GERHANA BULAN DAN KERENDAH-HATIAN MANUSIA

Published by achmad dharmawan on

Assalamualaikum wrwb.
AlhamduliLlah wa sy-syukru liLlah, mari kita syukuri anugrah dan karunia Allah, hari ini kita sehat afiat dan dapat melaksanakan aktifitas tanpa halangan apapun. Mari kita niatkan untuk ibadah, semoga kita mendapatkan kemudahan di dunia dan kebahagiaan di akhirat.
Shalawat dan salam mari kita senandungkan untuk Baginda Rasulullah saw, keluarga, sahabat, dan para pengikut yang berkomitmen meneladani beliau. Semoga syafaat beliau kelak di akhirat akan memayungi kita.
Saudaraku, tadi malam Allah ‘Azza wa Jalla menunjukkan kemahakuasaan-Nya, menggelar gerhana bulan sebagian yang bisa disaksikan oleh masyarakat Jawa Tengah. Gerhana bulan disebut khusuf dan gerhana matahari disebut kusuf. Allah SWT menggambarkan:
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللهُ ذَٰلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
“Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bukan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bukan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui” (QS. Yunus: 5).
Dalam ayat yang lain, dijelaskan:
وَالْقَمَرَ قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّىٰ عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقَدِيمِ. لَا الشَّمْسُ يَنبَغِي لَهَا أَن تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ.
“Dan telah Kami tetapkan bagi bukan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tanda yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bukan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya” (QS. Yasin: 39-40).
Saudaraku, gerhana bulan terjadi ketika posisi bulan searah dengan matahari. Pada saat itu bagian bulan yang menghadap ke bumi gelap atau tidak tampak. Pada saat seperti ini juga dapat terjadi gerhana matahari, karena cahaya matahari yang memancar ke bumi terhalang oleh bulan. Implikasinya, kita tidak dapat melihat bulan bercahaya. Dalam redaksi yang sedikit berbeda, gerhana bulan terjadi saat sebagian atau keseluruhan penampang bulan tertutup oleh bayangan bumi. Itu terjadi bila bumi berada di antara matahari dan bulan pada satu garis lurus yang sama, dan sinar matahari tidak dapat mencapai bulan karena terhalang oleh bumi (id.wikipedia.org).
Peristiwa gerhana mengingatkan saya waktu kecil, yang masih ada sisa-sisa “mitos” bahwa terjadinya gerhana karena “dewa betorokolo” marah, sehingga pohon-pohon yang diharapkan akan berbuah, harus dipukul-pukul dibangunkan, agar tetap berbuah.Mitos ini tampaknya masih terbawa-bawa dari “budaya” masa-masa Jahiliyah, bahwa gerhana terjadi karena kematian seseorang.
Rasulullah saw. bersabda sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari Nomor 1043 dan Shahih Muslim Nomor 915 : “Sesungguhnya matahari dan bulan merupakan dua ayat (tanda) dari ayat-ayat Allah (yang tersebar di alam semesta). Tidak akan terjadi gerhana matahari dan bulan karena kematian seseorang atau karena hidup (lahirnya) seseorang. Apabila kalian melihat gerhana matahari atau gerhana bulan, maka berdoa dan shalat kepada Allah sampai (matahari atau bulan) tersingkap lagi” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).
Pesan Rasulullah saw. tersebut di atas, sudah sangat jelas, bahwa gerhana bulan — dan gerhana matahari — adalah fenomena ayat-ayat kauniyah atau ayat-ayat alam, yang menunjukkan kemahabesaran Allah Sang Pencipta dan Pengatur hukum alam yang sering kita sebut sebagai sunnatuLlah. Dengan kemahabesaran Allah yang ditunjukkan melalui peristiwa gerhana bulan sebagian, adalah suatu peristiwa untuk mengingatkan manusia yang dikaruniai kecerdasan, agar tetap senantiasa rendah hati, tawadlu’, dan mentadabburi setiap peristiwa yang terjadi.
Jika gerhana bulan sebagian ini ditempatkan bersamaan dengan saudara-saudara kita yang sedang dalam proses menunaikan ibadah haji, tentu bukan tanpa tujuan. Atau boleh jadi, karena dalam kehidupan sehari-hari makin nyata masih banyak yang didera “penyakit hati dan fikiran” berupa kesombongan, egoisme, individualisme, keangkuhan, dan lain-lain.
Saya melihat respon masyarakat terhadap gerhana bulan sebagian sudah cukup baik. Mereka datang ke masjid, shalat gerhana, mendengarkan dan menyimak khutbah yang disampaikan khatib, dan ini perlu diapresiasi. Mitos sudah berubah menjadi sikap religious, bahwa mereka merespon secara sadar dan cerdas.
Mengakhiri renungan ini, mari kita simak secara seksama, Firman Allah ‘Azza wa Jalla:
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِّأُولِي الْأَلْبَابِ. الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya makam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka” (QS. Ali ‘Imran: 190-191).
Saudaraku, semoga dengan peristiwa alam gerhana bulan sebagian ini, yang merupakan tanda-tanda kebesaran dan kemahakuasaan Allah ‘Azza wa Jalla, kita mampu menangkap dan memaknai secara cerdas, dan menjadikan kita semakin rendah hati, tawadlu’, dan andap asor (Jawa) di hadapan Allah dan juga di hadapan sesama manusia. Indikator kecerdasan manusia adalah mereka yang senantiasa berdzikir kepada Allah di setiap keadaan, berfikir dan bertadabbur terhadap berbagai penciptaan Allah dan ayat-ayat kauniyah.
Allah a’lam bi sh-shawab.
Wassalamualaikum wrb.
Grand Boutiequ, Jakarta, 8/8/2017.
Categories:

Silahkan Hubungi Kami