Bahkan model sukses pasca beliau dipanggil Allah SWT pun, tidak diatur. Maka suksesi sampai terpilihnya Abu Bakr, ‘Umar bin al-Khaththab, ‘Utsman bin ‘Affan, dan ‘Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah pun cara dan metodenya berbeda-beda.
Rasulullah saw memberi contoh dengan prilaku yang lemah lembut terhadap orang lain. Seadainya beliau bersikap keras lagi berhati kasar, mereka akan menjauhkan diri. Beliau juga mengedepankan pemaafan kepada mereka, bahkan memohonkan ampunan bagi mereka, dan bermusyawarah dengan mereka dalam berbagai macam urusan. Setelah itu, beliau membulatkan tekad dan bertawakkal kepada Allah” (QS. Ali ‘Imran: 159).
Saudaraku, untuk mendapatkan hasil pemahaman agama yang moderat (tawasuth) tentu membutuhkan konsep Pendidikan agama yang jelas, terukur, dan akuntabel. Karena pendidikan agama inilah yang menjadi fondasi yang sangat penting bagi anak-anak kita dan generasi muda Indonesia. Tentu pembelajaran agama sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah saw, belajar dan mengamalkan agama secara moderat, tidak ekstrem kanan atau ekstrem kiri. Tidak fanatik (تطرف) secara membabi buta. Bahwa ia harus yakin dan percaya diri atas pilihan faham keagamaan Islam yang moderat, adalah suatu keniscayaan sekaligus kebanggaan.
Anak-anak dan generasi muda kita perlu memiliki fondasi pemahaman dan pengamalan agama Islam yang kokoh, moderat, dan berakhlaq al-karimah. Tantangan dan maraknya gerakan konservatisme makin besar, ajakan untuk mendirikan negara Islam yang mengingkari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Pancasila, masih juga terasa, meskipun pemerintah sudah mengeluarkan Perppu tentang Organisasi Kemasyarakatan, dan telah membubarkan ormas yang dianggap bertentangan dengan Pancasila dan NKRI.
Apabila di tingkat global kita ingin memberi kontribusi besar bahi terwujudnya perdamaian dunia ala Insonesia, maka secara internal, pendidikan kita, utamanya di kampus-kampus PTKIN yang sedikit banyak, juga ada fenomena cadar, meskipun ini secara agama tidak dilarang, akan tetapi kalau ini dibiarkan, akan bisa menjadi “virus” dalam upaya menumbuhkan pemahaman Islam yang konservatis dan radikalis. Ini akan mengaburkan upaya membangun pemahaman Islam wasathiyah di kampus-kampus persemaian generasi muda moderat. Masih perlu komitmen bersama, seluruh jajaran Kemenag RI, Ditjen Pendis, seluruh Sivitas Akademika PTKIN di Indonesia, untuk mengawal secara serius, low profile, moderat, dan inklusif. Mulai dari rekruitmen mahasiswa, dosen, dan pegawai, haruslah berdasar instrumen yang berbisi keagamaan dan ke-Indonesiaan. Kurikulum dan bahan ajar yang menjadi kebutuhan mereka, juga perlu mendapat perhatian yang cukup. Regulasi dan law enforcement yang tegas, humanis, dan akuntabel, agar visi dan misi menyiapkan generasi moderat inklusif berjalan dengan mulus, dan Indonesia menjadi kiblat moderarisme intenasional, akan menjadi kenyataan. Dan itulah sumbangsih terbesar pendidikan Islam Indonesia bagi terwujudnya perdamaian dunia.
Saudaraku, mari kita renungkan bersama, Firman Allah:
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَىٰ كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللهِ فَإِن تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah”. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)” (QS. Ali ‘Imran:64).
Allah a’lam bi sh-shawab.
BSD City, Tangerang Selatan, 22/11/2017.

Silahkan Hubungi Kami